
Oleh. Iis Nopiah Pasni
Ahad yang cerah. Ruang keluarga dan dapur rumah Isna tampak ramai karena ada acara silaturahmi keluarga sekaligus selamatan khitan Abidzar.
Herma—ibunya Isna—merebus tekwan, Siti menggoreng tahu, sedang Nung—kakak ipar Isna -membuat pempek krispi..
Isna sendiri menyiapkan meja bulat sebagai tempat saji, membersihkan ruang tamu dan teras, Pot-pot bunga digeser, kandang kucing dipindahkan untuk sementara. Lantai disapu dan dipel lalu dialasi ambal agar rapi.
Sementara itu, Yiyil dan Cha, keduanya sepupu jauh Isna, bertugas memotong buah semangka.
"Mana pisaunya, yang ini tumpul," kata Cha sambil meletakkan pisau yang tumpul ke dalam baskom kosong.
"Ini, Dik, pisaunya. Hati-hati, tajam," jawab Isna sambil memberikan dua buah pisau tajam untuk memotong buah semangka.
"Yuk, Ayuk kemarin itu memposting tentang kajian Islami yang di Taman ya?" tanya Yiyil penasaran.
"Oh iya, Dik. Ikut saja kajian Islami, setiap Ahad pagi di Taman," ujar Isna penuh semangat.
"Bayar nggak?"
"Gratis, Dik. Yang penting mau kajian," jawab Isna. Tangannya lincah menata tisu di meja saji.
"Kalau mau kajian rutin, juga ngaji tahsin ada, Bun? tanya Yiyil lagi.
"Ada, ayo ikut, Dik," jawab Bunda Isna menyemangati.
"Oh ya, kemarin yang aku posting sedang belajar iqra kenapa Ayuk share, kan malu yuk masih iqra," tanyanya lagi.
"Kenapa mesti malu, kalau untuk kebaikan. Sekarang ini orang di medsos sudah nggak malu malah posting hal negatif yang bikin dosa. Lah, ini kan tentang ajakan belajar ngaji kenapa malu, malu itu ketika melakukan dosa," jelas Bunda Isna sambil tersenyum.
"Bunda juga belajar tahsin ya diulang dari awal dari Iqra, agar makhraj hurufnya benar, panjang pendeknya benar." Bunda Isna melanjutkan penjelasannya.
"Jadi yang ikut kajian siapa saja?" tanya Yicil lagi masih sambil memotong semangka.
"Yang ikut kajian muslimah itu dari remaja putri dan ibu-ibu," jawab Isna.
"Kenapa remaja juga ikut?"
"Karena remaja putri itu nantinya akan menikah dan menjadi seorang ibu. Dia harus memiliki wawasan Islam yang luas, bisa mengajarkan pada anaknya kelak, karena ibu adalah madrasah pertama anaknya," jawab Isna, Mereka berdua tersenyum mendengar penjelasan Bunda Isna.
"Jadi, Ahad nanti datang ya?" Isna memastikan.
"Iya, Yuk, insyaallah kami datang," kata mereka hampir bersamaan.
"Yuk, nanti ngobrol lagi ya di WhatsApp?" pesan Yiyil.
'Iya, boleh, Dik." Isna merapikan kerudungnya.
Setelah selesai memotong semangka, keduanya diajak Isna menyantap tekwan hangat.
"Gimana rasanya?" tanya Isna penasaran.
"Pas, Yuk. Enak," jawab keduanya hampir bersamaan.
"Alhamdulillah kalau enak," kata Isna penuh syukur.
Keduy sejenak menikmati tekwan dan makanan ala kadarnya, lalu berpamitan untuk mengantar kue pesanan orang yang sedang pengajian.
"Yuk, makasih ya, kami pamit dulu," kata mereka.
Isna langsung mengambil uang untuk membayar kue yang dipesannya itu.
"Ayuk juga makasih, pesanan kue Ayuk sudah dianterin terus juga sudah dibantuin susun kue dan motong semangka, pokoknya makasih ya, Adik-adik," kata Isna tulus.
"Oh ya ini buat Adek Abidzar, selamat ya sudah dikhitan," kata mereka berdua sambil memberikan amplop putih pada Abidzar.
Tentu saja Abidzar senang sekali.
"Makasih, Te," kata Abidzar malu-malu.
Isna mengantar mereka ke depan.
"Yuk, mana helm di sini tadi ya?" tanya Cha.
"Oh maaf, tadi semua barang yang ada di teras dipindahkan ke sana," kata Bunda Isna sambil menunjuk tempatnya.
Mereka lalu mengambil helm tersebut, pamit dan cipika-cipiki dulu baru ucap salam dan berangkat lagi ke perumahan dekat rumah Isna, mengantar pesanan kue.
Kita harus pandai memanfaatkan teknologi, sosial media untuk segala mac kegiatan positif, share tentang kebaikan, share tentang adanya kajian islami agar banyak yang ikut kajian, banyak yang menambah ilmu dan wawasan islami, dari tak tahu menjadi tahu, dari tahu mengerjakan, dari mengerjakan jadi membagi ilmu agar yang lain juga mengerjakan hingga mendapat pahala jariyah.
Muara Enim, 15 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: