
OPINI
Literasi Digital Sekuler-Kapitalis Merusak Fitrah dan Identitas Generasi
Oleh. Ummu Faiha Hasna
Bulan Januari ini, banyak berita yang bikin miris hati terkait remaja. Yang paling mengerikan yakni berita seorang remaja yang terpengaruh Yandex Browser.
Remaja ini berusia 11 tahun di Makassar, Sulawesi Selatan, diculik dan dibunuh dua remaja, karena mereka tergiur uang Rp1,2 miliar dari tawaran jual-beli ginjal.
Kepolisian Indonesia mengatakan kasus ini tidak terkait jaringan jual-beli organ tubuh, tapi dalam laman berita online bbcnewsIndonesia, pada 13/1/ 2023 menemukan penawaran dan permintaan ginjal dengan imbalan uang masih beredar di media sosial. Seorang ahli kesehatan masyarakat menyebut, tawar menawar ginjal di media sosial bisa berpotensi menjadi pintu masuk sindikat perdagangan orang.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) mengatakan telah memblokir sebanyak tujuh laman jual-beli organ tubuh menindaklanjuti permintaan Polri. Dan keterangan dari kepolisian di Makassar menyimpulkan tidak ada jaringan penjualan organ tubuh di wilayahnya, tapi penawaran jual-beli ginjal bisa ditemukan di media sosial. (bbc,13/2/2023)
Terkait penawaran jual organ melalui platform digital sangat banyak berseliweran. Ada ditemukan sejumlah grup publik di Facebook yang secara terang-terangan menunjukkan tawaran untuk menjual atau membeli ginjal.Grup tersebut yaitu bernama “Forum Donor Ginjal Indonesia” yang memiliki 733 anggota terdapat diskusi menjual atau membeli ginjal. Tawarannya lengkap dengan golongan darah, sampai nomor kontak yang bisa dihubungi.
Transformasi digital di negeri ini masif dikembangkan. Sayangnya, literasi digital masyarakat masih sangat rendah. Sementara kehidupan sekuler saat ini telah melemahkan iman masyarakat. Standar kebahagiaan di tengah-tengah kehidupan saat ini pun adalah materi dan kenikmatan jasadiyah.Semakin besar materi dan kenikmatan jasadiyah yang diperoleh maka hidup akan semakin bahagia.
Dari kasus ini sangat terlihat, anak usia remaja sudah berpikir untuk mendapatkan materi dalam jumlah besar dengan menghalalkan segala cara. Kebanyakan dari generasi muda banyak yang tidak sabaran dan ingin semuanya serba instan tanpa usaha tanpa peduli cara yang ditempuh halal atau haram. Hal ini, didukung juga dengan kondisi perekonomian rakyat yang makin sulit akibat penerapan sistem ekonomi kapitalisme.
Inilah, akibat perkembangan transformasi digital yang tidak dibarengi dengan sistem pengamanan yang kuat dari negara. Akibatnya terjadilah penyalahgunaan yang membahayakan nyawa manusia. Padahal, seharusnya digitalisasi membawa banyak maslahat dan kebaikan apalagi negara memiliki visi yang lebih mulia. Faktanya di negeri ini digempur untuk kepentingan ekonomi yang didukung oleh regulasi dari negara.
Salahkah dengan kemajuan digitalisasi? Sebetulnya tidak ada yang salah, karena digitalisasi sendiri telah memudahkan kerja manusia. Hanya saja, saat ini digitalisasi yang dijalankan dengan paradigma kapitalisme tidak bisa dilepaskan dari tujuan yang ingin diraih, yaitu mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Sementara variabel dampak penggunaan platform digital hingga efek negatif yang ditimbulkan tidak lagi menjadi bahan pertimbangan. Ini salah satu dampak kesalahan terbesar dalam menentukan visi negara nyawa manusia pun bisa hilang sia-sia.
Berbeda sekali dengan teknologi di bawah Khil4f4h Islam. Pemerintahan yang berlandaskan aturan Islam merupakan satu kesatuan institusi kaum muslimin yang menerapkan aturan Islam secara keseluruhan dalam segala aspek bidang. Oleh karenanya, teknologi yang dihasilkan senantiasa fokus pada teknologi tepat guna untuk menyelesaikan masalah yang ada di masyarakat.
Melihat kembali sejarah di abad 9/10 M, misalnya Abu Bakr Ahmed Ibnu Ali Ibn Qays al Wahsyiyah sekitar (tahun 904 M) menulis kitab al Falaha al-Nabatiya. Kitab ini mengandung 8 Juz yang kelak merevolusi pertanian di dunia. Antara lain tentang teknik mencari sumber air, menggalinya, menaikkannya ke atas hingga meningkatkan kualitasnya. Karena itu, negara Islam akan menerapkan aturan rinci terkait bagaimana memanfaatkan digitalisasi dalam bingkai keimanan untuk meraih kebaikan sehingga aman dari konten berbahaya.
Ajaran Islam memandang bahwa segala sesuatu harus dipergunakan dengan menghadirkan kesadaran akan hubungan dengan Allah (Idrak Silla Billah). Walhasil, digitalisasi dipandang sebagai karunia Allah untuk mengumpulkan amal demi meraih ridho-Nya. Selain itu, islam juga mengajarkan pemanfaatan teknologi harus senantiasa terikat dengan syariat-Nya. Inilah yang seharusnya tertanam di benak generasi muslim agar pendidikan tersebut berbasis akidah Islam. Sebab, sistem pendidikan Islam, sejatinya akan memastikan arus digitalisasi berjalan tanpa merusak fitrah dan identitas generasi.
Peran negara juga akan hadir di tengah-tengah masyarakat sebagai junnah (pelindung) yang menjauhkan mereka dari dharar. Sebab, keamanan adalah tanggung jawab secara penuh. Perkembangan transformasi digital akan dikontrol oleh negara hingga negara memastikan bahwa tidak ada situs-situs yang berbahaya yang merusak pemahaman Islam seperti situs-situs yang menyebarkan pemikiran yang bertentangan dengan Islam berupa sekularisme, liberalisme, dan pluralisme dan lain sebagainya termasuk menjauhkan masyarakat dari akses transaksi ekonomi yang haram baik haram dari segi mekanismenya maupun barang yang ditransaksikan di bawah departemen keamanan (security department).
Negara yang bermindsetkan akidah Islam juga akan mengangkat pegawai yang siap mengontrol hal tersebut setiap saat. Penerapan aturan Islam secara sempurna dalam bingkai Khil4f4h akan menjaga umat dari bahaya yang mengancam nyawa dan membentuk mereka menjadi pengguna teknologi maupun platform digital dalam keimanan dan ketakwaan. Wallahu A'lam Bishshawab.
Baca juga:

0 Comments: