
Cerbung
Makkah I'm Coming
Oleh. Ratty S Leman
Hari ini keluarga Ning bersiap keluar dari hotel di Madinah, hendak menunjuk Makkah. Pukul 09.00 koper sudah siap. Mereka disarankan untuk mandi ihram dan memakai kain ihram di hotel. Nanti sampai di miqot yakni Bir Ali tinggal wudhu saja, salat niat ihram dan berumroh.
"Mau ke mana?" tanya si kecil Iza.
"Mau ke Makkah kita, lihat Ka'bah. Mau?" tanya Ning.
"Mau. Nanti di sana dapat permen coklat gak?"
Masyaa Allah, rupanya Iza terkesan sekali dengan Masjid Nabawi. Setiap ke sana selalu ada yang memberinya coklat, kurma, roti atau apa saja dari jemaah lainnya. Keramahan penduduk Madinah dan pengunjung Masjid Nabawi memberinya pengalaman yang menyenangkan.
Alhamdulillah, selama di Masjid Nabawi Iza selalu semangat. Terkadang ikut ayahnya dan kakak-kakaknya, kadang-kadang ikut ibunya di jemaah wanita.
Saat salat bersama ibunya, dia sering diusap-usap kepalanya oleh pengunjung yang lainnya.
"Masyaa Allah, masih kecil sudah sampai ke sini. Ia mendapatkan kemudahan dari Allah," kata seorang ibu sambil mengelus-elus kepalanya.
"Alhamdulillah, pas pembagian visa dia yang pertama jadi duluan. Padahal tadinya dia mau kami titipkan, namun tidak ada yang bersedia dititipi anak," jawab Ning.
Mereka gembira dalam perjalanannya karena tujuan utama yakni berumrah akan segera dimulai. Bus melaju hampir 4 jam menuju Bir Ali. Akhirnya mereka sampai di Bir Ali waktu ashar. Segera ke kamar kecil, ke tempat wudhu dan salat sunnah ihram. Setelah niat 'labaik Allahumma umrotan' mereka langsung menuju bus, berangkat ke Mekkah.
"Eh, mana Ayah?" tanya anak-anak. Ayahnya tak tampak.
Setelah dicari-cari baru ketemu. Rupanya Kenang mencari jam tangannya. Dia baru ingat setelah salat. Jam tangannya tertinggal di toilet, tapi sudah tidak ada. Tidak ada waktu lagi untuk mencari.
"Sudah, ikhlaskan. Insya Allah nanti bisa ke sini lagi kapan-kapan untuk haji dan umroh lagi", kata Ning menenangkan suaminya.
Jemaah sudah lengkap, bus segera berangkat. Perjalanan Madinah ke Mekkah sekitar 5 sampai 6 jam. Mereka tadi berangkat pukul 02.00, sampai di Mekkah kira-kira pukul 08.00 malam.
Sesampai di Mekkah mereka disuruh langsung makan malam, dibagikan kunci kamar dan istirahat sebentar. Umrah direncanakan tengah malam nanti sekitar pukul 24.00 waktu setempat.
***
Mereka berkumpul dengan pakaian ihram dan melantunkan talbiyah, "Labaik allahumma labaik".
Pukul 01.00 dini hari mereka sampai di Masjidil Haram. Begitu masuk , air mata hari tak terbendung karena bisa menatap Kakbah lagi. Air mata Ning menetes, bersyukur diberi kesempatan lagi untuk ke Baitullah lagi setelah 18 tahun berlalu. Dulu bersama kedua orangtuanya, saat ini bersama suami dan anak-anaknya. Air mata menetes deras karena rasa syukur yang mendalam.
Dahulu aku meminta kedua orangtuaku mendoakanku di depan Ka'bah. Aku pun mendoakan mereka berdua di depan pintu Multazam. Allahummaghfirli waliwalidaya warhamhuma ksma robbayani shoghiro.
Kini Ning dan Kenang bertekad mendoakan anak-anak mereka di sini. Semoga kelak mereka menjadi generasi penerus yang diridai Allah dan penjaga risalah Rasulullah.
Anak-anak pun mereka minta mendoakan kedua orangtuanya saat selesai thawaf nanti. Di tempat-tempat mustajab, seperti saat mencium hajar aswad, di pintu multazam, di hijr Ismail, di bawah talang emas atau di belakang maqam Ibrahim.
Alhamdulillah, thawaf pertama lancar dan khusyu langsung di dapat. Ning sangat terharu. Meski tak bisa mencium hajar aswad secara langsung namun berhasil mengusap rukun yamani secara langsung beberapa kali. Alhamdulillah, thawaf pertama langsung khusyu dan damai, dapat 'feel' nya. Ning menengadahkan kepala, burung-burung di sekitar Masjidil Haram malam itu ada yang ikut thawaf bersama, sangat syahdu dan terasa nikmatnya menghujam ke dalam dada. Masya Allah, Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu Akbar.
Selesai thawaf mereka berusaha berdoa di depan pintu multazam, namun tak bisa menempel ke Ka'bah karena terhalang 2 barisan. "Ya sudahlah, lain kali," kata mereka.
Mereka berjalan ke arah hijr Ismail dan menempel di Kakbah. Bercucuran air mata bahagia, menangis. Bersyukur malam itu. Mereka bisa mencium Kakbah langsung di Hijr Ismail dan berdoa sepuas-puasnya. Tak ada satu pun askar yang mengusirnya.
Setelah berdoa dan menangis sepuasnya, mereka berjalan menuju Maqam Ibrahim. Terlihat penuh sesak bahkan tertabrak orang yang sedang thawaf. Akhirnya mereka dapat tempat untuk segera melaksanakan sholat sunnah thawaf.
Ning membandingkan dengan saat dia berhaji dulu. Sekarang tempat untuk sholat sunnah thawaf disediakan agak jauh dari maqam Ibrahim agar tidak terinjak dan tertabrak jama'ah yang sedang thawaf. Diberi pagar hijau agar aman. Bagi yang thawaf bisa khusyu dan bagi yang salat sunnah thawaf juga khusyu.
Selesai sholat sunnah thawaf 2 rakaat mereka mencari area sumur zamzam untuk minum dan berdoa di tempat mustajab. Ternyata area sumur zamzam tak ditemukan lagi. Mereka cukup puas dengan minum air zamzam dan berdoa di tempat galon-galon putih air zamzam zamzam berjejer rapi.
Ketika mereka akan menuju ke tempat sai, tiba-tiba Mas Faiz tidak ada di antara mereka. Alhamdulillah mereka tidak panik. Husnudzhan bahwa Allah akan menjaga mereka, menjaga para tamunya.
"Tadi kita kan bilang, setelah ini ke tempat sai. Insya Allah Mas Faiz paham. Kita nanti Insya Allah ketemu di sana", kata Kenang menenangkan anak istrinya.
Setelah berjalan beberapa langkah, benar juga. Terlihat Mas Faiz menghampiri mereka.
"Alhamdulillah, balik lagi ya Mas?" kata Ning mengucap syukur.
"Iya, baru sadar sendirian," kata Mas Faiz santai.
"Iya, harus selalu waspada ya, agar selalu bersama dan tidak terpisah," lanjut Ning lagi.
Mereka naik ke bukit Shafa untuk memulai sai. Si kecil Iza tak mau sai sendiri. Minta digendong Ning. Capek tentu saja. Ning jadi teringat perjuangan Siti Hajar saat mencari air untuk bayi Ismail. Berlari ke sana ke mari antara Bukit Shafa dan Bukit Marwah mencari air untuk bayi Ismail yang sedang kehausan. Terasa sekali lelahnya, sai dengan menggendong Iza yang berusia 3,5 tahun. Berat dan capek, tapi itulah resiko dan perjuangan membawa anak balita ikut umrah. Iza tak mau digendong ayahnya. Disewakan kursi roda untuk sai tidak mau naik. Kakak-kakaknya yang mau.
"Aku mau, Ayah. Aku mau," kata Faiz dan Rafi
"Husy, ini untuk orang sakit dan anak-anak?" kata Kenang menghindar.
"Kita sai santai saja. Kalau capek istirahat, mimum air zamzam juga boleh", kata Kenang menjelaskan ke anak istrinya.
Ya, malam itu mereka menjalani sai dengan santai, tidak terburu-buru. Kalau capek mereka duduk sebentar dan minum air zamzam yang tersedia di sepanjang tempat sai.
Akhirnya lari-lari kecil sebanyak 7 kali antara Shofa dan Marwah selesai. Mereka bertahalul. "Ayo-ayo tahalul semua, Iza juga tahalul ya," seloroh Ning.
Tak terasa mulai prosesi umroh kira-kira pukul 01.00 dan selesai pukul 04.00 pagi. Akhirnya mereka istirahat sambil menunggu salat subuh tiba.
Salat subuh pun tiba, adzan terdengar sangat merdunya menyusup ke relung-relung hati. Ning sangat bersyukur umrah hari ini berjalan lancar meskipun agak lama memakan waktu 3 jam.
Salat subuh pun dimulai. Masyaa Allah, panjang-panjang ayat yang dibaca imamnya. Sampai terkantuk-kantuk dibuatnya, kaki pun ikut bergetar. Namun Alhamdulillah semua bisa mereka lalui. Mereka segera pulang ke hotel, sarapan, mandi, istirahat dan tidur sepuasnya. [ ]
Baca juga:

0 Comments: