
OPINI
Pandangan Sekularisme, Menyekat Fungsi Masjid
Oleh. Yuke Octavianty
(Forum Literasi Muslimah Bogor)
Salah satu pejabat dalam negeri mengungkapkan bahwa masjid harus bebas dari kepentingan politik. Sang pejabat pun menghimbau agar Partai Politik menaati UU No.7 Tahun 2017. (republika.co.id, 8/1/2023)
Pernyataan ini disampaikan setelah pengibaran bendera salah satu partai politik di salah satu masjid daerah Cirebon. Sontak, hal ini menuai kritikan masyarakat secara umum.
Senada dengan pernyataan pejabat tersebut, Ketua PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Propinsi DKI Jakarta, memaparkan bahwa para pemimpin partai politik, calon kepala daerah, dan/atau calon legislatif, dihimbau untuk tidak menggunakan masjid sebagai sarana kampanye. (voi.id, 6/1/2023).
Tahun 2024 direncanakan menjadi tahun politik, yang akan diselenggarakannya Pemilu, pemilihan umum untuk menentukan para pemimpin negeri. Seperti pemilu sebelumnya, berbagai partai politik mulai mempromosikan diri guna mendulang suara rakyat sebanyak-banyaknya. Kampanye ilegal pun tak terelakkan dan banyak disuarakan. Pasalnya, jika mereka tak mendapatkan suara sesuai ketentuan minimal, partai-partai ini akan terelemininasi dari kontestasi. Sehingga mereka berlomba-lomba mendapatkan suara dengan berbagai usaha. Termasuk memanfaatkan masjid, yang notabene sebagai tempat beribadah dan berkumpulnya jemaah kaum muslimin.
Semestinya kaum muslimin menyadari tentang pentingnya fungsi masjid dalam kehidupan. Tak hanya sekadar dalam kehidupan beragama. Akan tetapi, fungsinya dalam mengatur kehidupan bermasyarakat. Pada masa kepemimpinan Rasulullah saw, Masjid Nabawi tak hanya dijadikan sebagai tempat salat atau beribadah, melainkan juga sebagai tempat menimba ilmu dan tempat menyusun strategi politik sebagai wasilah dakwah ideologis.
Dalam kitab 'Sirah Nabawiyah, Sisi Politis Rasulullah saw', disebutkan, setidaknya ada 10 fungsi masjid. Di antaranya:
- Masjid sebagai tempat ibadah sehari-hari, seperti shalat, berdzikir dan tilawah, Al Qur'an. - Masjid pun berfungsi sebagai tempat konsultasi antara Rasulullah saw dengan umat tentang segala problematika kehidupan.
- Masjid juga berperan sebagai tempat pendidikan, tempat pembagian zakat, infak, sedekah, dan lainnya.
- Tak hanya itu, fungsi masjid juga sebagai tempat diskusi antara Rasulullah saw beserta seluruh sahabat Beliau tentang segala masalah yang tengah menimpa umat, strategi perang dan menjalankan negara.
- Masjid pun dikenal sebagai tempat latihan militer atau perang, tempat pusat pengobatan para korban perang, tempat pengadilan kasus persengketaan, tempat menerima tamu, tempat menawan tahanan serta sebagai tempat pusat penerangan informasi Islam.
Begitu pentingnya fungsi masjid dalam sistem Islam. Bahkan Rasulullah saw pernah meruntuhkan bangunan yang dianggap sebagai masjid kaum munafik di Dzu Awan, daerah yang tak jauh dari Madinah. Kaum munafik menganggap bangunan tersebut sebagai masjid tapi tak mereka gunakan maksimal untuk membangun keimanan dan ketakwaan kaum di wilayah tersebut. Tempat ini malah digunakan sebagai tempat untuk menderaskan opini buruk dan memecah belah umat.
Fungsi utama masjid tak pernah berubah selama kepemimpinan sistem Islam diterapkan di setiap negeri. Namun, kini berbeda. Sejak sistem Demokrasi sekuler menjadi nadi pengatur kehidupan, pemikiran umat terpisah dari syariat Islam hingga pemikiran umat menjadi bias, tak jelas tentang fungsi masjid yang sebenarnya. Sistem yang diadopsi dari barat ini, menjauhkan segala pengaturan agama dari setiap segi kehidupan. Akibatnya, wajar, jika umat menjauhkan masjid sebagai tempat mengatur segala urusan umat, yaitu politik pengaturan kehidupan bermasyarakat. Alhasil, fungsi masjid pun tersekat hanya sebagai tempat ibadah ruhiyah semata.
Sistem politik dalam negara Demokrasi sekuler bersandar pada sistem politik Demokrasi, yang menyandarkan segalanya pada suara rakyat. Sesuai dengan arti per kata, 'demos', berarti rakyat. 'Kratos', berarti kedaulatan. Maknanya, segala kedaulatan bersumber dari kebijakan berdasarkan mayoritas suara rakyat. Kedaulatan tertinggi di tangan rakyat.
Padahal penetapan ini adalah keliru. Saat kebijakan ada di tangan rakyat, berbagai bentuk manipulasi dapat terjadi. Bahkan suara rakyat dipermainkan oleh para penguasa demi kepentingan pribadi dan oligarki. Pemimpin pun akhirnya "amnesia" tentang tugas utamanya mengurusi segala urusan kehidupan umat.
Segala bentuk pemahaman yang sekuler ini pun terbentuk dari rendahnya pemahaman umat tentang esensi makna politik sesungguhnya. Sekulerisme mengartikan politik sebagai makna kepartaian, parlemen, dan beragam cara culas yang digunakan demi menggapai kekuasaan. Pemahaman yang rusak dan timbulkan kezaliman di tengah pemikiran umat.
Syariat Islam, menegaskan bahwa segala bentuk kedaulatan berada pada ketetapan syara'. Bersumber dari Al-Qur'an dan sunah. Inilah yang ditetapkan Allah Swt. yang menetapkan segala aturan terbaik untuk mengendalikan seluruh urusan manusia.
Sungguh, masjid adalah tempat strategis untuk memperbincangkan segala urusan/ kepentingan umat. Dalam syariat Islam, politik (as-siyasah) didefinisikan sebagai seluruh aktivitas pengurusan umat. Politik ini pun diselenggarakan negara secara langsung dalam pondasi akidah Islam. Akidah Islam yang bersumber dari syariat Islam yang menyeluruh. Rakyat dan negara menjadi elemen penting penggerak negara dalam melaksanakan kepengurusan urusan umat, saling bersinergi, bekerjasama, dan mengingatkan; agar dapat mewujudkan tujuan bersama, membangun negeri berfondasikan akidah Islam; demi meraih rida Allah Swt. semata. Wallahu a'lam bishawwab.
Baca juga:

0 Comments: