Headlines
Loading...
Challenge Motivasi
 
Oleh. Eka Suryati 

Aku memiliki seorang adik, namanya Rama Satria. Nama itu diambil dari kata "kesatria". Waktu itu kedua orang tuaku berharap, ketika besar, adikku menjadi orang yang gagah berani, berani membela kebenaran, berani membela orang yang lemah. Namun takdir berkata lain, ia kini telah tiada. Sedari kecil ia telah dipanggil oleh Allah, menyisakan rasa sedih di hati Mama. Adikku dipanggil oleh Allah saat ia berumur 9 bulan, sedang lucu-lucunya. Namun Mama harus merelakan, mengikhlaskan karena Mama sadar bahwa adikku itu memang bukan miliknya, hanya sebuah amanah yang dititipkan Allah kepada mereka, kedua orang tuaku. Papa juga dengan sangat legowo, bersifat kesatria, menerima semua takdir Allah yang terjadi dalam hidupnya.

Aku juga pernah tinggal di sebuah komplek asrama, Asrama Kodim 0412 namanya. Tempat tinggalku itu berada di Jalan Kesatria. Setiap kali melintasi jalan itu ada yang kupikirkan, mengapa jalan ini bernama Jalan Kesatria ya? Apakah karena ada hubungannya dengan markas atau asrama yang ditempati para tentara, entahlah aku tak tahu. Yang pasti, setiap ingat kata kesatria, aku membayangkan seorang laki-laki yang gagah perkasa, berani melawan musuh-musuhnya demi menegakkan kebenaran dan keadilan. Ahai, itu pemikiran dulu, saat belum terlalu memahami Islam, kala kecil dan sering menonton film kolosal. Kalau sekarang ya tidak lagi dong, sebab di balik drama laga yang ditonton dan memperlihatkan sifat kesatria seorang tokoh, ternyata banyak sisipan hal-hal yang kurang baik, bertentangan dengan akidah Islam. Bagaimana tidak, karena sang tokoh digambarkan memiliki tenaga dalam, yang dengan mengheningkan cipta sejenak ia akan mengeluarkan seberkas sinar, lalu robohlah musuh-musuhnya. Banyak sisipan kemusyrikan yang tanpa kita sadari terekam di pikiran kita. Lalu kita seakan memercayai bahwa seorang kesatria itu, ya seperti itu, seperti yang digambarkan dalam cerita-cerita kolosal tempo dulu. Belum lagi banyak hal berbau takhayul yang menjadi bumbu dan jalan ceritanya. 

Kesatria pertama dalam kehidupan seorang anak adalah ayahnya. Ayah adalah sosok yang bertanggung jawab untuk memimpin keluarga, memberikan nafkah bagi keluarga, mendidik anak-anaknya dengan penuh cinta. Ayah adalah orang yang akan memastikan bahwa keluarganya telah merasakan rasa aman. Ayah itu sosok yang bertanggung jawab, tanggung jawab seorang ayah kepada anak-anaknya bukan hanya tanggung jawab dunia, namun sampai ke akhirat tanggung jawab itu dilakukan bagi anak-anaknya. Karena itulah sebagai seorang anak, jangan sampai kesatria hidup kita bersedih hati, karena harus mempertanggungjawabkan perbuatan dosa anak-anaknya kelak. Bantu ayah kita agar bisa masuk surga, dengan cara menjadi anak-anak yang saleh dan saleha. Apalagi sebagai anak perempuan, pertanggungjawaban seorang ayah lebih berat lagi terhadapnya. Terbuka auratnya saja, dosanya itu akan menyeret ayahnya ke neraka, astagfirullah, jangan ya, jangan biarkan ayah kita menanggung dosa kita, apalagi kalau dosa yang kita perbuat adalah dosa jariyah, makin sedih ayah kita di akhirat kelak.

Rasulullah saw. bersabda:
"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya dan demikian juga seorang pria adalah seorang pemimpin bagi keluarganya dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhari, Nomor 2278).

Sebagai pemimpin, ayah harus mempertanggungjawabkan dosa-dosa yang dilakukan oleh orang-orang yang dipimpinnya. Aku berdoa, agar bisa menjadi perantara seorang ayah masuk surga, dengan cara menjadi wanita saleha. Kesalehan anak wanita akan membuat ayahnya tersenyum, karena membuat ia bahagia kelak di alam sana.

Kesatria berikutnya dalam kehidupan adalah suami, ya suami itu kesatria dalam kehidupan nyata, tak perlu seorang Brama Kumbara, tak perlu Zoro atau juga Sembara. Suami itu orang yang berani menghalalkan kita melalui pernikahan. Mereka berani meminta kita dari orang tua, untuk dicintai, dikasihi dengan cara yang benar, halal dan bertujuan mencari rida Allah. Terhadapnya kita harus patuh, taat kita pada suami dalam rangka taat pada Allah, kelak bisa menjadi hadiah terbaik yang kita bisa berikan untuk kedua orang tua kita. Suami harus dipatuhi karena ditangannya ada rida Allah. Tanggung jawab suami juga bukan hanya di dunia, namun sampai ke akhirat, ia harus mempertanggungjawabkan segala hal yang dilakukan oleh istrinya. Berat memang tanggung jawab kesatria yang satu ini, sebanding dengan kepatuhan kita kepadanya. 

Indahnya Islam mengatur hidup kita. Hak yang diminta sebanding dengan kewajiban yang harus dijalankan. Keseimbangan antara hak dan kewajiban memang merupakan ajaran Islam yang sangat sesuai dengan fitrah manusia. Islam ditakdirkan untuk menyempurnakan semua ajaran agama yang pernah ada di dunia ini. Melalui pedoman hidup, yaitu Al-Qur'an Islam bisa dipelajari dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Al-Qur'an sudah sangat lengkap untuk dijadikan arahan hidup agar selamat di dunia maupun di akhirat. 

Dan Islam hadir, tentu saja tidak ujug-ujug bisa sampai kepada kita manusia, terutama umat Islam. Ada kesatria hebat yang diutus Allah untuk menyampaikan risalah Islam. Amanah yang diembannya sangat berat, ia harus menjadi uswatun hasanah, rahmatan lil alamin. Siapakah dia? Ya, dia adalah Rasulullah, Muhammad saw. Pengorbanan beliau untuk Islam, sungguh sulit untuk dirangkai dalam kalimat. Jangankan kita manusia, Allah saja memuji akhlak kesatria utama dalam kehidupan di dunia ini. Kesatria mana yang berani mempertanggungjawabkan umatnya, yang memikirkan kehidupan dunia dan akhirat umat yang dipimpinnya. Hanya Nabi Muhammad saw. yang mau dan bisa melakukannya. Berbahagialah kita umat Islam memiliki Rasulullah saw. Untuk itu, tirulah Rasulullah, karena mencintai Allah, artinya kita harus mengikuti Rasulullah.

Kotabumi, 19 Agustus 2024. [An]

Baca juga:

0 Comments: