
OPINI
Islam Menjaga Keluarga dari Penyimpangan Seksual
Oleh. Ummu Faiha Hasna
Hidup di zaman kapitalisme sekuler, banyak sekali ancaman yang dihadapi oleh keluarga hari ini terutama generasi mudanya. Mulai dari lesbian, biseksual, homoseksual, orang yang memang ingin berganti-ganti gender, bahkan transgender.
Jika kita mengikuti berita di berbagai media saat ini, salah satu yang sedang mengancam keluarga muslim adalah ancaman yang berasal dari penyimpangan seksual oleh kaum elgebete (bahkan ditambah Q untuk queer). Ada banyak penyimpangan-penyimpangan seksual yang terjadi, korbannya bukan hanya menimpa orang dewasa tapi juga banyak anak-anak bahkan balita. Na'udzubillahi mindzalik. Hingga para orangtua sekarang bukan hanya khawatir terhadap anak laki laki saja. Zaman dulu khawatir ada pemerkosaan pada anak gadis. Kalau zaman sekarang ada juga yang diperkosa itu adalah anak laki-laki oleh kaum homoseksual.
Dikutip dari Kompasiana, 17/1/2010 lalu, salah seorang psikolog (SWS) mengatakan bahwa pelaku homoseks itu bawaan sejak lahir karena pelaku tidak bisa ereksi sejak kecil terhadap lawan jenis. Jadi menurutnya bahwa penyimpangan seksual itu karena bawaan sejak lahir atau penyimpangan generik. Maksudnya, mereka dilahirkan dengan membawa gen yang berbeda, mereka lahir perempuan, tetapi kemudian kecenderungannya laki-laki, mereka lahir laki-laki, tapi kecenderungannya perempuan sehingga ada yang mengatakan bahwa ini salah alamat, laki-laki tapi lahir dalam jiwa perempuan dan sebaliknya perempuan lahir dalam fisik yang laki-laki.
Apakah itu benar? Kalau memang itu bawaan genetik lalu kenapa hal ini banyak terjadi? Angka perkembangannya luar biasa, sampai-sampai Komisi Penanggulangan AIDS Nasional mengungkap jumlah lelakinyang berhubungan seks dengan lelaki (disingkat LSL alias gay) sudah mencapai angka jutaan. Parahnya lagi, badan PBB memprediksi jumlah elgebete jauh lebih banyak, yakni tiga juta jiwa pada dua ribu sebelas lalu. (Republika, 23/2016)
Kalau itu diklaim sebagai kelainan genetik tentu tidak akan terjadi begitu besar hingga sekarang dan tentu terjadinya tidak masif berbarengan. Ketika sebuah kasus atau kejadian terjadi secara masif dalam waktu yang bersamaan di tempat yang berdekatan sepatutnya kita curiga, apakah mungkin itu dilakukan secara sistematik?
Fakta lain, memang ada upaya-upaya yang disengaja. Misalnya dengan cara menyebarkan perilaku-perilaku penyimpangan itu. Di media sosial diiklankan sedemikian rupa ada dalam bentuk lagu, film-film, dan adegan-adegan penyimpangan ini berseliweran bisa disaksikan oleh siapa pun termasuk anak-anak.
Apakah itu penyimpangan genetik? tentu saja bukan. Itu adalah sesuatu yang memang skenario yang disengaja.
Sejatinya, penyimpangan-penyimpangan itu terjadi karena adanya paham sekulerisme atau memisahkan agama dari kehidupan. Sistem kapitalisme sekuler telah menjauhkan manusia dari ajaran agamanya sendiri. Seseorang ketika melakukan sesuatu, standarnya bukan lagi halal-haram, bukan lagi pertimbangan apakah Allah rida atau tidak. Tapi karena prinsip sekuler. Maka kemudian lahirlah kebebasan yang penting saya suka, yang penting saya bahagia. Termasuk ketika dia memenuhi kebutuhan seksualnya. Ketika seorang laki-laki merasa berkurang kenikmatannya kalau hanya berhubungan dengan perempuan, maka dia ingin mencoba berhubungan dengan sesama laki-laki. Demikian pula sebaliknya. Bagaimana rasanya, apa sensasinya ketika berhubungan dengan sesama laki-laki atau perempuan dengan sesama perempuan.
Mereka tidak lagi mengindahkan aturan Allah. Mereka abai terhadap murka dan azab Allah. Padahal, alangkah rugi orang yang tidak mengindahkan aturan-Nya. Di akhirat kelak, Allah tidak akan menyapanya dan kesudahan bagi mereka adalah azab yang pedih. Sebagaimana dalam surat al Baqarah ayat 174.
Karena adanya pemisahan agama dari kehidupan, sistem rusak ini telah membuka pintu kebebasan yang luar biasa. Sebab, dalam kapitalisme yang penting menguntungkan yaitu ketika adegan-adegan, konten-konten yang berbau seks ditampilkan. Semua tidak dipandang berbahaya ketika di sana bisa menghasilkan uang. Maka konten-konten penyimpangan seksual itu makin bertebaran di berbag media termasuk media sosial.
Sejatinya, kapitalisme hanya mengejar keuntungan materi semata, tak lagi mempertimbangkan apakah ini berbahaya untuk akhlak atau berbahaya bagi kehidupan sosial masyarakat. Ditambah kehidupan di dalam keluarga yang lemah, karena hubungan antara orang tua dengan anak intensitasnya berkurang, sehingga orangtua tidak mempedulikan lagi atau kurang mempedulikan. Bagaimana perkembangan anak-anaknya sehingga boleh jadi ada indikasi penyimpangan seksual yang itu dimulai dari keluarga. Sebab, boleh jadi dalam keluarga tersebut tidak diterapkan hukum-hukum fiqih, tidak diterapkan hukum-hukum pergaulan sehingga tidak mengindahkan aturan syariah, contohnya tidak memperhatikan batasan aurat, tidak memperhatikan bagaimana adab tidur, dan lain sebagainya di dalam keluarga .
Maka, umat tak bisa berharap lebih pada sistem kapitalisme seperti saat ini. Sebab, fungsi perlindungan negara dalam kapitalisme hampir tidak ada karena negara berfungsi sebagai regulator. Negara tidak boleh mengekang kebebasan rakyat. Akibatnya, pornografi, pornoaksi, perzinaan, dan pergaulan bebas mendapat tempat yang lapang di tengah masyarakat. Akhirnya negara menjadi mandul. Ia tidak memiliki kekuatan untuk bergerak menghentikan kerusakan masif terhadap generasi.
Islam memiliki paradigma berbeda dalam penyelamatan generasi. Melalui institusi negara, yakni Daulah Kh!l4f4h, Islam menerapkan seperangkat hukum yang menyelesaikan masalah mulai dari akar sampai ke cabang-cabangnya. Hukum ini diterapkan oleh penguasa yang tidak cukup bertanggung jawab terhadap rakyat, melainkan juga bertanggung jawab langsung kepada Allah Taala.
“Sungguh, imam (khalifah) itu perisai; (orang-orang) akan berperang di belakangnya dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR Muttafaqun ’alaih).
Maka, sejatinya hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah. Jadi, kalaupun nanti sudah tiba waktunya ada dorongan seksual maka semuanya itu harus diselesaikan sesuai dengan hukum syara supaya bernilai ibadah. Dan di dalam Islam jelas sekali Allah berfirman dalam Al Qur'an surat al-lail ayat tiga, wamaa kholaqod dzakari wal untsa (demi penciptaan laki-laki dan perempuan). Jadi, jenis kelamin laki-laki dan perempuan itu tidak akan bisa dihilangkan dan Allah hanya ciptakan dua jenis kelamin yakni laki-laki dan perempuan.
Maka, untuk anak perempuan jangan diajarkan yang seperti laki-laki, jangan juga diajarkan bagaimana untuk memperbesar otot, jangan diajarkan bagaimana untuk menjadi macho. Akan tetapi, mereka harus diajarkan yang sesuai dengan perannya sebagai calon ibu. Ajarkanlah mereka bagaimana memasak, mengurus rumah, taat kepada suami dan lain sebagainya.
Sebaliknya, anak laki-laki harus diajarkan bahwa mereka akan menjadi suami, mereka akan jadi bapak, mereka harus bisa mencari nafkah, mereka harus punya keahlian untuk bekerja. Baginda Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam dalam hadis Imam Bukhari, melaknat laki-laki yang berperilaku seperti perempuan dan melaknat perempuan yang berperilaku seperti laki-laki.
Dan karena ini muncul secara sistematis dari rahim kapitalisme sekuler, maka tentu saja kita tidak bisa membiarkan sistem yang rusak itu terus terjadi. Harus ada upaya untuk melindungi keluarga kita dari berbagai kesesatan termasuk penyimpangan seksual. Wallahu a'lam bishshawab. [my]
Baca juga:

0 Comments: