
Cerbung
City Tour di Madinah
Oleh. Ratty S Leman
Hari ini hari keempat keluarga Ning bepergian dalam rangka umrah. Selesai sarapan mereka diajak 'city tour' ke Masjid Quba, Kebun Kurma, Masjid Qiblatain dan Masjid Khandaq.
Dengan menggunakan bis, mereka berkeliling kota Madinah. Tujuan yang pertama adalah Masjid Quba. Masjid Quba adalah masjid yang pertama dibangun oleh Rasulullah. Di masjid ini mereka salat sunnah 2 rakaat dan mengunjungi museum di depan masjid. Ning mulai memberi informasi ke anak-anak tentang masjid ini melalui tulisan yang ada di museum.
Masjid Quba adalah masjid pertama yang dibangun oleh Rasulullah pada tahun 1 Hijriyah atau 622 Masehi di Quba, sekitar 5 km di sebelah tenggara kota Madinah. Dalam Al Qur'an disebutkan bahwa Masjid Quba adalah masjid yang dibangun atas dasar takwa (QS. At-taubah:108).
Masjid Quba berada di tepi kota Madinah. Kala itu, Nabi Muhammad baru saja menyelesaikan perjalanan hijrahnya dari kota Mekah dan langsung memerintahkan untuk membangun Masjid Quba.
Di masjid ini ada beberapa penjual kurma. Pohon kurma berderet rapi. Sebuah taman yang indah berada di depan masjid, sangat mengundang pengunjung untuk mengambil foto.
Jemaah dipanggil masuk bus untuk meneruskan perjalanan ke pasar kurma. Sesampainya di sana, Ning bertemu dengan seorang ibu muda dari Jawa Timur, dia menggendong bayi dan menuntun anak balita. Wah, suprise! Ning mengira hanya dia yang membawa anak kecil, ternyata ada juga yang membawa bayi. Masyaa Allah tabarakallah.
Di pasar kurma ini banyak aneka jenis kurma dijual. Ada yang mahal dan ada yang sedang harganya. Ada juga dijual kismis, permen serta aneka camilan khas Arab. Ning membeli kurma ajwa, kurma biasa, kismis dan permen.
Para jemaah pun segera diajak masuk bus lagi untuk melanjutkan perjalanan menuju Masjid Qiblatain dan Masjid Khandaq. Mereka menelan kekecewaan karena ternyata bus hanya lewat saja dan menjelaskan bahwa Masjid Qiblatain adalah tempat Rasulullah pernah salat menghadap timur ke Masjidil Aqsha. Tiba-tiba turun wahyu agar salat menghadap ke Barat, ke arah Baitullah di kota Mekkah. Nabi langsung berputar 180 derajat.
Banyak jemaah yang protes. Anak-anak pun kecewa, padahal Ning ingin menunjukkan adanya 2 mimbar di masjid tersebut, agar mereka melihat sendiri tempat bersejarah itu. Namun, mereka tampaknya harus puas dengan melihat 2 menara di masjid tersebut yang menandakan di bawah menara itu ada 2 mimbar.
Salah seorang jemaah berkomentar, "Mendingan tadi tidak usah ke pasar kurma. Beli kurma di mana-mana banyak. Daripada tidak mampir ke Masjid Qiblatain."
Kasian juga anak-anak, tak seperti dirinya dulu yang sempat salat di sana, melihat mimbar dan mengambil foto.
Masjid Khandaq juga dilewati. Padahal Ning ingin menunjukkan di sini dulu tempat terjadinya perang Khandaq. Rasulullah membuat parit sehingga musuh tidak bisa menyerang.
***
Sepulang dari city tour, kegiatan berjalan seperti biasa. Ke Masjid Nabawi untuk sholat 5 waktu, ke Raudoh dan membaca Al Qur'an.
Selepas salat isya, Ning diizinkan suaminya untuk ke Raudoh lagi dan pamitan ke makam Rasulullah.
Antri di Raudoh saat isya, pengalamannya berbeda lagi dengan kemarin saat subuh. Kali ini mereka disuruh duduk per kelompok. Melayu dikumpulkan dengan melayu, Arab dengan Arab, India dengan Indria, Afrika dengan Afrika.
"Baguslah," kata Ning ke keponakannya. "Biar gak saling sikutan. Orang Melayu biasanya tertib dan badannya kecil-kecil. Orang India suka 'lasak', 'ndusel' bikin kesel he..he... sesama saudara muslim harus sabar. Orang Arab dan Afrika badannya besar-besar suka takut terhimpit kitanya."
Mereka mengikuti askar atau polisi wanita yang berseragam hitam berniqob yang membawa tulisan besar 'MELAYU'. Mereka dituntun sampai ke Raudoh. Alhamdulillah antri hanya sekali ini dan tidak terlalu lama seperti saat subuh kemarin.
Sesampai di Raudoh, suasana begitu ramai dan berdesakan. Alhamdulillah Ning dan keponakannya sampai juga di Raudoh dan langsung salat 2 rakaat. Selesai salat mereka langsung ke makam Rasulullah untuk pamit.
"Ya Rasulullah, baru kemarin selepas zhuhur umatmu ini ke sini. Lepas isya, umatmu ini kembali lagi ke sini hendak pamit. Besok pagi kami harus berangkat ke Makkah. Kami berdoa kepada Allah, agar diizinkan kembali lagi ke sini bersama keluarga dan keluarga besar, saudara-saudara, famili-famili, teman-teman dan tetangga-terangga, Aamiin Yaa Mujibassailin," pinta Ning.
Air mata tak bisa dibendung mengingat Rasulullah yang lebih menyayangi kita. Beliau tak pernah bertemu umatnya setelah beliau wafat, tapi rasa sayangnya bisa kita rasakan. Kita umatnya juga tak pernah bertemu beliau saat hidup. Kita hanya bisa berziarah ke makam beliau. Melalui orangtua, para guru, para ulama, para ustadz dan ustadzah, Al Qur'an dan hadist, serta buku-buku, kita mengenal beliau.
"Rindu kami padamu, Ya Rasulullah, rindu tiada terperi. Berabad jarak dan waktu darimu, serasa engkau di sini di hatiku yang bisa membawa kami bisa hadir di sini di masjidmu dan makammu, wahai Baginda kekasih Allah." Ada lebih banyak lagi air mata saat mereka berpamitan.
Malam itu mereka mengemas barang-barang bawaan karena esok pagi harus berangkat ke Makkah. [ ]
Baca juga:

0 Comments: