Headlines
Loading...
Bencana Merata, Saatnya Menata Hidup dengan Islam Kafah

Bencana Merata, Saatnya Menata Hidup dengan Islam Kafah

Oleh. Artatiah Achmad 
 
SSCQMedia.Com- Allah Swt. berfirman di dalam surah Ar-Rum ayat 41 “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali ke jalan yang benar.” 
 
Benar kiranya apa yang telah disampaikan oleh pencipta kita, Allah Swt. bahwa kerusakan yang terjadi di darat dan di laut salah satunya karena ulah tangan manusia. Lihatlah yang terjadi baru-baru ini di sejumlah daerah di Indonesia. Bencana banjir dan longsor terjadi di mana-mana. Pada hari Selasa, 3 Desember 2024 telah terjadi banjir dan longsor di Kabupaten Sukabumi. Selain di Sukabumi, bencana banjir juga terjadi di Desa Tempuran, Mojokerto, di Pandeglang, Banten, serta beberapa daerah di Jakarta, Bekasi dan wilayah lainnya. 
 
Dilansir dari laman berita genpi.co (17-12-2024), berdasarkan penelitian organisasi Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, selain karena fenomena alam, pemicu bencana banjir dan longsor di Sukabumi karena adanya aktivitas tambang. Sebanyak 3 perusahaan tambang diduga terlibat tindak pidana terhadap lingkungan.
 
Sebelumnya, dilansir dari laman berita Antara (19-11-2924) berdasarkan hasil asesmen Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat menunjukkan  sebanyak 3.657 kepala keluarga di wilayah pesisir Utara Kabupaten Bekasi terdampak bencana banjir rob. 

Sedangkan banjir rob yang melanda wilayah Jakarta Utara selain karena fenomena pasang air laut maksimum secara bersamaan dengan fase bulan baru, ada juga indikasi karena pembangunan tanggul pantai yang belum rampung (balpos.com,18-06-2024). 

Akibat Keserakahan Manusia 
 
Bencana banjir di negeri ini kerap terjadi. Selain karena faktor alam, bencana banjir terjadi karena ketamakan manusia yang tidak bertanggung jawab. Alih-alih menjaga kelestarian alam, perilaku tamak dari manusia telah mencederai tugas manusia sebagai khalifah pengelola bumi. 
 
Menjaga kelestarian alam merupakan kewajiban semua pihak. Namun, pemerintah sebagai penguasa sangat berperan penting dalam melakukan pengaturan, pengawasan, serta edukasi kepada masyarakat sehingga mereka tidak melakukan tindakan perusakan alam. Menjadi pertanyaan besar ketika kita menyaksikan mengapa di negeri ini masih banyak perusahaan tambang yang bisa berdiri tegak, bebas mengeksploitasi alam padahal jelas-jelas melanggar perizinan dan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan? Siapa yang paling berperan dalam perkara ini kalau bukan pemegang kebijakan yang mengatur perizinan?.

Alih-alih menjadi solusi jitu dalam mengatasi banjir serta kerusakan lingkungan lainnya,  kebijakan pemerintah justru kerap beraroma kapitalis yang lebih mengutamakan kepentingan ekonomi semata. Kita perlu mengkaji ulang rencana proyek infrastruktur membangun tanggul raksasa pantai utara Jawa yang membentang dari Jakarta sampai Gresik, Jawa Timur. 

Proyek mega infrastruktur ini disoroti oleh Menteri Kelautan dan Perikanan, Sakti Wahyu Trenggono.  Bahkan ditolak tegas Wahana Lingkungan Hidup (Walhi). Trenggono berpesan dalam pembangunan tanggul raksasa ini harus memerhatikan aspek ekologi. Kehidupan mangrove di ekosistem pesisir harus tetap dijaga. Pembangunan tanggul raksasa yang tidak diberi kanal-kanal akhirnya akan hancur juga. Sedangkan menurut Walhi, pembangunan tanggul laut dengan mereklamasi laut merupakan sesat pikir pembangunan. Akar persoalan kehancuran ekologis di pulau Jawa  selama ini terjadi karena adanya eksploitasi untuk kepentingan industri ekstraktif darat, pesisir, pulau kecil, dan laut.

Adapun dari aspek pembiayaan, selama ini proyek infrastruktur negara lagi-lagi mengandalkan skema utang luar negeri. Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra, Hashim Djojohadikusumo mengungkapkan bahwa pembangunan tanggul laut raksasa digadang-gadang dapat melindungi kawasan pesisir pantai utara Jawa dari potensi banjir. Mega proyek tersebut dilakukan dengan partnership, kemitraan pemerintah dan swasta lokal maupun asing. Dana yang dibutuhkan diperkirakan sebesar Rp778-934 triliun (sindonews.com, 9-9-2024).

Instrumen menggunakan skema utang luar negeri untuk pembiayaan pembangunan nasional bukan pilihan tepat. Di dalam jurnal Arajang (Jurnal Ilmu Sosial Politik) Volume 5. No 2, 2022 menyatakan bahwa Maitra, B (2019) berpendapat "Akumulasi utang publik di Sri Lanka melebihi 100% dari produk domestik bruto (PDB) akhir 1980-an hingga awal 2000-an mengakibatkan kebangkrutan negara tersebut karena tidak dapat membayar utangnya. 

Sedangkan hasil kajian Ifeoma, Ezeabasili E. (2011) menunjukkan bahwa dengan berkurangnya utang luar negeri mampu merevitalisasi citra negara miskin menjadi negara kredibel, rajin, berdaulat, serta mampu memulihkan kepercayaan negara yang berpengaruh di kancah internasional.  Sebagai negara dengan potensi kekayaan alam, apakah Indonesia tidak mau keluar dari rantai gajah jeratan utang luar negeri?.

Islam Kafah Sebagai Solusi

Bencana berulang layak menjadi perhatian kita untuk muhasabah. Namun, kita tidak menutup mata bahwa bencana banjir dan longsor di Sukabumi atau banjir rob di Bekasi juga Jakarta karena bersifat sistematis. Padahal, bukankah hampir tiap tahun ada rekomendasi penanganan bencana? Artinya, diperlukan solusi mendasar yang menyentuh sisi posisi manusia sebagai makhluk ciptaan Allah Swt. yang Maha mengetahui apa yang terbaik untuk manusia dan alam semesta. 

Allah Swt. menurunkan syariat Islam sebagai solusi atas permasalahan manusia. Di dalam surah Al-A'raf ayat 96 disebutkan bahwa "Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."

Abainya penguasa mengurus urusan rakyatnya, serta solusi teknis yang ditawarkan tidak mampu menanggulangi bencana menjadi teguran keras bahwa sejatinya manusia yang sifatnya lemah dan terbatas seharusnya kembali kepada aturan penciptanya, yaitu aturan Islam. 

Rasulullah saw. bersabda "Sesungguhnya pemimpin adalah perisai, mereka berperang dari belakangnya dan merasa kuat dengannya" (HR Bukhari dan Muslim). Itulah tugas seorang pemimpin di dalam Islam, yakni menjadi garda terdepan pelindung rakyat serta memelihara seluruh kemaslahatannya.

Konsep kepemimpinan dalam Islam senantiasa memerhatikan rakyat serta kelestarian lingkungan. Di dalam Islam ada konsep konservasi yang biasa disebut hima. Rasulullah menyebutkan hima sebagai tempat menyenangkan. Tempat ini merupakan Padang rumput yang tidak boleh dimanfaatkan untuk menggembala ternak. Padang rumput maupun hutan lindung yang terjaga tentu menjadi daerah resapan air serta mampu menghindari risiko tanah longsor.

Pembangunan infrastuktur dalam Islam juga bervisi ibadah dalam rangka penghambatan kepada Allah Swt. Karena itu, pembangunan yang telah bertentangan dengan aturan Islam karena mengandalkan utang luar negeri yang ribawi juga menzalimi rakyat atau mendatangkan kerusakan lingkungan jelas tidak akan dilakukan. Alhasil, hanya satu kata untuk mendapatkan keberkahan di dunia dan akhirat, yaitu "Kembali menata hidup dengan Islam kafah." Wallahualam bissawab. [My]

Baca juga:

0 Comments: