Home
›
Straight News
Straight News
UIY: Rezim Jokowi Mewariskan Beban Utang yang Menggunung kepada Presiden Terpilih
Oleh. Ummu Fernand
Menanggapi masa transisi pemerintah dari rezim lama, rezim Jokowi, menuju pemerintahan baru yang dipimpin oleh presiden terpilih, Prabowo Subianto, Cendekiawan Muslim, Ustaz k Yusanto (UIY) mengatakan bahwa pemerintah yang lama mewariskan beban utang yang menggunung kepada pemerintah yang baru.
"Yang pertama, saya kira yang paling menonjol adalah utang yang menggunung. Disebut-sebut ini sudah hampir 9.000 triliun, bahkan dari sumber lain disebutkan sebenarnya sampai 12.000 triliun," ungkapnya dalam program Fokus To The Point: Nasihat Penting untuk Presiden Terpilih, Prabowo!" Jum'at, 4-10-2024, di kanal YouTube UIY Official.
Dan yang pasti, lanjutnya, utang ini akan membebani APBN. Di dalam RAPBN 2025, disebutkan bahwa pembayaran cicilan utang dan bunga itu hampir 800 triliun. Itu artinya, sudah mungkin seperlima atau bahkan seperempat dari APBN.
"Untuk membayar utang itu pasti akan menggerus alokasi pembiayaan sektor lain. Entah itu sektor pendidikan, insfratruktur, dan sebagainya," ujarnya kemudian.
Menurutnya hal ini akan menjadi tantangan besar, dan pasti ini akan ditutup dengan kemungkinannya menambah utang baru. Atau yang kedua, usaha untuk menaikkan pajak. Pasti yang akan kena adalah rakyat. Karena jika pajak itu dikenakan kepada pengusaha, maka pengusaha nanti akan mengalihkan pajak itu kepada konsumen, kepada harga dari barang dan jasa.
"PPN sudah naik menjadi 12 persen, itu juga kena lagi kepada konsumen. Belum lagi ada rencana penambahan potongan selain BPJS, ada Tapera dan ada pungutan baru. Meskipun itu belum jelas, tetapi biasanya setiap rencana yang menyangkut pungutan itu akan selalu diteruskan atau dilanjutkan," kritiknya.
"Sementara kita tahu, bahwa ekonomi dunia saat ini tidak sedang baik-baik saja. Dan itu tampak dari makin banyaknya perusahaan-perusahaan yang gulung tikar, lalu berefek kepada PHK. Pada bulan Juli-Agustus, ada lebih dari 40.000 PHK yang tentu saja akan menambah jumlah pengangguran," urainya. Itu artinya, juga makin sedikit kemungkinan pemerintah bisa mendapatkan sumber pajak baru.
"Dan ini saya kira akan membayangi pemerintah baru, betapa sulitnya memasuki tahun pertama. Pemerintah itu dalam keadaan ekonomi yang sebegitu rupa," bebernya.
Banyak Persoalan yang Membebani Presiden Terpilih
Berkaitan dengan proyek-proyek yang masih simpang-siur, semisal pembangunan IKN yang membebani keuangan negara, ia menyatakan bahwa secara komitmen presiden terpilih mengatakan akan melanjutkan. Tetapi pasti akan realistik bahwa ruang fisikal yang didapatkan pada masa pemerintahannya itu tidaklah selonggar sebelumnya. Makanya disebutkan hanya bisa mengalokasikan 15 triliun, bahkan mungkin kurang.
"Kalau itu yang terjadi, bisa kita perkirakan IKN ini akan, kalau tidak disebut _mangkrak_, ya akan sangat lambat perkembangannya. Dan itu menjadi tidak mudah untuk segera memindahkan ibukota ke IKN," jelasnya. Artinya, makin lama IKN berfungsi, maka makin besar kemungkinannya untuk mangkrak. Sebagaimana yang selama ini dikhawatirkan oleh sebagian masyarakat.
Kasus Pelanggaran HAM
Adapun terkait dengan kasus-kasus pelanggaran HAM, seperti KM-50 yang sampai saat ini belum jelas penyelesaiannya, ia menuturkan bahwa ada persoalan-persoalan yang akan membebani presiden terpilih, Prabowo. Selain pelanggaran HAM, ada persoalan keterbelahan publik yang selama ini dipaksakan. Dan yang paling berbahaya sebenarnya adalah pembelahan karena penyebutan. Apa yang disebut dengan narasi radikalisme dan moderasi, menurutnya harus segera diakhiri. Sebab, kalau hal itu terus dilanjutkan maka akan sangat berat.
"Problem ekonomi bisa diatasi dengan pendekatan ekonomi, tetapi kalau problem sosial itu bisa implikasinya ke ekonomi, politik, dan yang lainnya," paparnya.
Dalam pandangannya, hal yang mungkin tidak akan mudah untuk diatasi adalah suasana koruptif yang sudah mengakar begitu rupa di masa pemerintahan hari ini. Koruptif yang membuat banyak sekali sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh segelintir orang, dan ini akan menjadi tantangan tersendiri. Karena ketika mereka memiliki kekuatan ekonomi, biasanya akan berusaha untuk membangun kekuatan politik, bahkan kekuatan sosial. Dan kalau hal itu tidak diatasi, maka akan menjadi ancaman bagi birokrasi dan kohesivitas sosial politik di masa yang akan datang.
Harus Membangun Hubungan yang Lebih Bersahabat dengan Islam dan Gerakan Islam
Pada kesempatan tersebut ia juga menyoroti bagaimana seharusnya sikap presiden terpilih terhadap isu-isu syariat Islam dan perjuangan kaum muslim. Dari apa yang sering dibaca atau yang didengarnya, bahwa presiden terpilih, Prabowo Subianto, tidak punya catatan membenci atau menyerang Islam dan gerakan Islam.
"Jika benar seperti itu, saya kira ini menjadi bekal penting untuk membangun sebuah suasana baru yang selama ini sudah begitu hancur-hancuran karena adanya narasi radikal, moderat, dan sebagainya. Yaitu membangun suatu hubungan yang lebih bersahabat dengan Islam dan gerakan Islam," ulasnya. Menurutnya hal itu sangat penting, karena sejarah sudah mengajarkan kepada kita bahwa tidak pernah ada rezim yang berhasil melawan Islam.
"Kita melihat bagaimana Bung Karno dulu begitu endorse terhadap partai komunis, dia bahkan membubarkan Masyumi, dan akhirnya dia tumbang. Kemudian pak Harto melakukan hal yang sama, akhirnya juga tumbang. Lalu 10 tahun Jokowi juga melakukan hal itu, dan ternyata tidak juga membuahkan sesuatu yang bagus," terangnya.
Karena itu, sambungnya, tentu hal ini tidak boleh lagi dilakukan. Dan mestinya bisa lebih berisi terhadap gagasan-gagasan Islam yang ingin membawa Islam itu kepada kehidupan riil di tengah-tengah masyarakat melalui penerapan syariah.
Ia pun menegaskan bahwa hal ini sangat penting, supaya bangsa ini bisa melihat prespektif secara lebih luas, lebih lapang, lebih objektif, sekaligus juga menemukan alternatif-alternatif yang baik. Yang diyakini pasti baik di tengah-tengah kemandegan sosialisme, bahkan kemunduran dan kehancurannya. Serta ketidakmampuan kapitalisme dalam menjawab berbagai tantangan kehidupan. Kemana lagi kita akan mencari alternatif bila tidak kepada Islam?
"Dan saya kira presiden terpilih harus membuka itu. Karena itulah maka kecurigaan yang ditimbulkan oleh pembentukan narasi yang tidak proporsional, yang tidak pada tempatnya seperti moderat, radikal, itu harus dihilangkan terlebih dahulu," imbuhnya. Misalnya dengan membangun sebuah kerukunan nasional atau apapun itu namanya. Sehingga rezim yang baru nanti akan membuka lembaran baru, membangun hubungan yang lebih ramah dengan berbagai komponen umat yang ada.
"Dan itu penting sekali untuk Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia adalah muslim. Saya kira umat Islam dan Islamnya itu harus menjadi modal dasar yang utama bagi bangunan bangsa dan negara ini ke depan," pungkasnya.[]
Baca juga:

0 Comments: