Headlines
Loading...

Oleh. Elia Ummu Izzah

Labbati adalah gadis yang cantik. Lesung Pipit di pipi menambah manis bila ia tersenyum. Bu Ati pun senang terhadapnya. Entah mengapa Labbati yang ada dalam ingatan gurunya itu. Walaupun ada banyak muridnya, yang selalu dicarinya adalah dirinya.  

Ramah, kesan itu mungkin yang pertama muncul. Kadang komunikatif pula bila disapa gurunya. Di samping ringan membantu bila diberi tugas, Labbati menambah tresna gurunya kepadanya. 

Suatu hari anak-anak kelas dua belas 'outbond' ke sebuah hutan. Di dalam hutan banyak ditumbuhi hutan bakau. Mereka asyik buat acara refreshing. Hanya beberapa anak yang yang ikut. Ada Yoga, Mei, Bambang, Tini, Sofyan dan Labbati sendiri.

Ketika sudah sampai di lokasi tujuan, anak-anak berjalan sendiri dan menuju arah yang diminati masing-masing. Ada yang duduk di atas kapal menikmati hamparan alam yang berisi air. Segar terasa di badan. Tentram hati dibuatnya.

Ada juga yang berjalan berkeliling, bermain-main dan ber-selfi ria. Semua bebas mengekspresikan diri. Labbati sendiri memilih mengajak jalan salah satu temannya, yakni Yoga. Sejak saat itulah, Yoga dan Labbati terlihat makin dekat dan akrab.

Entahlah, apakah mereka saling jatuh cinta ataukah tidak. Tidak ada melainkan hanya mereka berdua yang tahu. Bu Ati yang  melihat gejala di antara mereka berdua, mulai waspada seratus persen. Jangan sampai terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Maka, Bu Ati, dalam salah satu pembelajaran memberikan materi yang berkaitan dengan keharaman pacaran dalam Islam.

Saat pembelajaran, Labbati yang mendapatkan tugas untuk menjadi pemateri mewakili temn-temannya. Materi memang sengaja diberikan Bu Ati kepada Labbati agar Ia paham. Trik Bu Ati berhasil, Labbati tidak melampiaskan rasa sukanya kepada Yoga. Belum saatnya ia berteman dekat, karena ia masih sekolah. Cita-citanya belum berhasil. Ia masih ingin lanjut kuliah. Bukan segera menikah. Jadi ia harus menjauhi berbagai perasaan yang bisa menghambat cita-citanya.
Masalah jodoh, bila sudah waktunya, akan datang saat itu. Serahkan saja semuanya kepada Allah. Semoga yang baik yang jadi jodohnya.

Siang itu, tibalah waktu istirahat. Teman kelas Labbati segera berhamburan keluar kelas untuk beristirahat. Sebagian menuju ke kantin, sebagian lainnya ke masjid dan sebagian lagi tetap duduk-duduk di kelas. Bu Ati tiba-tiba mendapat informasi dari Koko, bahwa ada anak kelas dua belas yang berpacaran, memojok di rumah kosong tidak berpenghuni. 

Bu Ati segera mengecek kebenaran berita tersebut. Dilangkahkan kakinya ke rumah kosong di sebelah rumah. Kagetlah Bu Ati  dibuatnya. Sepasang anak laki-laki dan perempuan sedang berdua-duaan memadu kasih. Bu Ati berang, dengan serta merta sambil melotot, ditanyalah mereka berdua.

" He, sedang apa kalian"?  

Mereka berdua kaget luar biasa. Tidak menyangka gurunya akan menghampiri mereka. Dengan muka malu dan ketakutan Yoga segera beranjak.

" Ti...ti...tidak apa-apa Bu," begitu timpal Yoga

Yoga tetap salah tingkah.

Bu Ati pun berteriak lebih keras lagi. "Ibu tahu apa yang kalian lakukan!"

"Sangat tidak pantas apa yang kalian lakukan!" lanjut Bu Ati membentak

Bu Ati masih belum bisa meredam marahnya. ia segera membuka hp dan akan memotret mereka berdua sebagai bukti akan kesalahan siswanya.

Namun Yoga, menahannya. "Jangan Bu...jangan"

Dengan wajah memelas dan menahan tindakan gurunya, Yoga menghalangi dengan kedua tangannya. Hal tersebut, membuat batal Bu Ati hendak mengfoto kedua anak yang ditemuinya. Anak perempuan teman Yoga menutup wajah dengan kerudungnya, wajahnya tetap tertunduk, sehingga Bu Ati sulit untuk mengenalinya. 

"Siapakah Dia?" Pikir Bu Ati

Bu Ati berkonsultasi dengan guru yang lain tentang permasalahan yang baru dialaminya. 

"Lebih baik mereka dipanggil satu persatu," saran Bu Siwi

"Diberi nisehat supaya jangan mengulangi perbuatannya," lanjut Bu Siwi. 

Bu Ati pun sepakat dengan Bu Siwi. Dipanggillah Labbati dan Nuri untuk pertama kali. Keduanya tidak ada yang mengaku, dan bukan mereka, anak perempuan yang ditemui Bu Ati bersama Yoga. Bu Ati memang menduga bahwa dalam pikirannya, yang bersama Yoga adalah Labbati. Bu Ati sudah minus, apabila tidak memakai kacamata, penglihatannya buram dan tidak jelas. Apalagi keadaan anak yang ditemuinya tertunduk, sehingga sangat sulit Bu Ati mengenalinya. Bu Ati hanya mengamati baju dan kerudung yang dipakai coklat muda. Memang berbeda dengan yang dipakai Labbati hari ini, baju hitam putih kotak-kotak dengan kerudung warna hitam. Sangatlah berbeda, disamping postur tubuh Labbati yang lebih pendek dan lebih gemuk.

Akhirnya, Bu Atipun tetap menasihati Labbati dan Nuri agar berhati-hati, menjaga kehormatan diri sebagai seorang wanita. 
"Jangan gampang dirayu oleh teman laki-laki nya. Kesucian perempuan harus dijaga, hanya diberikan untuk lelaki yang akan menjadi suaminya bila sudah menikah kelak."

Labbati dan Nuri membenarkan  nasihat gurunya.

Giliran Yoga, Irvan dan Harun yang dipanggil. Yoga lebih memilih diam dan tertunduk malu. Keterangan lebih banyak diberikan oleh Irvan. Anak yang ditemui Bu Ati bukanlah Labbati, melainkan anak dari sekolah lain, yang tinggal tidak jauh dari lokasi sekolah. Mereka bertiga ditanyai satu persatu dan diberi nasihat panjang lebar, agar tidak  mengulangi dan tidak  mempermainkan wanita. Mereka merasa bersalah dan minta maaf kepada gurunya dan berjanji tidak mengulanginya, akan  menjaga nama baik diri, keluarga dan sekolah, serta siap menerima hukuman. Bu Ati pun meminta maaf kepada Labbati yang telah salah sangka kepadanya.

Baca juga:

0 Comments: