Headlines
Loading...
Oleh. Ratty S Leman

Perjalanan dengan pesawat terbang dari Jakarta sampai ke Yaman diperkirakan hampir 10 jam. Ning melihat jam tangan,  pukul 12 sudah sampai di Yaman untuk transit. Ternyata jam harus dimundurkan 4 jam karena di Yaman masih pukul 8 malam waktu setempat. Di sini mereka transit selama kurang lebih 7 jam. Si kecil Iza sudah mulai rewel dan bosan. Tiba-tiba ia menangis minta pulang. 

"Wah, gawat!" Kenang pusing. Ning mengajaknya jalan-jalan keliling ruang tunggu sambil menyapa para jemaah lain agar Iza terhibur. Sementara itu, ayah dan kakak-kakaknya terlelap di kursi dan karpet ruang tunggu.

Jam 3 pagi waktu Yaman mereka dibangunkan untuk siap-siap diterbangkan menuju Jeddah.  Menurut informasi, Yaman ke Jeddah hanya 1,5 sampai 2 jam. Mereka siap-siap masuk pesawat lagi meski angin kencang dan dingin menusuk tulang. Yaman dingin sekali karena dikelilingi pegunungan. Lebih dingin dari daerah Puncak, Bogor. Mereka diantar bis kecil ke bandara lalu menuju pesawat. Alhamdulillah si kecil Iza tidak bilang takut lagi meski naik pesawatnya melalui tangga biasa. Perjalanan dengan pesawat kecil dimulai, mereka berdoa lagi memohon keselamatan. 

Pukul 5 pagi, tibalah mereka di Bandara King Abdul Aziz. Hari belum masuk waktu subuh.  Waktu Subuh di sana setengah jam lagi tapi  mereka sudah langsung disuruh antre untuk mengurus imigrasi. Di sini ada cerita lagi yang menarik,  proses imigrasinya sangat lama dan  melelahkan. Butuh waktu hampir 4 jam.  Terpaksa wudhu dengan cara tayamum dan salat subuh sambil antre berbaris. Mereka pun beristighfar.
 
Si kecil Iza rewel dan menangis lagi. Ning berusaha menggendong dan menghiburnya. 
Dilihatnya di seberang sana ada artis Indonesia, Marissa Haq dan Ikang Fawzi, "Eh ada Mbak Ica tuh," kata Ning sama si kecil". 

Suami Ning dan keponakan sontak tertawa dan berkomentar, "Mana tahu anak-anak kecil sama mereka. Itu artis zaman kita."

Kakak-kakaknya Iza juga mulai tampak bosan.  Ning menyemangati mereka,  "Anggap saja ini seperti kita di Padang Masyar nanti, antre menunggu hisab." Anak-anak pun pasrah.  Proses imigrasi yang sangat lama dan benar-benar melelahkan, butuh waktu 4 jam untuk  antre. Salat Subuh tak bisa sempurna karena darurat.

 "Hufff." Ning menghela nafas. 
 
 Bis sudah menunggu menuju Madinah. Kira-kira pukul 9 mereka masuk bis. Perjalanan dari Jeddah ke Madinah butuh waktu 5 sampai 6 jam. Urusan imigrasi yang lama itulah yang menyebabkan mereka  terpaksa salat Jumat di sebuah masjid kecil di perjalanan.  Impian umrah dengan salat Jumat di Masjid Nabawi sesuai rencana hanya mimpi. Belum diizinkan oleh Allah. Mau tak mau Ning harus ikhlas.

Waktu Ashar, mereka sudah sampai di penginapan.  Butuh waktu juga untuk menerima kunci kamar.  Mereka salat ashar di hotel. Baru istirahat sebentar sudah terdengar adzan maghrib. 

"Kita salat di masjid Nabawinya Isya saja," kata Kenang pada Ning dan anak-anak.

Selesai salat maghrib mereka makan malam sebentar lalu berangkat sholat Isya menuju Masjid Nabawi.  Rindu makin membuncah. Anak-anak sudah penasaran ingin segera melihat Masjid Nabawi. Berangkatlah mereka sekeluarga ke Masjid Nabawi sambil bertanya-tanya orang di jalan ke mana arah masjid Nabawi. Ketahuan deh, baru datang ke lokasi.  Cukup jauh mereka berjalan, kira-kira 1,4 kilometer.   Alhamdulillah akhirnya bertemu Masjid Nabawi yang cantik dan megah itu. Mata anak-anak berbinar-binar. Kenang dan anak-anak ke shaff pria di pintu 2,  Ning ke shaf wanita. Shaf wanita di pintu 25 sampai 29. Cukup jauh juga. Ning pun berputar menuju pintu wanita. 

Malam itu mereka bisa salat di Masjid Nabawi. Nikmat mana lagi yang hendak kamu dustakan. 

Selesai salat Isya, Ning menunggu suaminya dan anak-anak datang di pintu gerbang 2 sesuai kesepakatan tadi sebelum mereka berpisah. 
"Lama amat mereka tak muncul-muncul," batin Ning.

Ternyata mereka ke Raudoh tapi sudah tutup. Ditambah lagi, Kenang lupa menaruh sandal sehingga  mencari-cari sandalnya dulu dengan anak-anak. Ning hanya bisa tersenyum maklum. 

Selepas salat Isya mereka tidak langsung pulang melainkan duduk-duduk dulu di teras masjid yang luas sambil menikmati keindahan Masjid Nabawi dan langit Madinah. "Kami datang ya Rasulullah untuk salat
 di masjidmu dan ziarah kepadamu," bisik Ning. Tak terasa air mata rindu menetes membasahi pipi.

Ada penjaga galon air zam-zam di Masjid Nabawi lewat, mereka menanyakan kapan Raudoh dibuka. Kata penjaga tersebut untuk pria bebas kapan saja. Untuk wanita biasanya selepas isya,  selepas subuh dan selepas dhuhur. 

"Yuk, besok kita coba lagi," kata Kenang menyemangati anak-anak. 

Setelah puas menikmati keindahan malam di Masjid Nabawi dan langit Madinah, mereka memutuskan pulang ke maktab. 

Perut masih lapar karena tadi terburu-buru makannya dan hanya makan sedikit.  Alhamdulillah makanan masih tersedia, mereka pun menambah makan malam. Setelah gosok gigi dan berbenah mereka langsung tidur pulas karena kecapekan sepanjang perjalanan dari Jakarta ke Yaman, Yaman ke Bandara King Abdul Aziz, lanjut ke Madinah. [ ]

Baca juga:

0 Comments: