Headlines
Loading...
Oleh. Iis Nopiah Pasni

Bunda Isna sedang sibuk mengetik pada hpnya, nampaknya Ia sedang serius menuangkan idenya untuk mengetik cerpen yang akan dikirim untuk lomba.

Bunda Isna kali ini memilih judul cerpennya itu "Menggapai Ridaa Allah".
Judul yang ia pilih  ini terinspirasi dari ucapan gurunya saat kajian.

Abidzar menghampiri Bundanya yang sedang mengetik, memperhatikan lalu mencoba membaca tulisan yang dikeruk Bundanya.

Abidzar belum begitu lancar membaca, tapi anak itu begitu semangat membaca apa saja tulisan yang dilihatnya.

Perlahan Ia mengeja tulisan tersebut, Bunda Isna tersenyum mendengar anaknya sedang membaca judul cerpennya itu. 

"Menggapai Rida Allah," kata Abidzar kelas  satu Madrasah Ibtidaiyah Negeri itu masih terbata-bata membaca tulisan  judul cerpen yang akan diketik Bundanya.

"Bun, apa sih arti menggapai Rida Allah?" tanya Abidzar penasaran.

"Menggapai itu usaha seseorang mencapai sesuatu, nah kalau Rida Allah Swt.  itu (Kerelaan) Allah. Rela adalah bersedia dengan ikhlas, izin (persetujuan), berkenan, dapat diterima dengan senang hati, tidak mengharapkan imbalan, dengan kehendak atau kemauan sendiri (KBBI)." kata Bunda Isna menjelaskan perlahan.

"Usaha yang dilakukan seorang muslim melakukan perintah Allah dan menjauhi segala larangannya agar Allah Rida padanya,  gitu Abang," jawab Bunda Isna sambil mengetik cerpennya.

"Masih belum mengerti, Bun," kata Abidzar lagi.

"Gini bang, contohnya seorang muslim yang berdagang, maka akan mendapat untung dan juga kalau berdagang itu Ia menghadirkan Allah, dengan mengerjakan perintah Allah, dagangnya jujur maka Ia juga akan mendapatkan Rida Allah Swt.. Masyaallah," kata Bunda panjang lebar.

"Bun, coba ceritain cerpen dong tentang menggapai Rida Allah, " pinta Abidzar pada Bundanya.

Lalu Bunda Isna memulai cerita pendeknya:

Pasar pagi di Kota Jujur hari itu semakin ramai, hiruk-pikuk pedagang dan pembeli melakukan transaksi.

Beraneka ragam bahan makanan juga kue-kue dijual di pasar tersebut.

Sayup-sayup terdengar suara seorang ibu sedang membeli ikan segar.

"Pak, beli ikan nila dua kilo tapi yang masih hidup ya," kata si Ibu berkerudung biru sambil memilih ikan nila yang segar.

"Nggak usah disiangi ya Pak, mau dipelihara, pilih yang agak kecil aja," kata si Ibu itu lagi.

Penjual ikan dengan sigap langsung menimbang ikan yang dipilih si Ibu kerudung biru itu. 

Nampak si Ibu pembeli itu dahinya mengernyit heran melihat kelakuan si penjual ikan, lalu berkata spontan.

"Pak, kok nimbang ikannya sama airnya?" tanya si Ibu heran campur kesal.

Penjual ikan itu tersenyum lalu menjawab:
"Kan tadi katanya mau yang masih hidup," jawabnya enteng.

"Ya sudah Pak, nggak apa-apa kok, saya terima tapi kita ketemu nanti di akhirat ya Pak," jawab si ibu pembeli kesal.

Mendengar ucapan si pembeli tadi, Pak penjual ikan langsung membuang air dalam kantong plastik transparan dan menimbang ulang. 

Ucapan Ibu berkerudung biru itu nampaknya membuat nyalinya takut, bersyukur masih ada iman dalam dirinya.

Setelah ikan ditimbang ya baru penjual ikan itu memberi air dan mengikatnya.

"Maaf, Bu. Ini ikannya," kata penjual ikan meminta maaf penuh penyesalan pada ibu pembeli itu.

"Iya pak, saya maafkan. Terima kasih, Pak," kata Ibu berkerudung biru itu sambil memberikan uang sesuai akad jual beli mereka diawal, lalu berlalu dari hadapan pak penjual ikan.

Pak penjual ikan itu menerima uang tadi lalu menunduk malu.

"Ceritanya tamat, Bang," kata Bunda Isna pada anak ketiganya itu.

"Gimana menurut Abidzar cerita tadi," tanya Bunda Isna pada anaknya.

"Ya Allah, untung ya Bun, Si penjual tadi takut Allah ya, kalau nggak pasti airnya juga ditimbang," kata Abidzar antusias.

"Ngeri ya Bun, kalau di akhirat, nanti," celetuk bocah laki-laki itu  sambil memperhatikan Bundanya yang meletakkan HP ke atas meja bulat.

"Iya, jadi kita semua sebagai seorang muslim harus jujur dalam segala hal," kata Bunda Isna.

"Agar Allah Rida," jawab mereka hampir berbarengan lalu mereka tersenyum bersama.

Bunda Isna langsung memeluk Putranya itu, sambil berkata pelan.
"Bang, Abang jadi anak saleh ya, juga anak Muslih, agar diridai Allah Swt.," kata Bunda Isna pada putranya tadi.

"Aamiin," jawab mereka hampir bersamaan. begitu harapan Bunda Isna pada putranya tersebut.

"Bun, sudah belum ngetiknya?" tanyanya polos.

"Emang kenapa bang kalau sudah selesai," tanya Bunda Isna penasaran.

"Kalau sudah, Abang mau minta Bunda tolong bikin telor goreng setengah mateng," kata Abidzar yang memang doyan makan telur setengah matang itu.

"Oke, Bang. Bunda buatkan sebentar ya, tunggu di meja makan," kata Bunda Isna langsung mengambil telur di kulkas dan bersiap menggorengnya.

"Makasih Bun, apa saja yang Bunda masak pasti enak," puji Abidzar pada Bundanya. Tentu saja Bunda Isna bahagia dipuji anaknya walau hanya menggoreng telur setengah matang,"

"Bun, Abang baca doa dulu, agar dapat Rida Allah," kata Abidzar lalu membaca basmallah dan doa mau makan. Senyum Bunda Isna melebar mendengar ucapan anak ketiganya itu. Bahagia itu memang sederhana. 

Muara Enim, 16 Desember 2022

Baca juga:

0 Comments: