
Cerbung
Bermalam di Muzdalifah
Oleh. Ratty S Leman
Tampaknya acara bermalam di Muzdalifah tidak bisa terlaksana dengan baik. Kondisi penumpang bus yang demikian sesak tidak memungkinkan jemaah untuk keluar bus. Lagi pula macet, banyak bus yang parkir sembarangan. Belum lagi jemaah yang mabit (bermalam) di sepanjang jalan, kian menambah kemacetan. Mereka tidur hanya beralaskan selembar kain.
Namun seorang lelaki paruh baya berpendapat lain, "Memang beginilah lazimnya ketika bermalam di Muzdalifah, Nok". Nok adalah panggilan untuk anak gadis di daerah Jawa.
Rara pun teringat dengan penjelasan pembimbing manasik saat latihan dulu. Bermalam di Muzdalifah, beralaskan bumi beratapkan langit, benar adanya. Orang-orang beralaskan kain seadanya untuk bermalam di Muzdalifah. Begitu syahdu dan romantis bermesraan dengan bermunajat kepada Allah di bawah bintang gemintang. Itulah harapan ideal Rara. Namun, kondisi bus yang ditumpang olehnya, tidak mendukung hal itu.
Setelah melihat situasi dan kondisi, ketua kloter memutuskan untuk mabit di dalam bus saja agar jemaah terkontrol. Bermalam di Muzdalifah terpaksa dilakukan secara berdesakan di dalam bus.
Rombongan mulai membaca doa-doa bermalam di Muzdalifah. Ada yang duduk dan ada yang terpaksa berdiri. Beberapa jemaah terlihat meneteskan air mata. Entah karena khusyu atau karena sedih tidak bisa turun dari bus.
Alhamdulillah Rara sudah mencari batu kerikil di Arafah. Kalau tidak mau hendak minta ke siapa? Mencari batu kerikil di Muzdalifah tidak banyak yang didapatkan karena macet dan gelap meski sudah memakai senter.
Rara teringat dengan pesan pembimbing manasik dulu. Sebaiknya di Arafah kita menyiapkan batu karena di Muzdalifah kadang-kadang susah mencari batu karena biasanya macet dan gelap. Ketika sampai di Muzdalifah diletakkannya batu-batu itu di tanah Muzdalifah. Insya Allah batu ini sah dikatakan batu dari Muzdalifah. Rara sempat merasa geli sendiri mengingat hal itu sebagai suatu hal yang dimanipulasi. Eh, ternyata benar adanya. Ketua rombongan menginstruksikan batu-batu dikumpulkan dalam tas besar, kemudian diletakkan di tanah Muzdalifah lalu diangkat kembali.
Perjalanan dilanjutkan meski bus merayap pelan-pelan menuju Mina, membelah lautan manusia dan kendaraan lainnya. Arafah ke Mina yang jaraknya katanya 14 kilometer ditempuh dalam waktu yang sangat panjang. Berangkat pukul 24 malam sampai di Mina pukul 6 pagi.
Alhamdulillah, akhirnya sampai di Mina. Para jemaah segera mencari di mana jatah tenda untuk rombongan. Pencarian berhasil, semua lega. Mereka beristirahat sebentar di tenda. Satu jam kemudian, satu rombongan sepakat untuk melempar jamrah Aqabah.
Banyak yang terlihat masih capek, tapi itu terkalahkan oleh keinginan untuk bersegera melaksanakan aktivitas utama di Mina yakni melempar jamrah. (Bersambung)
Baca juga:

0 Comments: