
OPINI
Perempuan Berdaya dengan Syariat Islam
Oleh. Netty al Kayyisa
Peringatan hari Ibu setiap tanggal 22 Desember ditetapkan berdasarkan Dekrit Presiden nomor 316 tahun 1959. Momentum ini mengacu pada Konggres Perempuan Indonesia I pada 22 – 25 Desember 1928. Sejak saat itu peringatan hari Ibu dilaksanakan setiap tahun. Untuk tahun ini merupakan peringatan yang ke 95 tahun.
Untuk tahun 2023 sebagaimana dilansir dalam cnnIndonesia, Ahad, 17 DEsember 2023, Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Pemberdayaan Anak RepubliI telah menetapkan tema umum peringatan hari Ibu yaitu “Perempuan Berdaya, Indonesia Maju”.
Perempuan berdaya dalam perspektif sistem hari ini berkaitan dengan menghasilkan uang. Perempuan dianggap berdaya ketika bekerja. Atau berperan aktif dalam posisi pemerintahan. Menjadi politisi, anggota legislatif atau pejabat suatu wilayah.
Program-program pemberdayaan perempuan pun didorong untuk berperan dalam aspek ekonomi. Mendorong terlibat dalam UMKM. Kreatif inovatif dalam menghasilkan karya yang bernilai daya jual tinggi. Inilah potret berdaya yang diusung di negara ini.
Apakah dengan terlibatnya ibu dalam pemberdayaan ekonomi membawa kemajuan bagi bangsa dan negara? Menjadikan negara maju sebagaimana yang diusung pada tema perayaan Hari Ibu tahun ini?
Nyatanya hari ini masalah semakin banyak bermunculan. KDRT belum bisa terselesaikan. Pelecehan terhadap perempuan masih menjadi momok yang mengerikan. Masalah anak juga tak kunjung terselesaikan. Seks bebas, narkoba, tawuran antar pelajaran, bunuh diri dan masih banyak lagi.
Memang ada banyak faktor yang menyebabkan masalah tersebut. Tetapi tak bisa dipungkiri, peran Ibu sebagai pendidik generasi juga berperan dalam masalah ini. Ibu tak hanya melahirkan saja. Tetapi ada proses pengasuhan dan pendidikan yang harus diemban. Ibu berperan dalam menghasilkan generasi yang seperti apa hari ini.
Ibu yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam pendidikan anak-anaknya, berubah fungsi menjadi penyokong ekonomi. Tak jarang menjadi tulang punggung keluarga, dan penggerak ekonomi negara.
Sementara dari sisi kesejahteraan juga tak ada peningkatan yang signifikan. Hanya mendapatkan remah-remah kekayaan yang dikuasai oleh para kapitalis pemilik modal. Kemiskinan tak hanya mendera kaum laki-laki saja, tetapi perempuan juga berimbas dengan kondisi kemiskinan ini.
Inilah kondisi Ibu dalam sistem kapitalisme hari ini. Peran utamanya bergeser yang seharunya mendidik generasi diarahkan sebagai penyokong ekonomi. Tak dihargai jika tak menghasilkan materi. Bahkan dipandang rendah jika hanya menjadi Ibu Rumah Tangga saja. Dihargai ketika memilki kedudukan atau status sosial.
Nyatanya semakin banyak ibu meninggalkan peran domestiknya, semakin terpuruk kondisi negara. Jadi slogan Ibu Berdaya, Negara Maju hanya ilusi semata.
Revitalisasi Peran Ibu
Melihat fakta ini, maka sungguh sudah saatnya merevitalisasi peran ibu sebagai pendidikan generasi. Bukan sebagai penyokong ekonomi. Perlu ada upaya strategis untuk mengembalikan peran ibu sebagai pendidik generasi. Setidaknya ada beberpaa upaya yang bisa kita lakukan ;
1. Memberikan pemahaman pada Ibu tentang peran utamanya
Peran utama seorang ibu adalah al umm warabbatul bayt. Ibu sekaligus pengatur rumah tangga. Ibu memilki tugas hadanah dan pengajaran pada anak-anaknya. Mendidik mereka agar mengenal Rabbnya. Menancapkan keimanan dan kekuatan ruhiyah yang akan membentuk kepribadian mereka. Ibu sebagai pengatur rumah tangga, berperan memastikan rumahnya berjalan sesuai fungsinya. Fungsi keamanan, kenyamanan dan memberikan rasa tenang. Ibu harus memastikan semua anggota keluarga merasa betah di rumah. Menjadikan rumah sebagaimana surga. Baity jannaty.
Ibu tak mungkin memiliki pemahaman ini jika tak ada edukasi. Maka perlu ada upaya serius untuk membina para Ibu tentang peran utamanya. Menyadarkan kembali fitrah penciptaannya. Sesuai dengan syariat Islam yang mulia.
Perlu digiatkan pembinaan untuk para ibu dan calon ibu tentang pernak-pernik pengasuhan. Hukum-hukum seputar pendidikan anak. Parenting yang hari ini semakin banyak bertaburan. Perlu dipilah mana yang sesuai Islam mana yang ternyata bertentangan.
Perlu ada pembinaan keimanan pada Ibu. Agar kerasnya kehidupan dan beban pengajaran yang tak ringan, menjadi mudah dilakukan karena pengaruh keimanan.
2. Penguatan sistem ekonomi untuk menopang peran Ibu
Pelaksanaan tugas Ibu tidak bisa dibilang ringan. Butuh support sistem yang kuat. Dari keluarga inti, suami dan juga negara. Suami berperan sebagaimana mestinya. Menjadi tulang punggung keluarga dan mencukupi kebutuhan anak dan istrinya. Hingga ibu bisa fokus dalam mendidik anak-anaknya, bukan malah membantu ekonomi keluarga yang menjadi tanggung jawab kepala rumah tangga.
Kepala keluarga juga akan mampu memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga jika lapangan pekerjaan tersedia untuknya. Bukan pekerjaan yang justru menampung banyak pekerja perempuan. Dan ini tugas negara untuk menjamin tersedianya lapangan kerja bagi rakyatnya.
Sistem ekonomi yang diadopsi negara berperan dalam ekonomi keluarga. Sistem ekonomi yang berpijak pada tiga kepemilikan dan pemerataan kesejahteraan. Penjaminan tercukupinya seluruh kebutuhan. Dan sistem yang seperti ini hanya ada dalam sistem ekonomi Islam.
3. Penegakkan sistem politik skala tinggi
Sistem ekonomi yang menjamin terpenuhinya kebutuhan hidup rakyat dan sistem pendidikan yang menjamin pemahaman yang benar sesuai denagn fitrah penciptaan, hanya bisa dijalankan dalam satu sistem politik tingkat tinggi. Sistem politik yang berbeda dengan hari ini. Sistem politik yang menjadikan syariat Islam sebagai standart. Itulah sistem Khilafah Islas. Hanya dalam sistem Islam Ibu berdaya sesuai dengan tugasnya. Hanya dalam sistem Islam Ibu bisa mendidik anak-anaknya dan menghasilkan generasi tangguh pengisi peradaban. Bukan generasi penuh masalah dan kealayan.
Inilah yang seharusnya kita lakukan. Mengembalikan peran Ibu sesuai syariah Islam. Agar perempuan dan Ibu berdaya, hanya terwujud dalam sistem Islam saja. [Rn]
Baca juga:

0 Comments: