Headlines
Loading...
Oleh. Atik Setyawati

Melintasi jalanan berbatu
Teringat akan beberapa puluh tahun yang lalu
Kala dibonceng ibu
Naik sepeda sambil berlagu

Kaki terus mengayuh
Buat hatiku trenyuh
Terlihat ibu mulai berpeluh
Tapi ia tak mengeluh

Satu tujuan yang dituju
Mengantar anak daftar sekolah kala itu
Ada dua tapi tetap yang diambil hanya satu
Mana yang dipilih, diri mulai ragu

Ibu berhenti, turun dari sepeda
Ajak duduk di bawah pohon
Di pinggir jalan dengan hamparan sawah terbentang
Menyeka keringat dan meniup keningku

Mana yang akan dipilih? 
Jangan sampai salah pilih
Jalani dengan sepenuh hati
Tak ada paksaan pada si buah hati

Tertunduk dalam kebimbangan
Antarakenangan dan impian
Berkelindan dalam pandangan
Ingin jadikan ibu tersenyum penuh kegembiraan

Puluhan tahun lalu
Jalanan setapak ini
Saksi bisu antaraaku dengan ibu
Betapa ibu tak pernah paksakan keinginannya padaku

Nyatanya, pilihanku tak membawa keberhasilan
Sakit berkepanjangan
Jadikan gagal dalam pendidikan
Mengapa yang ada seolah ini hasil paksaan? 

Semua bebas berkata
Bebas menilai sesama
Kecewa karena pulang tanpa tanda
Biar ubah haluan saja

Nyatanya mengobati luka
Tak semudah kata-kata
Kepercayaan diperjuangkan untuk kembali datang
Merangkak meraih bintang

Kecewa telah hilang
Berganti bangga dalam menjelang
Ada senyuman tak terbilang
Tersungging indah buat kumelayang

Kebahagian kembali datang
Ibu bahagia anaknya telah pulang
Membawa secuil harapan yang sempat hilang
Buah semangat yang tak lekang

Terima kasih, Ibu
Engkau hadir sebagai ibuku
Rahimmu tempat ternyamanku
Kasihmu, lautan semangatku

Terima kasih, Ibu
Meski kutahu
Masih ada yang kau rindu
Di ujung waktumu

Kelak akan ku gapai untukmu
Kupersembahkan janji suciku
Kulewati kembali jalanan setapak ini bersama harapanmu
Semoga Allah rida kunyatakan mimpimu, Ibu

Metro, 23 Desember 2022

Baca juga:

0 Comments: