
OPINI
Sistem Kapitalisme-Demokrasi Tidak Efektif Mengelola SDA
Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
Pertambangan batu bara merupakan salah satu industri yang banyak dikembangkan di berbagai negara. Sayangnya, kebijakan pertambangan tersebut dapat memberikan dampak yang merugikan bagi masyarakat di sekitar tambang.
Selain degradasi lingkungan, seperti kerusakan pada tanah dan hutan atau merusak habitat satwa liar. Kebijakan pertambangan juga berdampak pada kesehatan masyarakat karena menghirup partikel berbahaya yang terkandung dalam asap batu bara. Selain berdampak pada sistem pernapasan, limbah tambang juga mempengaruhi kesehatan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Salah satu contohnya dapat ditemukan di Kelurahan Waylunik, Bandar Lampung. Lebih dari 2.000 kepala keluarga atau dengan total jumlah penduduk lebih dari 7.000 jiwa dan ada sedikitnya lima RT yang terdampak dari debu ‘stockpile’ batu bara tersebut. Warga mengeluhkan debu batu bara ‘stockpile’ di sekitar lingkungan mereka.
Saat ini, penimbunan batu bara tersebut sudah berlangsung lebih dari tujuh bulan dan belum ada penyelesaian atau solusi. Warga pun mempertanyakan tindakan dan sanksi dari Pemerintah Kota Bandar Lampung kepada perusahaan ‘stockpile’ batu bara yang telah menimbulkan dampak negatif pada kesehatan masyarakat sekitar. Namun, di sisi lain lurah hanya berharap perusahaan memperhatikan lingkungan sekitar sesuai dengan kesepakatan bersama (news.republika.co.id, 23/12/2023).
Masalah dalam kebijakan pertambangan batu bara bukan hanya semata-mata masalah lingkungan atau kesehatan masyarakat. Masalah ini juga timbul akibat dari sistem kapitalisme-demokrasi yang menjadikan negara hanya sebagai regulator, yang memberikan kebebasan berekonomi bagi setiap individu sebesar-besarnya, termasuk dalam hal kepemilikan sumber daya alam.
Alhasil meski Indonesia dikenal kaya akan sumber daya alam, namun kemiskinan tetap merajalela. Karena kenyataannya hanya beberapa pengusaha dan elit politik menguasai sumber daya alam Indonesia untuk kepentingan pribadi. Hal ini juga disebabkan oleh kurangnya perhatian negara terhadap rakyat, sehingga memungkinkan pengusaha dan penguasa berkolaborasi dalam mengelola SDA. Sementara rakyat kecil mendapat imbas kerusakan dan penyakitnya saja.
Oleh karena itu, sudah saatnya kita mempertanyakan kembali sistem yang ada saat ini. Sebab kapitalisme-demokrasi mendorong eksploitasi dan pengambilan keuntungan sebesar-besarnya tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat secara keseluruhan, dan yang terdampak bahkan selalu dirugikan hanya rakyat kecil.
Dalam hal ini, sistem ekonomi Islam bisa menjadi alternatif yang tepat, karena mampu menjaga pengelolaan sumber daya alam, pengelolaan tersebut dirancang oleh Allah Swt. Sang Pencipta manusia dan alam semesta, untuk melindungi kemaslahatan umat manusia, masyarakat, dan alam semesta. Bukan untuk kepentingan individu atau korporasi.
Dalam pandangan Islam, kepemilikan harta merupakan naluri alamiah manusia dan Allah Swt. adalah pemilik tunggal segala sesuatu di dunia. Manusia hanya diberi kekuasaan untuk mengelola dan memakmurkannya. Dan kepemilikan tersebut oleh Allah Swt. diklasifikasikan menjadi privat (pribadi), umum, dan negara. Dan semua itu diklasifikasikan berdasarkan hak guna kepemilikannya. Meski demikian kepemilikan harta tidak bersifat mutlak dan tidak boleh digunakan semena-mena. Bahkan, kendati seorang muslim diizinkan mengakumulasi kekayaan sebanyak-banyaknya, namun tetap diatur sesuai ketentuan syariat hingga ke mendistribusikannya kepada yang membutuhkan.
Dan melalui konsep kepemilikan yang jelas, sebagaimana yang disabdakan Rasulullah saw. dalam salah satu hadisnya bahwa air, api, dan padang rumput adalah milik umum yang dikelola oleh negara. Maka negara wajib menempatkan kepentingan masyarakat sebagai prioritas di atas kepentingan pengusaha atau konglomerasi. Dan pengelolaan sumber daya alam dilakukan demi kemaslahatan umat manusia secara keseluruhan, dengan mengutamakan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan.
Segala pengaturan yang lengkap serta terperinci tersebut, tidak ada dalam sistem mana pun, hanya ada pada sistem Islam. Oleh karenanya untuk menyelesaikan masalah ini pertambangan ini, sudah sepatutnya mengubah sistem saat ini, dengan sistem Islam yang kafah, agar dalam pengelolaan sumber daya alam serta kebijakan pertambangan, tidak lagi menimbulkan masalah dan merugikan rakyat khususnya di sekitar tambang. Dengan demikian kesejahteraan yang adil dan berkelanjutan akan dapat tercapai. Wallahualam. [Ni]
Baca juga:

0 Comments: