
OPINI
Petani Sulit Sejahtera tanpa Dukungan Negara
Oleh. Ummu Faiha Hasna
Perusahaan umum Badan Urusan Logistik (Bulog) telah memperoleh mandat untuk mengimpor 200.000 ton beras hingga akhir 2022 untuk mengisi stok pemerintah. Meskipun negeri ini sempat swasembada, langkah impor beras seperti ini telah terjadi sejak 1950-an. Dan rencananya
Bulog akan mengimpor beras lagi hingga 300.000 pada awal 2023. Perusahaan plat merah itu membeli beras dari Thailand, Pakistan, Vietnam, dan Myanmar. Data Badan Pusat Statistik (BPD) menyebut negara-negara ini merupakan sumber impor terbesar Indonesia dari tahun ke tahun (katadata, 20/12/2022)
Dalam rangka menjalankan ketahanan pangan Indonesia jangka panjang, pemerintah telah merencanakan dan menjalankan food estate.
Food estate merupakan konsep pengembangan pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pertanian, perkebunan bahkan peternakan di suatu kawasan. Pengembangan melalui food estate ini yang dijalankan diharapkan dapat mengurangi angka kemiskinan nasional dan memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Hanya saja, dalam perjalanannya program ini menghadapi persoalan. Sebagaimana yang diungkapkan oleh komisi IV DPR yang menemukan data palsu dalam proyek tersebut. (liputan6, 6/1/2023)
Ketua Komisi IV DPR Sudin mengatakan food estate menjadi salah satu program Kementerian Pertanian (Kementan) yang tidak mencapai target, bahkan gagal. Pasalnya, data produksi yang disampaikan Kementan tidak sinkron dengan keadaan stok beras di lapangan.produksi beras dan pangan lainnya di lapangan tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan nasional sehingga pemerintah terpaksa mengeluarkan kebijakan untuk impor. (cnnindonesia,17/1/2023)
Sementara itu, Komisi IV DPR akan membentuk panitia khusus (pansus) untuk mengawasi program food estate karena ditemukan data palsu dalam proyek itu. (cnnindoneia, Selasa, 17/1/2023)
Proyek food estate pada dasarnya hanya memfasilitasi kapitalisasi pertanian. Hal ini tampak jelas, pada konsep pengelolaan yang direncanakan melalui investasi ataupun pola komitmen dimana pemerintah berperan sebagai regulator dan fasilitator. Sementara, pengelolaannya diserahkan korporasi baik swasta maupun BUMN. Meski didukung oleh pemerintah, proyek ini kedepannya akan diserahkan kepada korporasi.
Kapitalisasi pertanian ini tentu makin mengukuhkan penguasa melahan oleh korporasi. Modal pertanian dengan pelibatan korporasi bisa dipastikan akan diberikannya izin konsesi pada korporasi untuk mengelola lahan. Salah satu permasalahan krusial di sektor pertanian adalah ketimpangan kepemilikan lahan antara petani dan korporasi. Alhasil, solusi food estate ini tidak menyentuh akar masalah. Sebab, alih fungsi lahan sejatinya terjadi karena tidak jelasnya visi ketahanan dan kedaulatan pangan pemerintah.
Di atas pijakan sistem kapitalisme negara lebih berpihak pada korporasi. Semetara dukungan dan perlindungan pada rakyat termasuk petani sangatlah minim. Hal ini menyebabkan petani sulit sejahtera karena harus berjuang menghadapi korporasi secara mandiri tanpa dukungan negara.
Berbeda dengan pemerintahan Islam yaitu Khil4f4h. Negara dalam sistem aturan Islam hadir untuk menjalankan syariat Islam secara keseluruhan sekaligus mengurusi urusan umat termasuk persoalan pangan. Ketahanan pangan menjadi salah satu pilar ketahanan keluarga dalam kondisi damai maupun dalam kondisi perang. Karenanya ketahanan dan kemandirian pangan menjadi penting yang harus diwujudkan oleh negara.
"Imam (Kh4lif4h) adalah ra'ain atau pengurus dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya. (HR. Ahmad dan Bukhari)
Sebab itulah, negara tidak boleh mengalihkan peran ini kepada pihak lain termasuk korporasi. Dan untuk merealisasikannya negara akan menunjuk kepada syariat Islam yang bersumber dari al-Quran dan as-Sunnah. Terkait peningkatan produksi pangan, syariat Islam membolehkan negara untuk melakukan kebijakan ekstensifikasi lahan dengan memperhatikan konsep pengaturan lahan dalam Islam.
Bukan hanya itu, kebijakan itu diambil semata untuk kemaslahatan rakyat, bukan kepentingan segelintir orang (korporasi). Syariat Islam juga menetapkan bahwa tanah memiliki tiga status kepemilikan yaitu tanah yang boleh dimiliki individu, seperti lahan pertanian, tanah milik umum, dan tanah milik negara.
Tanah milik umum yakni di dalamnya harta milik umum seperti tanah hutan, tanah yang mengandung tambang dengan jumlah yang sangat besar, tanah yang di atasnya terdapat fasilitas umum seperti jalan, rel kereta, sedangkan tanah milik negara diantaranya tanah yang tidak berpemilik atau tanah mati, tanah yang ditelantarkan atau tanah yang disekitar fasilitas umum, dan lain-lain.
Berdasarkan konsep kepemilikan ini, maka sejatinya tanah hutan tidak diperbolehkan izin konsesi kepada pihak swasta atau individu baik untuk perkebunan, pertambangan, maupun kawasan pertanian.
Lahan pertanian sendiri, dalam kacamata Islam kepemilikannya sejalan dengan pengelolaannya ketika seseorang memiliki lahan. Hanya saja tidak dikelola melahan dan kepemilikannya bisa dicabut. Hal ini berdasarkan dalil syara dan ijma' sahabat, "Orang yang memagari tanah tidak berhak lagi atas tanah tersebut. Setelah menelantarkannya selama tiga tahun".
Di sisi lain, negara Islam akan memberikan bantuan bagi petani atas hal apa saja yang diperlukan baik modal, sarana prasarana produksi hingga infrastruktur pendukung secara murah bahkan dengan gratis. Tujuannya adalah memudahkan aktivitas petani. Bagi status lahan pertanian yang terlanjur beralih fungsi ke pengguna lain, maka negara dapat saja mengembalikannya. Hal ini negara lakukan karena dalam negara Islam wajib memenuhi seluruh hajat rakyat termasuk kebutuhan pangan.
Alhasil, terwujudnya ketahanan pangan akan terealisasi dalam bingkai negara yang menerapkan syariat Islam secara sempurna yakni Khil4f4h. Wallahu A'lam bishshawab.
Baca juga:

0 Comments: