surat pembaca
Toleransi Tidak Boleh Kebablasan
Oleh. Ummu Faiha Hasna (Pena Muslimah Cilacap)
SSCQMedia.Com- Menjelang akhir tahun 2024, Menteri Agama RI, mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk terus menjaga hubungan baik antar umat beragama jelang perayaan Natal dan Tahun Baru (Nataru). Perayaan Natal di tanggal 25 ini biasanya sekaligus dengan hajatan pergantian akhir tahun masehi 31 Desember 2024. Beliau pun mengingatkan bahwa menjaga toleransi adalah bagian penting dari identitas bangsa Indonesia. Ia mengajak masyarakat supaya memanfaatkan momen Nataru ini sebagai waktu untuk memperkuat nilai-nilai kebersamaan (radarsampit.jawapos.com, 15/12/2024).
Selain itu, tak hanya ajakan dari Menteri Agama, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi pun menghimbau masyarakat agar tetap bersikap toleran dan menjaga kerukunan. Kerja sama antara pemerintah, aparat keamanan, dan warga diharapkan mampu menciptakan suasana yang aman dan damai selama perayaan Natal dan Tahun Baru di Kota Pahlawan (jawapos.com, 13/12/2024).
Toleransi adalah sikap positif yang baik untuk menjaga kerukunan, serta mencegah konflik dari masyarakat. Kata toleransi ini sering disampaikan khususnya kepada umat Islam. Bahkan, sepanjang perayaan Nataru alias Natal dan Tahun Baru ini. Seakan bagaimana sikap umat Islam terhadap perayaan Nataru menjadi tolak ukur seberapa jauh umat Islam bersikap toleran. Misalnya, umat Islam yang berpartisipasi dalam perayaan akan disebut sebagai umat Islam yang toleran, cinta damai dan sejenisnya. Sebaliknya, bila ada umat Islam yang tidak menghadiri atau tidak mengucapkan selamat Natal, maka dengan mudah umat Islam yang mengambil sikap demikian langsung dicap intoleran. Sedangkan, praktek toleransi dalam arti ikut berpartisipasi serta mengamalkan ajaran agama lain, sejatinya sikap tersebut bertentangan dengan keyakinan dan ajaran Islam.
Praktek toleransi seperti itu ditolak dengan tegas oleh Baginda Rasulullah saw. Ketika Rasulullah masih di Makkah, ada beberapa tokoh kafir Quraisy menemui baginda Nabi yang mulia. Mereka adalah Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin al-Muthalib dan Umayah bin Khalaf. Mereka menawarkan toleransi dan berkata kepada Baginda Nabi, "Wahai Muhammad, bagaimana kalau kami beribadah kepada Tuhanmu dan kalian (muslim) juga beribadah kepada Tuhan kami. Kita bertoleransi dalam segala permasalahan agama kita. Apabila ada sebagian dari ajaran agamamu yang lebih baik (menurut kami) dari tuntunan agama kami, kami akan amalkan hal itu. Sebaliknya, apabila ada dari ajaran kami yang lebih baik dari tuntunan agamamu, engkau juga harus mengamalkannya.” (Tafsir Al-Qurthubi, 14: 425).
Tawaran toleransi ini ditolak dengan tegas oleh Allah dan Rasul-Nya melalui turunnya surat Al Kafirun. Sebagaimana yang dijelaskan dalam kitab tafsirnya Al-Jamu Li Ahkam Al-Qur'an. Akan tetapi, seruan toleransi yang bertentangan dengan ajaran Islam malah kembali berulang. Hal ini disebabkan, tidak ada penjagaan dari negara atas keyakinan (akidah) umat. Negara yang menerapkan asas sekularisme tidak menjadikan apa yang sudah dicontohkan Rasulullah sebagai sumber aturan kehidupan.
Pada dasarnya, negara sekuler kapitalis mengusung ide-ide Barat. Asas ide-ide Barat sarat dengan prinsip kebebasan tanpa ikatan dengan aturan Allah dan Rasul-Nya. Padahal prinsip demikian bertolak belakang dengan keyakinan umat Islam. Akhirnya, masyarakat, terutama umat Islam tidak bisa memahami syariat toleransi dengan benar. Atas nama HAM sebagai pijakan dan ditambah masifnya kampanye moderasi beragama membuat umat makin jauh dari pemahaman toleransi yang lurus.
Inilah, bila negara diatur dengan sistem sekuler kapitalis. Negara dalam sistem ini tidak menjaga akidah umat Islam. Karena itu, sejatinya umat Islam membutuhkan adanya reminder. Umat Islam jangan sampai terkecoh dengan ide-ide yang datangnya dari Barat yang memang sengaja diaruskan kepada umat Islam termasuk pada momen Nataru setiap akhir tahun.
Sejatinya, umat Islam perlu waspada dan menjaga diri agar tetap dalam ketaatan pada Allah Subhana wa Ta'ala. Islam memiliki definisi yang jelas soal toleransi dan konsep yang jelas dalam interaksi dengan agama lain. Praktek toleransi yang diajarkan Rasulullah saw. yaitu bahwa umat Islam membiarkan umat nonmuslim melakukan peribadatannya tanpa perlu ikut berpartisipasi. Hal ini sebagaimana ditegaskan di dalam Al-Qur'an surat Al Kafirun.
Oleh karena itu, toleransi tidak boleh kebablasan. Toleransi dengan orang nonmuslim tidak boleh mengurangi keyakinan Islam sebagai satu-satunya agama yang benar (yang lain salah) dan satu-satunya jalan keselamatan di akhirat (yang lain tidak) sebagaimana ditegaskan di surat Ali- Imran ayat 19.
Toleransi dilakukan dengan tidak memaksa non-muslim untuk meyakini Islam berdasarkan Al-Qur'an surat Al Baqarah ayat 256. Mereka cukup didakwahi atau diajak masuk Islam. Jika menolak dibiarkan memeluk agama yang mereka yakini. Toleransi tidak boleh mengurangi keyakinan bahwa penerapan syariat Islam secara sempurna akan memberikan rahmat bagi seluruh umat manusia di dunia baik itu muslim maupun non-muslim. Hal itu berdasarkan Al-Qur'an surah Al Anbiya ayat 107.
Meski demikian, Islam sepanjang sejarahnya, membolehkan umat Islam bermuamalah dengan non-muslim, seperti jual beli, sewa-menyewa, ajar-mengajar dalam sains dan teknologi, dan lain-lain.
Ajaran Islam juga memerintahkan agar umat Islam berbuat baik dan berperilaku baik terhadap nonmuslim atau ajaran agama lain berdasarkan Al-Qur'an Surat Al Mumtahanah ayat 8.
Inilah toleransi syar'i yang diajarkan oleh Baginda Nabi yang mulia. Sejatinya, toleransi yang diajarkan Baginda Nabi saw., akan menjaga kemurnian keyakinan (akidah) umat Islam dari ide-ide Barat, seperti pluralisme, moderasi beragama, dan sejenisnya. Selain itu, praktek toleransi syar'i akan menjaga keharmonisan hidup bermasyarakat. Hanya saja perlu dipahami, toleransi syar'i bukan sekadar amalan individu dan masyarakat, melainkan amalan yang harus dilakukan oleh negara. Dan negara yang bisa melakukannya hanyalah negara dalam kepemimpinan Islam, yakni Khil4f4h. Dalam tata aturannya negara dalam sistem ini menerapkan Islam secara keseluruhan. Terbukti selama sistem Islam berkuasa hingga 1300 tahun lamanya kerukunan antar umat beragama saling terjaga tanpa mencederai keyakinan umat Islam. Wallahualam. [Ay]
Baca juga:

0 Comments: