Kisah Inspiratif
Ramadanku di Tengah Hiruk-pikuk
Oleh. Elia Hidayat
Sebagai seorang ibu yang kini hidup merantau di ujung Nusantara, perbedaan budaya dan kebiasaan sangatlah aku rasakan, terutama dari segi masakan.
Dahulu aku tinggal di kota kembang yang dikenal lengkap dengan aneka kulinernya. Beraneka ragam kuliner seolah ada dan tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah. Kini, aku tinggal di sebuah desa di ujung Sumatera, keragaman kulinernya tentu tidak sebanyak di kota besar. Sebut saja primadona kuliner yang tersedia berdasarkan bahan dasar yang digunakan, akan berbeda dengan kebiasaan di kota lainnya terutama kota besar yang sudah banyak masuk barang-barang komoditi yang tentu saja banyak pilihan yang bisa dipilih.
Kota kembang terkenal dengan bahan kulinernya, hampir semuanya terbuat dari aci alias tepung kanji. Sementara kalau di tempat perantauanku, aci disebut dengan tepung prancis, hehe ini sebutan lidah aku sih sebenarnya bukan prancis tapi prancih. Di sini tepung yang lebih popular dibuat untuk kuliner khasnya adalah tepung beras atau tepung bareh. Bahan tepung yang satu ini bisa disulap menjadi aneka sajian tradisional yang sangat diminati hampir oleh semua kalangan. Selain itu, makanan khas di kota kecil ini ada yang dinamakan sala bulek. Bahan utamanya tepung beras.
Namun, bukan hal itu saja yang menjadi fokus pikiranku kali ini. Di tengah hiruk-pikuk Ramadan tahun ini, ada hal-hal yang menggelitik dan perlu direnungkan. Contoh, perbedaan umum pada saat Ramadan adalah konsumsi jenis makanan dan minuman ketika sahur dan berbuka, kegiatan tarawih, kegiatan bakti sosial, tadarus, iktikaf dan tentunya pasar Ramadan.
Hmm ..., dari semua kegiatan di bulan suci Ramadan yang seabreg itu ternyata ada beberapa yang mencolok dirasa semakin hambar rasanya. Sebut saja, kegiatan tarawih. Dulu, suasana salat tarawih itu terasa amat syahdu, tetapi makin ke sini kok diramaikan dengan hiruk-pikuk pedagang kaki lima. Mereka ada di setiap pojok masjid atau surau. Ramai anak-anak yang hilir-mudik membeli. Aku tidak bermaksud untuk menyalahkan pedagang atau pembeli, tetapi harus diakui suasana di dalam barisan salat tidak lagi serapi dan sebanyak yang sedang antre di sekitar para pedagang cilok atau bakso bakar.
Anak-anak usia dini sampai usia remaja, sibuk nongkrong di luar area masjid. Kalau kita tegur pasti ada yang merasa tidak enak, katanya ini hak asasi manusia. Nanti yang menegur malah yang kena batunya. Ah, apakah karena alasan ini orang tua atau tetua yang lain tidak ada lagi berani untuk menegur mereka?
Eits, tunggu. Sebenarnya masih banyak lagi faktor yang membuat suasana yang syahdu itu kini hampir lenyap. Ternyata suasana kebersamaan saat sahur dan berbuka puasa pun, sudah tidak lagi dirasakan oleh setiap keluarga. Pasalnya, momen berbuka puasa kini lebih banyak dihabiskan dengan kolega. Baik dari grup arisan, grup parsel, grup lansia, grup karaokean, dan grup-grup lainnya. Mulai dari anak TK sampai mahasiswa sudah punya jadwal buka bersama jauh hari sebelum Ramadan dimulai. Terang saja kaum ibu yang tidak ikut jadwal buka bersama ibarat lagu. "Masak-masak sendiri, makan-makan sendiri ..."
Hal ini menunjukkan makin hilangnya keharmonisan keluarga dikarenakan jadwal buka bersama di luar yang padat. Salat tarawih dan salat Isya sudah tidak pada waktunya lagi, atau mungkin sampai tak lagi dikerjakan. Astagfirullah. Ini pengalamanku dulu, ya.
Tetapi pada tahun ini aku berkomitmen untuk berani bilang kalau aku tidak bisa ikut bukber A, B, C dan D. Aku sudah sadar kalau semua jadwal itu menyilaukan dan membuat aku dilema. Aku tidak lagi merasakan nikmatnya bulan suci Ramadan dan bulan diskon pahala besar-besaran, aku bertekad mengambil pilihan semakin mendekatkan diri pada Sang Khalik.
Alhamdulillah aku kini tidak lagi menghadiri bukber A,B,C,D bahkan sampai Z. Kuberanikan diri untuk membatalkan semua jadwal itu. Aku ingin merasakan keheningan dan kesyahduan berdekatan dengan sang pemberi diskon pahala di Ramadan ini, meski di luaran sana banyak sekali hiruk-pikuk yang ingin menggagalkan keheningan dan kesyahduan saat-saat berdekatan dengan-Nya.
Aku dan para pencinta hijrah akan berusaha menggenggam erat komitmen tersebut. Insyaallah.
Baca juga:

0 Comments: