Headlines
Loading...
FOMO Dianggap Trendi, Hidup Semakin Tak Terkendali

FOMO Dianggap Trendi, Hidup Semakin Tak Terkendali

Oleh. Nenik Yuningsih, S. Ag 
(Aktivis Dakwah dan Pegiat Literasi)

Arus teknologi yang semakin laju, membuat setiap orang mampu untuk menjangkau banyak informasi. Sayangnya, kemudahan dalam menjangkau informasi tidak hanya menghasilkan dampak positif saja. Sebagian besar informasi justru mampu menjadi banjir bandang yang tak terkendali. Menyeret berbagai dampak negatif bagi generasi.

Gejala FOMO (fear of missing out) muncul dan menjangkiti banyak orang akhir-akhir ini. Gejalanya terlihat ketika seseorang tidak ingin ketinggalan dan tidak mau sendirian. Rasa ingin terus diperhatikan. Dan ingin mendapat pengakuan bahwa seseorang bisa mengikuti tren atau perkembangan zaman.
Devie Rahmawati seorang pengamat sosial mengatakan, bahwa FOMO dapat menyebabkan dampak buruk. Kalau kemudian, segala cara digunakan untuk mengejar perhatian tanpa melihat lagi tolok ukur kebenaran (Kompas.com, 21 september 2024).

Demam Labubu yang terjadi belakangan ini adalah salah satu contoh adanya fenomena FOMO. Setelah Lisa, idol K-pop BLACKPINK mengunggah videonya yang sedang memeluk boneka tersebut di media sosial, boneka Labubu menjadi begitu viral. Hal ini menumbuhkan persepsi baru di kalangan banyak orang. Bahwa memiliki Labubu berarti mampu mengikuti tren yang dipopulerkan tokoh terkenal. Menurut Syamsiah Dosen sosiologi FISIP Unair, pembelian produk viral bukan sekadar soal pemenuhan kebutuhan individu. Namun, bagaimana seseorang terlihat relevan di mata lingkungan sosialnya. Dengan begitu, terjadilah fenomena FOMO (Jawa pos, 13 Oktober 2024).

Gejala FOMO juga dapat menimbulkan perilaku narsistik. Seseorang dengan gejala FOMO pasti akan merasa memiliki status dan harga diri yang naik. Yang kemudian akan berusaha agar selalu mendapatkan pujian. Apapun dilakukan supaya dirinya lebih menonjol dari orang lain. Meski pun harus berurusan dengan pinjol misalnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), memberikan data bahwa penyumbang utama kredit macet pinjaman online (pinjol) adalah generasi milenial dan gen Z. Pada Juli 2024, tingkat kredit macet lebih dari 90 hari atau tingkat wanprestasi 90 hari (TWP90) di perusahaan pinjol atau peer to peer (P2P) lending mencapai sebesar 2,53 persen (Kompas.com, 11 Oktober 2024).

Sementara itu, harga boneka yang sedang naik daun ini tidaklah ramah kantong. Berdasarkan data yang didapatkan dari situs resmi Pop Mart, harga boneka Labubu dimulai dari 65,9 dolar Amerika serikat (AS) atau setara dengan 999,638 rupiah. Dengan harga termahal senilai 167,90 dolar AS atau setara dengan 2,5 jutaan rupiah. Ini baru harga bonekanya saja, belum lagi harga aksesoris pendukungnya yang bisa mencapai harga 14,3 jutaan rupiah (Kompas.Com, 20 september 2024).

Demi mengikuti tren, perilaku konsumtif dan hedonis pun muncul dalam diri seseorang. Sesuatu akan tetap dibeli meski pun bukan karena asas kebutuhan dan manfaat. Semua kalangan, baik yang ekonomi atas, pertengahan atau pun bawah akan berusaha untuk memenuhi gaya hidupnya. Meski pun harus dengan menumpuk hutang. Yang terpenting diri merasa tak tertinggal zaman.

Nyatanya, di saat sekarang, layanan jasa pinjam keuangan tersebar di mana-mana. Bahkan, hanya dengan diam di rumah saja, masyarakat dengan mudah mendapatkan pinjaman berapa pun nilainya. Bukan karena untuk memenuhi kebutuhan pokok, tapi untuk memuaskan gaya hidup saja. Pada akhirnya, kestabilan finansial pun ikut goyang.

Sebenarnya fenomena FOMO ini bisa saja tidak membawa konotasi yang negatif apabila FOMO ditempatkan pada situasi yang tepat. Kalau FOMO kita maknai sebagai adanya rasa tak ingin ketinggalan zaman, justru ini adalah suatu kebaikan. FOMO bisa dikatakan sebagai adanya naluri eksistensi diri yang dimiliki oleh setiap orang. Ketika seseorang merasa harus selalu mengikuti perkembangan zaman, itu berarti akan ada usaha untuk selalu mencari tahu dan juga belajar. Sayangnya dalam faktanya, FOMO justru menjadi bencana yang menenggelamkan generasi.

Generasi yang seharusnya mampu untuk berprestasi, tapi malah berlomba-lomba mencari sensasi. Generasi yang seharusnya menjadi pelopor tapi malah menjadi pengekor. Ini adalah akibat dari rusaknya tatanan kehidupan. Standar baik buruk yang dipakai bukan lagi dari Sang Pencipta. Melainkan standar dari manusia yang lemah.

Sistem kapitalis sekuler telah nyata membawa malapetaka bagi generasi. Prestasi dan akhlak tak lagi dirasa penting. Generasi berlomba-lomba untuk kelihatan trendi, hinga hidupnya pun goyang tak terkendali. Inilah kebobrokan sistem buatan manusia. Ketika kehidupan dipisahkan dari agama, semua dinilai hanya dari materi saja.

Maka tak heran jika kita lihat generasi Islam sekarang sangatlah jauh dari aturan. Islam hanya dijadikan sebagai status agama saja tanpa mengadopsi apa-apa yang disyariatkan. Padahal, di dalam Islam aturan tatanan kehidupan sangatlah sempurna. Bukan hanya tentang ritual ibadah saja, tapi juga bagaimana manusia melakukan setiap aktivitas hidupnya.

Betapa sulitnya hidup di negara dengan sistem kapitalis sekuler. kebobrokan bertebaran di mana-mana. Generasi pun ikut terpedaya dengan racun yang bermerk madu. Tampak mengobati, tapi justru yang menyebabkan cepat mati. Tampak baik dan menyejahterakan, namun justru diam-diam menyeret pada jurang kehancuran.

Negara yang seharusnya menjadi ibu kandung bagi generasi. Justru menjadi ibu yang kejam, yang membunuh secara perlahan. Bagaimana generasi bisa dipersiapkan untuk masa depan cemerlang, jika makanan yang dihidangkan sang ibu justru membuat semua keracunan. Negara seharusnya mampu menjadi tameng bagi semua rakyatnya. Mampu melindungi dari setiap sisi hidupnya. Hanya dalam negara Islam, generasi akan selalu diberikan suplemen untuk mendulang prestasi. Bukan berupa sensasi untuk mencapai eksistensi. Rakyat akan mampu menjadi generasi yang cemerlang. Yang memberikan manfaat untuk banyak orang.

Generasi cemerlang tidak akan terbentuk dengan peradaban yang rusak. Generasi cemerlang hanya lahir dari peradaban gemilang. Generasi cemerlang adalah generasi yang menjadikan Islam sebagai pedoman kehidupan. Dalam Islam generasi akan dibina dengan serius. Memadukan antara keimanan dengan ilmu kehidupan sehingga lahirlah generasi yang berkarakter dan berkepribadian islam. Semua itu akan berpengaruh besar dalam setiap amal perbuatan. Hanya dengan Islam generasi akan terselamatkan.

Tak akan ada lagi fenomena FOMO,  ingin terlihat trendi tapi hidup tak terkendali. Dalam Islam generasi tak akan mencari sensasi, tapi akan menebar prestasi. Begitulah indahnya, jika hidup dengan sistem Islam. Aturan yang langsung datang dari Sang Pencipta. [Ay]

Baca juga:

0 Comments: