Headlines
Loading...



Oleh. Yulweri Vovi Safitria

Siapa yang tidak ingin bahagia di dunia dan akhirat. Setiap orang pasti menginginkannya. Oleh karena itulah, mereka bersungguh-sungguh untuk mengejar kebahagiaan dunia dan juga kebahagian akhirat.

Sayangnya, sebagian dari kita lebih sibuk memikirkan kebahagiaan dunia, dan  mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk bekal di hari tua, untuk bekal pendidikan anak yang harganya melangit, menuntut ilmu dan mengejar cumlaude agar mudah mendapatkan pekerjaan, dan lain sebagainya. Kerja setiap hari, banting tulang. Semua itu dilakukan tidak lain dan tidak bukan untuk kebahagiaan dunia.

“Dan mereka bergembira dengan kehidupan di dunia, padahal kehidupan dunia itu (dibanding dengan) kehidupan akhirat, hanyalah kesenangan (yang sedikit).” (QS. Ar-Ra’du: 26)

Setuju atau tidak, tapi begitulah fakta yang terjadi hari ini. Mindset kapitalis benar-benar menggerogoti pola pikir masyarakat. Tidak ada uang, jangan harap dipandang. Tak ada harta, jangan harap berharga. 

Suka atau tidak, kita yang memiliki pemahaman akidah Islam, akan tetap memperoleh dampaknya. Kita pun seolah ‘dipaksa’ menanamkan pemikiran yang sama pada keluarga, pasangan, dan anak cucu kita, bahwa apa yang kita cari di dunia, untuk kebahagian dunia pula.

Perlu Akidah Islam yang Kokoh

Tidak bisa dipungkiri, fitrah manusia memang menginginkan sesuatu yang lebih. Dan itu sah saja terjadi, selama hal tersebut tidak sampai menggadaikan akhirat. Untuk itu, sangat perlu menanamkan akidah Islam yang kokoh bagi setiap anggota keluarga. Hal ini bertujuan untuk membentengi diri dari nafsu syahwat duniawi. 

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada segala apa yang diingini (syahwat), yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (al-Jannah).” (QS Ali Imran: 14)

Sudah sepatutnya pula setiap muslim memahami hakikat hidup di dunia ini, agar tidak salah jalan atau tersesat. Karena sejatinya hidup di dunia ini adalah sebuah perjalanan menuju Rabb-nya, dan menuju kehidupan akhirat yang kekal dan abadi.

Dan setiap muslim harus pula memahami, bahwa apa yang dilakukan di dunia ini, kelak akan dihisab, dan dimintai pertanggung jawaban. Ketika mulut tidak berkata jujur, maka anggota tubuh yang lain akan mengungkapkan kebenaran.

 “Wahai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja (berbuat) dengan penuh kesungguhan menuju Rabb-mu, maka pasti kamu akan menemui-Nya (untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan yang dilakukan).” (QS. Al-Insyiqaq: 6)

Pentingnya Peran Ayah

Allah memberikan sejumlah keistimewaan dan tanggung jawab kepada laki-laki sebagai seorang ayah. Dan laki-laki memiliki peran sebagai pemimpin bagi wanita dan keluarganya.  Karena perannya itu pula, seorang ayah akan mengantarkan keluarganya untuk menggapai rida dan keberkahan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala.

Rasulullah shalallahu 'alaihi wassalam telah menyampaikan dalam hadisnya, “Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang imam adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawabannya. Seorang laki-laki adalah pemimpin atas keluarganya dan ia akan dimintai pertanggungjawabannya.“ (HR Bukhari)

Dari hadis tersebut, jelas bahwa seorang ayah memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya. Tanggung jawab terhadap penanaman akidah sejak dini, pendidikan, keamanan, dan keselamatan, dan memastikan segala perbuatan dan perilaku anggota keluarga sesuai dengan syariat dan syarat menuju surga-Nya.

Seorang ayah memastikan bahwa sebuah keluarga bukan berorientasi dunia, tetapi untuk meraih kehidupan akhirat yang bahagia. Memperlakukan anggota keluarganya, istri dan anak-anak dengan baik sesuai dengan syariat Islam.

Memenuhi kebutuhan dan hak-hak anak, dan juga hak-hak istri. Menjadikan istri sebagai sahabat, serta berlemah lembut terhadap mereka, menafkahi orang-orang yang menjadi tanggungannya adalah kewajiban ayah sebagai kepala keluarga.

“Kewajiban ayah untuk memberi makan dan pakaian kepada para ibu secara layak. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya.” (QS Al-Baqarah: 233)

Di samping itu, seorang laki-laki yang beriman harus pula memahami kewajibannya untuk berbakti kepada orang tuanya terutama ibu, dengan tanpa mengabaikan hak-hak istri dan anak-anaknya.

Karena bakti seorang ayah kepada orang tuanya akan mendatangkan keberkahan di dunia dan kebahagiaan di akhirat. Mendatangkan pahala, dan mendapatkan surga sebagai balasannya.

Allah tidak hanya menyediakan surga hanya bagi suami atau ayah seorang, tetapi juga bagi istri dan anak-anak. Oleh sebab itulah, seorang istri, dan anak, sepatutnya taat kepada suami atau ayah sebagai kepala keluarga. Sehingga kebahagian dunia dan juga kebahagian akhirat menjadi milik kita yang senantiasa taat kepada syariat-Nya.

Pun, seorang suami atau ayah, memiliki kewajiban menjadikan keluarga mereka ahli surga. Harta yang dikumpulkan, kekayaan yang ia dapatkan semata-mata untuk memudahkannya dalam dakwah. Bukan sekadar mengejar dunia, melainkan mengejar dunia untuk mendapatkan surga-Nya.

Wallahu a'lam.

Baca juga:

0 Comments: