
surat pembaca
Program Kota Layak Anak, Terbukti Gagal Memberikan Perlindungan Kepada Anak
Oleh: Dewi Asiya
(Pemerhati Masalah Sosial)
Program Kota Layak Anak terus didengungkan di berbagai daerah bahkan dijadikan sebagai program unggulan dengan maksud memberikan perlindungan pada anak terutama pada korban kekerasan terhadap anak, namun seiring dengan program tersebut ternyata masih banyak dijumpai eksploitasi anak bahkan kekerasan terhadap anak.
Baru-baru ini terjadi di Ibu Kota korban penyekapan dan eksploitasi terhadap anak dibawah umur dg inisial NAT 15 tahun, dia tidak mengetahui bahwa pekerjaan yang ditawarkan adalah pekerja sek komersial (PSK). Korban hanya dijanjikan pekerjaan dengan penghasilan besar dan dijebak dengan alasan memiliki hutang. Dia diiming-imingi dapat uang banyak dan akan jadi cantik ini dan itu ujar ayah korban yang berinisial MTR (49th) saat ditemui polda Metro Jaya Jakarta Selatan. (berita satu minggu 18/09/2022)
Sungguh sangat miris disaat digencarkan program kota layak anak namun justru masih dijumpai kekerasan terhadap anak, kenapa ini terjadi. Hal ini menunjukkan kegagalan program tersebut dimana letak kekurangannya perlu perhatian yang serius untuk mengurai akar masalahnya. Diantaranya adalah pola hidup hedonis yang dilandasi oleh sistem kapitalisme liberal menjadikan iming-iming harta benda kenikmatan duniawiah menjadi daya tarik bagi para remaja, yang penting ada iming-iming harta banyak para remaja ini tertarik untuk menerima tawaran. Bagaimana tidak, media-media sosial selalu berseliweran menawarkan gaya hidup hedonis bagi para remaja, karena kurangnya pemahaman agama (Islam) pada para remaja.
Ditambah lagi tidak adanya tindakan tegas kepada para pelaku kekerasan terhadap anak bahkan dianggap sebagai sesuatu yang wajar jika kekerasan terhadap anak terjadi. Hal ini justru dianggap sebagai konsekuensi kerja biasa, sehingga program Kota Layak Anak hanya sebatas jargon indah, tidak benar-benar melindungi anak dari bahaya kekerasan yang mengancamnya.
Untuk menyelesaikannya butuh penanganan sistemik dari berbagai sisi. Disadari atau tidak sistem kapitalisme liberal yang dijadikan landasan dalam mengatur kehidupan. Dimana pola hidup hanya tertumpu pada materi dan materi, para pelaku kekerasan memeras korban untuk mendapatkan pundi pundi dari jalan haram demikian juga remajannya tergiur dengan kehidupan mewah sebab tidak adanya pemahaman Islam yang benar dalam kehidupannya. Karena sistem sekulerisme yang telah mengakar pada benak masyarakat tidak lagi berfikir halal haram.
Hal ini jelas berbeda dengan sistem Islam. Islam memandang bahwa anak adalah aset generasi masa depan yang harus benar-benar diberi perhatian terutama dalam hal pendidikan. Anak-anak akan didorong untuk menuntut ilmu yang membentuk kepribadian mereka dengan kepribadian Islam, disamping itu anak akan dijauhkan dari iming-iming gaya hidup hedonis, maka di butuhkan peran penting dari penjagaan terhadap media yang ditayangkan, media akan memberikan suasana hidup dalam keimanan dan menuntut ilmu, sehingga anak akan tumbuh dan berkembang sesuai dengan kepribadian Islam yang dilandasi oleh keimanan dan ketakwaan. Para remaja tidak akan tergiur dengan kemewahan dunia dan mereka terdorong untuk giat dalam kegiatan keilmuan, suasana kehidupan mereka dilingkupi oleh suasana keilmuan.
Dan yang lebih penting lagi adalah pemberian sanksi yang tegas kepada pelaku kekerasan dan eksploitasi anak hingga menjadikan jerah bagi para pelaku kekerasan dan eksploitasi terhadap anak, hal ini akan terwujud pada negara yang menerapkan sistem Islam dimana para penguasanya memiliki tanggung jawab yang penuh karena mereka memiliki keyakinan akan dimintai pertanggung jawaban di akhirat, sistem ini hanya ada pada sistem khilafah Islam oleh karena itu Jika menginginkan anak terlindungi maka negara harus menerapkan sistem Islam. Allahu a'lam bish showab.
Baca juga:

0 Comments: