Headlines
Loading...
Oleh. Artatiah Achmad

Suatu hari aku berbincang dengan ibuku yang biasa kupanggil dengan sebutan "Mamah." Kebetulan saat itu aku masih gadis belia. Aku belum merasakan bagaimana rasanya melahirkan. "Mah, bagaimana rasanya melahirkanku?"  Sambil tersenyum Mamah mengatakan bahwa proses melahirkanku termasuk mudah, "Ya begitulah, nak. Rasanya tak jauh berbeda dengan buang hajat. Kelak, kamu insyaallah akan merasakannya." 

Masih belum puas, aku mencari jawaban tentang rasa sakit akibat melahirkan. Ternyata dari beberapa literatur yang kudapatkan saat itu menyebutkan bahwa melahirkan itu sangat sakit. Sekarang sebagai wanita yang sudah enam kali melahirkan, tak perlu ditanya lagi bagaimana rasanya melahirkan. No debat, sakit luar biasa! Sudah tahu sakit, tetapi mengapa tidak kapok?

Mamah yang kucintai karena Allah, terima kasih telah rida melahirkanku ke dunia ini. Meski sakit luar biasa, tak pernah sekalipun kulihat Kau mengeluh saat mengurusku dan keenam saudariku. Bapak pernah bilang Kau wanita tangguh yang tidak suka mengeluh. Kau mampu menahan beratnya beban hidup. 

Mamah, sekarang kutahu bagaimana rasa sakit saat melahirkan. Kontraksi otot rahim untuk mengeluarkan janin di perut ternyata rasanya begitu aduhai. Janin akan menekan mulut rahim dan perineum. Tak hanya itu, tekanan pun terjadi pada kandung kemih dan usus. Sendi dan tulang panggul juga akan meregang untuk membuka jalan lahir. Tentu peregangan pada tulang panggul tersebut mengakibatkan rasa sakit luar biasa. Keram perut saat haid, atau buang air besar yang sudah tertahan berhari-hari tidak dikeluarkan, rasanya tak seberapa jika dibandingkan dengan rasa sakit saat melahirkan.

Mamah, terima kasih atas kesabaranmu saat masa hamil dan mengidam. Bapak pernah bercerita, saat Kau mengandung ketujuh putrimu ternyata tidak mudah. Mamah mengalami "morning sickness" parah. Mamah tidak bisa makan nasi saat hamil muda. Hampir semua makanan selalu dimuntahkan, hingga sampai tinggal cairan kuning bercampur darah yang keluar dari lambungmu, Mah. Ya Allah, Mamah, sekarang aku juga merasakannya. Aku tahu, hamil dan melahirkan itu tidak mudah. 

Allah Swt. berfirman di dalam Al-Qur'an surah Al-Ahqaf [46] ayat 15, artinya: "Dan Kami perintahkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Masa mengandung sampai menyapihnya selama tiga puluh bulan, sehingga apabila dia (anak itu) telah dewasa dan umurnya mencapai 40 tahun, dia berdoa, "Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku, dan kepada kedua orang tuaku, dan agar aku dapat berbuat kebajikan yang akan mengalir sampai kepada anak cucuku. Sungguh, aku bertobat kepada Engkau, dan sungguh, aku termasuk orang muslim."

Mamah, saat ini hanya lantunan doa dan terima kasih yang bisa kuucapkan untukmu. Aku menyadari betapa teledornya diri ini dalam mengurusmu saat ini. Aku berdoa semoga diberi kemudahan dan kelapangan saat merawatmu. Mamah, aku masih anak cengeng di matamu. Aku ingin merasakan lagi belaian tanganmu, padahal saat ini Kau hanya mampu menggerakkan separuh tubuhmu. Aku ingin merasakan nikmatnya dipijat punggung saat sakit gigi melanda. Duhai Mamah, ampuni dosaku padamu. 

Mamah, kutahu bahwa sampai kapanpun aku tak bisa membalas pengorbananmu saat mengandungku selama 9 bulan lamanya, saat melahirkanku, saat menyusuiku. Saat aku sakit, Kau rela tak tidur semalaman. Kau gendong aku, kau timang aku, kau peluk aku, kau belai rambutku, kau cium pipiku, kau rela memelukku walau bajumu kotor dengan muntah, air kencing, bahkan kotoranku.

Mamah, sekarang usiaku sudah lebih dari empat puluh tahun. Allah Swt. memerintahkan kepadaku untuk berbuat baik kepadamu, juga kepada Bapak. Aku juga diperintahkan untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat yang Allah berikan. Salah satu nikmat itu adalah nikmat dilahirkan ke dunia ini dengan iman dan Islam. Terima kasih Mamah, Kau telah mengajari aku beribadah hanya kepada Allah walau dengan segala keterbatasanmu. Kau telah mengajariku untuk selalu berbuat baik kepada setiap orang. Ajaranmu tentang mengalah untuk menang selalu kupegang. Kau telah mengajarkan kebajikan dan kasih sayang. Semoga aku dan anak keturunanku menjadi orang yang senantiasa berbakti kepada Allah, Rasulullah, juga kepada orang tua. 

 إِنَّ الْأَبْرَارَ لَفِى نَعِيْمٍ

"Sesungguhnya orang-orang yang berbakti benar-benar berada dalam (surga yang penuh) kenikmatan (QS. Al-Infitar [82]: 13)."

Mamah, terima kasih atas ajaranmu. Kau wanita sabar dengan lautan cinta. Saat menikah dengan Bapak, usiamu masih belia. Usiamu baru 16 tahun. Kau menikah dengan gurumu yang usianya saat itu hampir dua kali usiamu. Perbedaan usia yang mencolok ternyata bukan menjadi penghalang keharmonisan rumah tanggamu. Terbukti, saat ini usia pernikahanmu sudah melebihi 50 tahun. Janji suci kalian terus terpatri. Cinta kasihmu kepada suami dan anak-anakmu  tak bertepi. Putih rambutmu, kerut wajahmu, lemah badanmu menjadi saksi betapa besar perjuanganmu dalam berbakti kepada suami. 

Mamah, Kau adalah wanita akar. Wanita kuat yang mampu menopang batang, serta memberi nutrisi kepada seluruh bagian tanaman. Fungsimu begitu vital.  Di balik keberhasilan suami dan ketujuh putrimu itu, ada namamu yang tidak nampak di permukaan. Kau sokong kami dari belakang layar, doa-doamu, kebaikanmu, menjadi penguat kami hingga hari ini bisa berdiri. 

Mamah, aku malu padamu. Meski Kau hanya lulusan sekolah dasar, namun Kau memiliki semangat membara. Tekad kuat dan usahamu  mampu menyekolahkan ketujuh putrimu hingga berhasil meraih gelar Sarjana. 

Mamah, Kau rela membantu Bapak membuat dapur tetap ngebul. Walau kadang dicibir, tanpa gengsi Kau jinjing barang belanjaan berupa aneka sayur mayur, sembako, bahkan ikan basah yang bau amis. Kau rela menyusuri pasar tradisional penuh lumpur berbau. Setiap pagi sebelum berangkat ke pasar, kau sempatkan mencuci baju,  bahkan menyiapkan sarapan buat kami.  Sambil melayani pembeli, Kau juga tetap menyiapkan aneka masakan menggugah selera. Tak heran, saat aku pulang sekolah, aneka hidangan lezat bergizi sudah tersusun rapih di atas meja makan. Waktu makan siang adalah waktu kebersamaan keluarga kita. Kau mampu menciptakan iklim keharmonisan luar biasa. Saat makan siang adalah momen kebersamaan tak terlupakan di keluargaku. Momen yang saat ini sangat jarang kutemui di dalam keluarga kecilku, bahkan hampir mayoritas keluarga pada umumnya. Saat itu kita terbiasa bercengkrama menceritakan tentang hari yang dilalui.

Mamah, Kau wanita hebat penuh kasih sayang. Selain mengurus anak dan suami, Kau juga ikhlas mengurus adik-adikmu dengan penuh kasih sayang. Saat nenek pergi ke ladang, Kau urus kelima adikmu. Salah satu adikmu bahkan usianya hampir sama dengan usia putri sulungmu. 

Mamah, saat ini Allah sedang mengujimu. Tiga belas tahun lamanya separuh tubuhmu lumpuh. Serangan stroke telah mengambil sebagian kenikmatan darimu. Namun, Kau begitu sabar jarang mengeluh. Ya Allah, ampunilah dosa kedua orang tuaku. Sayangilah mereka seperti mereka menyayangiku. Jadikanlah anak dan keturunan orang tuaku menjadi hamba yang senantiasa berbakti kepada-Mu. Kumpulkanlah Kami di surgamu, amin, ya robbal alamin. [Rn]

Baca juga:

0 Comments: