#storytelling
Mengenang Hijrah Rasulullah dalam Perjalananku Menuju Mekkah
Oleh. Lilik Yani
Menikmati perjalanan menuju kota suci Mekkah, melihat suasana perjalanan jadi terbawa pada kenangan ribuan tahun lalu saat baginda Rasulullah saw. hijrah. Jika kali ini jalan tampak sepi, dan medan cukup berat, bagaimana saat itu ya? Sungguh sebuah perjuangan yang harus dikenang sebagai sejarah dan disyukuri dalam bentuk ketaatan. Taat kepada Allah, Taat kepada Rasulullah Muhammad saw.
********
Perjalanan kami kali ini dari tanah suci Madinah menuju tanah suci berikutnya yaitu Makkah. Untuk melanjutkan rangkaian ibadah Umroh, memenuhi panggilan Allah untuk bersujud di baitullah.
Perjalanan dengan jarak cukup jauh sekitar 500 kilometer, dengan jarak tempuh menggunakan kendaraan kurang lebih 6 jam. Cukup lama dan melelahkan jika dibayangkan dengan akal. Apalagi medan yang lengang, jarang berpapasan dengan kendaraan lain. Itu berarti juga jarang bertemu orang.
Sebatas mata memandang, di kanan kiri jalan yang tampak hanyalah padang pasir nan luas, dan gunung baru. Tampak batu-batu besar, kecil, di atas gunung. Hingga teman-teman membayangkan, bagaimana kalau batu-batu itu menggelinding jatuh menimpa orang di bawahnya. Benar-benar mengkhawatirkan, karena posisi batu-batu berserakan, ada yang berada dalam kemiringan.
Sebatas arah pandangku, tak kutemukan ada orang yang lewat atau sedang aktivitas di daerah padang pasir seluas itu. Hingga bayangan jelek sempat melintas dalam pikiran, kalau misalnya bus ini rusak, minta tolong ke mana ya? Tidak ada bengkel, tidak ada rumah, bahkan hampir tidak ada orang lewat.
Kalau jalan di negeriku, apalagi Surabaya, kemacetan terjadi di mana-mana. Mobil segala merk tumpah ruah sepanjang jalan. Bahkan banyak yang hanya ditumpangi sendirian. Lebih cenderung memenuhi gaya hidup. Belum tentu membeli dari uang tabungan sendiri. Maksudnya banyak yang kredit atau cicilan bersinggungan dengan riba.
Dan orang-orang di negeriku banyak berseliweran di jalan. Ada keperluan atau hanya ingin cuci mata, mereka suka jalan-jalan. Pergaulan bebas laki perempuan sudah bukan hal aneh ada di jalan-jalan. Sementara di tanah suci, yang tampak di jalan hanyalah orang laki-laki. Kaum wanita lebih mulia kedudukannya, berada dalam rumah mendidik anak-anak dan keluarganya. Kaum perempuan Saudi Arabia bisa kita temukan dalam masjid untuk halaqah-halaqah ilmu agama. MasyaAllah.
Maka tak heran jika jalan-jalan sepi, apalagi jalan antara Madinah dan Makkah yang sangat lengang, padahal ini siang hari. Apalagi kalau malam ya. Tidak bisa membayangkan betapa sepi dan gelap suasananya.
//Terkenang Rasulullah saw. saat Hijrah//
Ketika berbagai cobaan dan ujian dakwah silih berganti dialami umat Islam. Rasulullah saw. memerintahkan kaum muslimin untuk segera berhijrah ke Yatsrib. Beliau memerintahkan para sahabat untuk berhijrah sendiri-sendiri atau berkelompok.
Mereka diperintah untuk berangkat lebih dulu. Karena Rasulullah saw tahu, yang dimusuhi kaum Quraisy adalah beliau, bukan umatnya. Setelah semua umat muslim berangkat hijrah ke Yatsrib (Madinah), maka Rasulullah saw baru menyusul setelah mendapat ijin dari Allah. Beliau ditemani sahabat setia Abu Bakar Siddiq.
Kaum Quraisy menyiapkan strategi untuk melakukan penangkapan terhadap Rasulullah saw. Namun rencana kaum quraisy diketahui oleh baginda Rasulullah saw. Oleh karena itu, untuk mengelabui kaum Quraisy, Rasulullah memutuskan akan menempuh jalan lain dari jalur yang biasa digunakan penduduk Makkah untuk menuju Madinah.
Bisa dibayangkan rute perjalanan yang umum saja begitu lengangnya. Sepanjang jalan hanyalah padang pasir nan luas, dan gunung bebatuan yang tandus. Apalagi kalau jalan yang ditempuh Rasulullah untuk menghindari kejaran musuh. Bisa-bisa lebih berat medannya. Lebih membutuhkan fisik yang prima.
Ya Allah, hanya membayangkan saja terasa sesak di dada. Sungguh perjuangan teramat berat. Apalagi mereka banyak yang berjalan kaki. Kalaupun naik kendaraan, yang ada hanyalah onta. Perlu fisik kuat untuk menaklukkan medan yang keras, gunung berbatuan dan padang pasir belantara.
Bisa dibayangkan, sulitnya mencari air untuk memenuhi kebutuhan. Bekal apa saja yang dibawa untuk memenuhi keperluan selama perjalanan? Mereka adalah para sahabat Rasul yang tangguh dan kuat imannya. Rela meninggalkan harta kekayaan demi mengikuti perintah Rasul untuk hijrah ke Madinah. Sungguh tanpa iman yang tangguh, mereka akan memilih harta kekayaan dan keluarganya.
Allah yang menguatkan iman di dadanya. Hingga mereka dikuatkan jiwanya untuk memilih Islam dan Rasulullah saw. Walau jalan terjal yang harus dilalui, mereka rela menjalani demi sebuah keimanan.
Bagaimana jika kita yang saat itu ditawarkan hijrah? Apakah kita rela berpayah-payah berjalan jauh dengan medan perjalanan yang berat, dengan meninggalkan rumah, keluarga, harta kekayaan? Sungguh merupakan pilihan yang berat jika keimanan dalam dada tidak kuat.
Itu jalan normal yang umum dilewati oleh penduduk Makkah ketika akan ke Madinah. Jalan yang pastinya lebih baik yang ada sekarang ini, yang kita lewati dengan naik bus mewah ber AC. Jika sekarang sebegitu lengangnya, apalagi saat itu ya. Bisa dibayangkan betapa sepinya. Apalagi perjalanan malam hari, karena kalau siang sangat panas maka para sahabat banyak yang memilih malam hari. Maka suasana akan semakin senyap saja. Lagi-lagi karena kekuatan iman yang membuat mereka bangkit, tekat dan semangatnya. MasyaAllah.
//Rasulullah Saw Memilih Rute Beda//
Demi menghindari kejaran musuh maka Rasulullah memilih jalan yang berbeda. Dengan harapan agar musuh, kafir Quraisy tidak bisa mengejarnya. Itu sebuah upaya agar mendapat keselamatan dan tidak terkejar lawan.
Padahal untuk hijrah ini, Abu Bakar sudah menyiapkan dua ekor unta bagus sebagai kendaraan yang akan dipergunakan Rasulullah Saw pada saat berhijrah. Yang mana hijrah ini dimaksudkan untuk menyelamatkan dakwah dan aqidah Islam serta kaum muslimin.
Demi sebuah tujuan dakwah itulah, Rasulullah saw memilih rute lain agar selamat dari kejaran kaum Quraisy yang kejam. Rute yang ditempuh Rasul adalah setelah keluar dari rumah beliau, jalan yang ditempuh adalah gua Tsur. Berjarak sekitar 6-7 kilometer di selatan Makkah. Sedangkan Madinah berada di sebelah utara Makkah. Langkah ini diambil untuk mengelabui kafir Quraisy di. Di gua Tsur Rasulullah dan Abu Bakar tinggal kurang lebih tiga hari.
Selanjutnya, beliau mengambil jalur ke arah Barat menuju Hudaibiyah. Arah sebelah timur desa Sarat. Kemudian menuju arah Madinah dan berhenti di sebuah kawasan di al-Jumum dekat wilayah Usfan. Lalu bergerak ke arah barat dan memutar ke perkampuangan Ummul Ma'bad dan berhenti di wilayah al-Juhfah.
Selanjutnya beliau menuju Thanniyat al-Murrah, dan seterusnya hingga tiba di Dzu Salam. Di sini beliau memutar ke arah barat sebelum meneruskan ke arah Madinah dan berhenti di daerah Quba. Di sinilah beliau mendirikan Masjid Quba, yaitu masjid pertama yang didirikan Rasulullah saw.
Setelah dari Quba, atau sekitar satu kilometer dari Quba, beliau bersama umat Islam lainnya, melaksanakan salat Jumat. Untuk memperingati peristiwa itu, dibangunlah masjid di lokasi ini disebut Masjid Jumat. Setelah itu barulah Rasulullah saw menuju Madinah.
Subhanallah, rute yang ditempuh Rasulullah saw semakin jauh karena harus berputar-putar dulu ke berbagai arah. Itu berarti medan yang dilalui semakin berat. Semua itu dilakukan Rasulullah sebagai bentuk upaya beliau demi menyelamatkan agama Islam. Semakin senyap dan semakin membutuhkan fisik dan keimanan yang tangguh.
Semua rela beliau lakukan karena beliau berharap agar ajaran Islam bisa tersebar ke seluruh umat di penjuru hidupnya. Hingga sekarang ajaran Islam bisa kita rasakan, menjadi cahaya yang menerangi kegelapan. Cahaya Islam bisa menerangi alam semesta. Meski musuh berupaya keras untuk memadamkan cahaya itu, tetapi Allah selalu melindunginya. Hingga cahaya itu tidak akan padam.
Sahabat muslimku, hatiku bergemuruh mengenang perjuangan Rasulullah saw dan para sahabat yang saat itu menjalankan perintah hijrah. Jika sekarang kami naik kendaraan mewah dari Madinah menuju Makkah melalui jalan yang halus mulus saja masih banyak yang mengeluh. Tidakkah mereka merasakan betapa Rasulullah saw dan para sahabat lebih merasakan derita itu?
Hingga kami diberhentikan di rest area, agar kami bisa istirahat sebentar sambil menikmati semilir angin menjelang senja. Angin cukup keras karena di padang belantara yang luas. Alhamdulillah, bisa meluruskan kaki sejenak. Jalan kecil seputar area sambil membeli camilan dan mie rebus panas.
Banyak teman jamaah yang turun dari bus, untuk menikmati senja yang indah. "Bapak ibu, silahkan menghabiskan uang sakunya. Ada banyak jajanan di sini, bisa menambah oleh-oleh lagi," canda Ustadz melihat para ibu sibuk mengelilingi para pedagang yang menawarkan dagangannya.
Banyak jamaah dari travel lain yang istirahat juga. Area semakin padat, maka jamaah kami memilih untuk kembali ke bus masing-masing melanjutkan perjalanan. Kata Ustaz, ini baru separo perjalanan. Jadi masih separo lagi? Ya, tidak apa-apa. Sudah separo perjalanan kita lewati. Bisa dibayangkan saat Rasul dan para sahabatnya, perlu berapa hari bisa mendapatkan separo perjalanan? MasyaAllah rasa syukur tak terkira atas nikmat Allah ini.
Betapa sangat dimanja kita, sebagai tamu Allah. Di mana-mana ada sajian yang lezat tanpa perlu mengeluarkan energi yang berat. Makan minum sudah disiapkan pihak travel. Pokoknya semua sudah disiapkan lengkap tanpa harus bekerja keras. Tugas kita hanya bersyukur dan mempergunakan nikmat Allah ini dengan sebaik mungkin. Tanpa keluh kesah, tanpa banyak menuntut.
Semoga perjalanan hijrah Rasulullah saw dan para sahabat, bisa menjadi renungan diri masing-masing. Hingga yang tersisa hanyalah bersyukur dan mengakui kekuasaan Allah. Dengan banyaknya syukur, semoga menjadi wasilah bagi kita untuk mendapat kemudahan beribadah dan segala urusan lainnya. InsyaAllah.
Wallahualam bissawab
Surabaya, 8 Juli 2024
Baca juga:

0 Comments: