
cerpen
Bingkisan untuk Ustaz
Oleh. Elia Ummu Izzah
Pagi itu di sebuah rumah terdapat seorang anak berusia sekitar delapan tahunan. Mustaniroh namanya. Ia duduk di kelas 3 SD. Ia juga duduk di kelas 2 Madrasah Diniyah (MD).
Setiap hari kecuali hari Jumat, ia berangkat ke TPQ untuk mengaji, menimba ilmu agama. Penuh semangat, kegiatan tersebut rutin ia lakukan. Meski kadang karena sesuatu hal, ia tidak masuk. Namun, ia selalu minta izin kepada guru ngajinya.
Guru ngajinya bernama Anwar. Mustaniroh biasa memanggil Mas Anwar, demikian pula teman-temannya. Mungkin karena usianya yang masih muda, sehingga anak-anak lebih suka memanggil Mas daripada Ustaz. Kelihatannya baik-baik saja, anak-anak nyaman dan Mas Anwar mempersilahkan. Hubungan mereka antara guru dan siswa, tetapi terkesan seperti kakak yang mengajari adiknya.
Tiba-tiba, Mustaniroh mendekati ibunya. "Bu, aku mau memberi hadiah", kata Mustaniroh kepada ibunya.
Ibunya kaget, "Kado apa? Buat siapa, Nak?" tanya ibunya.
"Buat guru ngajiku", jawabnya. "Aku mau memberi hadiah sarung di hari guru besok. Ibu punya sarung?" sambungnya.
"Coba tanya ke Ayah," perintah ibunya.
Mustaniroh pun berlari mencari ayahnya. Ayahnya sedang mengetik menyelesaikan penilaian rapot untuk anak didiknya.
"Ayah, boleh tidak aku minta sarung ayah, satu saja yang masih baru?" tanya Mustaniroh kepada ayahnya.
"Buat apa memang sarungnya?" tanya ayah heran.
Mustaniroh menceritakan kembali keinginannya untuk memberikan bingkisan kepada guru ngajinya sebagaimana yang diungkapkan sebelumnya kepada ibunya. Ibu menyuruh Mustaniroh untuk menanyakan kepada ayahnya karena ibu tahu kalo ayah mempunyai banyak sarung baru yang masih disimpan. Namun, karena milik ayah, ibu tidak berani untuk mengiyakan keinginan anaknya. Mustaniroh harus terlebih dahulu bertanya kepada ayahnya.
Ayahnya setuju. "Silakan, Nak. Ambil satu, jangan lupa dibungkus yang bagus dan rapi."
"Baik, Yah. Terima kasih banyak!" Mustaniroh senang, ia berlari kembali ke arah ibunya.
"Bu, mana bungkus kadonya?"
Ibunya yang sedang melakukan pekerjaan rumah, tidak langsung merespon. Ia sedikit merasa terganggu karena tanggung, pekerjaannya sedikit lagi selesai. Namun, begitulah anak, tidak paham dengan kondisi orangtuanya. Jika punya keinginan, harus saat itu juga dipenuhi. Ibu meminta Mustaniroh untuk bersabar menunggu.
Tak lama kemudian, ibu memberikan sebuah tas untuk wadah kadonya. Bagus dan cocok menurut ibunya, tetapi Mustaniroh tidak suka. Kemudian ibunya memberikan kertas kado yang ada di warungnya. Namun, lagi-lagi anaknya tidak mau.
"Gak bagus!" tolaknya.
Ibunya merasa terganggu dan mulai kesal dengan ulahnya. Ibu menghindar untuk melanjutkan pekerjaannya. Apa yang terjadi, Mustaniroh malah membuat ulah dan menghalang-halangi ibunya melanjutkan pekerjaan. Hih! jadi seperti petak umpet. Ibunya jadi gusar bahkan sampai menangis. Mustaniroh merasa bahwa ibunya tidak memperhatikannya.
Hari guru tiba, ibu tidak hadir ke sekolah padahal orangtua teman-temannya datang ke sekolah untuk mengucapkan hari guru kepada gurunya dan memberi hadiah. Ibunya pun jadi ikut sedih mendengarkan keluh kesah anaknya.
"Maafkan Ibu, anakku. Tadi ibu mengurus beasiswamu ke bank. Harus antri lama dan tempatnya cukup jauh. Apalagi ini hari Jumat, waktunya terbatas," Ibu menjelaskan. Ini membuat Mustaniroh mengerti dan menghentikan tangisnya.
"Mustaniroh anak pintar dan baik, pasti paham dengan kondisi Ibu." Ibu memeluknya.
"Ayo, kita beli bungkus kado di Bu Yanti saja sekarang, biar kadonya siap nanti ketika kamu sore berangkat mengaji," ajak ibu.
Mustaniroh langsung mengangguk dan mengikuti ibunya. Tangisnya hilang. Ibunya pun menggoda dengan ucapan, "Bar Kamis ko Minggu, bar nangis ayo ngguyu" membuat Mustaniroh tertawa senang.
Mustaniroh kemudian memilih kertas kado sendiri yang ia suka dan segera membungkus kadonya.
Tak lupa, sebuah kartu ucapan ia selipkan untuk guru ngajinya, di sana tertulis hasil goresan tangannya yang berbunyi,
Assalamu'alaikum
Ini dari Mustaniroh.
Selamat Hari Guru, Mas Anwar.
Terima kasih atas bimbingan dan kesabarannya kepada Mustaniroh dan teman-teman.
Semoga menjadi amal jariyah yang terus mengalir
Wassalamu'alaikum.
***
Saat melihat tulisan anaknya, ibu memeluknya dan berkata, "MasyaAllah anakku, Ibu bangga dengan kepedulianmu terhadap gurumu dengan cara memberi kegembiraan kepada beliau. Semoga engkau menjadi anak yg salihah, yang selalu baik terhadap orangtua, ayah dan ibumu. Demikian pula terhadap orang yang telah berjasa untukmu, mengajari dan memberimu ilmu."
Di sore hari, ibu menerima pesan di ponselnya. .Ternyata dari Mas Anwar, guru mengaji Mustaniroh. Ia kirimkan foto tulisan Mustaniroh dan mengucapkan, "Matur kesuwun, Ibu."
"Njih, sami-sami. Mugi bermanfaat untuk Mas Anwar." Ibu mengetik pesan di ponselnya.
Cilacap, 3 Desember 2022
Baca juga:

0 Comments: