OPINI
Moderasi Beragama dan Kepentingan di Baliknya
Oleh. Ulianafia
SSCQMedia.Com-
Moderasi beragama merupakan isu yang terus dijajakan kepada tubuh kaum muslim. Penjajakan ini tampak terus dilakukan dengan sangat masif dan terorganisir, baik dalam lingkungan masyarakat, pendidikan, bahkan pondok pesantren.
Hal ini dilakukan dengan berbagai langkah, seperti berdirinya pondok pesantren lintas agama di Kediri Jawa Timur, peluncuran program seribu Kampung Moderasi Beragama (KMB) yang tersebar di seluruh Indonesia oleh Kementerian Agama (Kemenag). Kemudian berlanjut pada pendirian rumah moderasi beragama, seperti “Griya Moderasi Beragama” di Gazebo Raden Wijaya yang diluncurkan oleh Universitas Brawijaya (UB) melalui UPT. Pengembangan Kepribadian Mahasiswa (UPT. PKM) (prasetya.ub, 13/12/2024).
Bagi umat Islam adalah sebuah keharusan untuk mengkaji lebih dalam terkait berbagai istilah atau pemikiran-pemikiran yang baru bermunculan. Apakah ini memang dari Islam dan untuk umat muslim atau sebaliknya? Sebab, faktanya moderasi beragama tidaklah memiliki akar teologis maupun historis dalam Islam. Yang ada ia tampak dipaksakan agar diterima dan diamalkan oleh umat Islam. Maka, umat harusnya bertanya apa dan siapa di balik moderasi agama, sehingga umat Islam harus menerimanya?
Asal Muasal Moderasi
Moderasi beragama adalah suatu istilah yang baru dalam pemahaman dan pengamalan ajaran Islam, yang ditandai dengan empat indikator. Pertama, adanya komitmen kebangsaan, maksudnya menerima prinsip-prinsip kebangsaan dalam UUD 1945 dan berbagai regulasi di bawahnya. Kedua, adanya toleransi yang diwujudkan dengan menghormati perbedaan dan memberi ruang orang lain untuk berkeyakinan, mengekspresikan keyakinannya, dan menyampaikan pendapatnya. Ketiga, bersikap anti kekerasan, yakni menolak tindakan seseorang atau kelompok tertentu yang menggunakan cara-cara kekerasan, baik secara fisik maupun verbal, dalam mengusung perubahan yang diinginkannya. Dan yang terakhir penerimaan terhadap tradisi.
Para penggagas moderasi beragama sering kali menyitir ayat tentang ummatan wasathan dalam QS. Al-Baqarah: 143 sebagai landasan moderasi beragama.
“Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam) ”umat pertengahan” (ummatan wasathan) agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu.” (QS. Al-Baqarah: 143).
Ummatan wasathan tersebut adalah istilah Al-Qur’an yang secara kontekstual sebenarnya tidak ada hubungannya dengan istilah moderasi beragama saat ini, yang sering dikontraskan dengan istilah radikalisme atau ekstremisme. Maka, kita perlu melihat latar belakang sejarah munculnya istilah moderasi agama itu sendiri.
Istilah moderasi agama dapat dilacak bahkan sejak Revolusi Iran tahun 1979, sebagaimana penjelasan Fereydoon Hoveyda, seorang pemikir dan diplomat Iran. Menurutnya, istilah islamic moderation, moderate muslim, atau moderate Islam mulai banyak digunakan setelah 1979 oleh jurnalis dan akademisi, untuk mendeskripsikan konteks hubungan antara dua hal, yaitu di satu sisi adalah muslim, Islam, atau Islamist (aktivis Islam); sedangkan di sisi lain adalah Barat (The West).
Nah, dalam konteks inilah, muncul istilah moderate Islamist (aktivis Islam moderat), yang dianggap pro Barat (The West), khususnya yang pro Amerika Serikat. Sebagai lawan dari moderate Islamist itu akhirnya diberi label hard-line Islamist (aktivis Islam garis keras), yaitu mereka yang menginginkan Islam secara pure (murni) dan menolak ideologi Barat.
Kemudian berlanjut ketika terjadi tragedi peledakan Gedung WTC 11 September 2001, isu terorisme kembali dimanfaatkan dan terus dilancarkan oleh AS sebagai bagian dari skenario globalnya untuk melemahkan Islam dan kaum muslim. Selanjutnya, mantan Presiden AS George W. Bush pernah menyebut ideologi Islam sebagai “ideologi para ekstremis”. Bahkan, oleh mantan PM Inggris Tony Blair, ideologi Islam dijuluki sebagai “ideologi setan”.
Di mana ciri-ciri “ideologi setan” yaitu: (1) Menolak legitimasi Israel; (2) Memiliki pemikiran bahwa syariat adalah dasar hukum Islam; (3) Kaum muslim harus menjadi satu kesatuan dalam naungan Khalifah; (4) Tidak mengadopsi nilai-nilai liberal dari Barat.
Adapun makna ummathan wasathan dalam QS. Al-Baqarah ayat 143 adalah umat yang adil (ummat[an] ‘adl[an]). Demikian menurut Imam Asy-Syaukani dan Imam Al-Qurthubi menafsirkan demikian atas dasar hadis sahih dari Abu Said al-Khudri r.a., bahwa ketika Rasulullah saw. membaca ayat yang berbunyi “wa kadzalika ja’alnakum ummat[an] wasath[an]” (Demikianlah Kami menjadikan kalian umat pertengahan), beliau bersabda, “Maksudnya umat yang adil (‘adl[an]).” (HR. At-Tirmidzi)
Umat yang adil ini maksudnya bukanlah umat pertengahan antara umat Yahudi dan umat Nasrani, seperti penafsiran sebagian orang. Bukan pula pertengahan dalam arti posisi tengah antara ifrath (berlebihan) dan tafrith (longgar), melainkan umat yang memiliki sifat adil dalam memberikan kesaksian (syahadah). Pasalnya, umat Islam akan menjadi saksi kelak pada hari kiamat, bahwa para nabi sebelum Rasulullah saw. telah menyampaikan wahyu kepada umatnya masing-masing.
Maka, jelaslah bahwa moderasi beragama bukanlah berasal dari Islam dan untuk kebaikan umat Islam. Melainkan, pemikiran dari Barat untuk merusak dan melemahkan umat Islam, dalam arti penjajahan pemikiran yang dilakukan musuh-musuh Islam kepada umat muslim.
Umat Islam Harus Bersikap Tegas dan Cerdas
Sebagai seorang muslim, wajib menjadikan standar setiap perbuatan hanya pada hukum syarak semata. Karena keimanan bagi seorang muslim ialah bahwa kebenaran mutlak itu hanya jika berasal dari Allah Swt., Sang Pencipta alam dan keburukan itu hanya jika pada apa-apa yang dilarang-Nya. Maka, menjadi kewajiban untuk mengkaji dan mengkritisi terlebih dahulu pada setiap pemikiran yang muncul dalam kehidupan. Tidak serta merta menerima dengan sukarela ataupun terpaksa.
Sikap yang seharusnya diambil oleh umat Islam terhadap konsep moderasi beragama ini, antara lain:
Pertama, umat Islam harus memberikan kritik yang tajam dan destruktif terhadap konsep moderasi beragama ini. Kedua, umat Islam dengan kewajiban amar makruf nahi mungkarnya harus terus menyadarkan masyarakat, bahwa konsep moderasi beragama ini bukanlah asli kebijakan pemerintah saat ini, melainkan sekadar meneruskan kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Ketiga, umat Islam harus terus menyadarkan masyarakat bahwa kebijakan moderasi beragama ini mempunyai tujuan tersembunyi yang sangat membahayakan Islam dan umat Islam. Dan yang keempat, umat Islam wajib terus berjuang untuk mengembalikan Islam kafah dalam kehidupan bernegara dan bermasyarakat dalam sistem Islam sebagaimana yang telah diteladankan oleh Rasulullah saw, dilanjutkan oleh para sahabat dan generasi setelahnya. Wallahualam. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: