
Cerbung
Mata Bening (Part 3): Keresek Hitam
Oleh. Desi
Mereka bagai burung lepas dari sangkar, siap berekspresi sesuka hati. Nyanyian receh diiringi musik dari bangku-bangku yang dipukul, bertalu-talu menggema menguasai ruang kelas yang disulap indah oleh tangan pelukis.
Wajah-wajah sumringah terpancar dari anak-anak yang bahagia saat bel tanda berakhirnya waktu istirahat berbunyi, tetapi guru kelas belum juga datang menghampiri.
Nyatanya, tak semua wajah berbahagia. Ada wajah yang memendam kekesalan saat menjadi objek keisengan teman-temannya. Sebuah tangan dengan gerakan secepat kilat menutupkan kantong keresek berukuran sedang ke kepalanya.
Netranya tak mampu menembus seisi ruangan, sebab terbungkus keresek hitam pekat. Sesegera mungkin dia meraih kresek hitam itu agar terlepas, tetapi usahanya gagal ketika tangan lain kembali menutupkannya.
"Hai, cecunguk busuk, lepasin enggak?!" terdengar suara kasar yang mengagetkan semua telinga.
Bening yang geram melihat tingkah iseng temannya segera menghampiri. Sebuah penggaris plastik dengan panjang lima puluh centimeter di tangan. Dia angkat tangannya dan mengacungkan penggaris itu ke wajah Aldo.
"Apaan, sih, kamu?" reaksi tidak suka terlihat dari muka Aldo si pelaku keisengan.
"Kamu yang apa-apaan sama temen kayak gitu. Enggak punya adab!" Tegas wajah Bening menunjukkan amarah. Tatapannya tajam dengan dahi berkerut.
"Biasa aja kali. Cuma hiburan aja ditanggapi serius gitu," cemooh Aldo.
"Ngebully gitu kamu bilang hiburan? Benar-benar keterlaluan kamu, ya," kaki Bening menendang kaki kursi yang baru saja diduduki Aldo.
"Minta maaf enggak!" peringatan Bening diabaikan Aldo. Aldo malah membuang muka dengan mulut berdecit.
"Ok. Fiks, kamu aku kasih poin. Siap-siap dipanggil guru BK," ancam Bening.
"Silahkan saja kalo berani," jawab Aldo menerima ancaman Bening.
"Udah, Ning. Ayo, kembali ke meja." Alifa memegang lengan Bening khawatir.
"Denis, kamu itu ketua kelas. Harus bertindak kalo ada kejadian kaya gitu. Jangan diem aja," giliran Denis si ketua kelas yang kena semprot.
"Jangan mentang-mentang dia temenmu, ya!" Ketua kelas tak berkutik saat wakilnya menegur. Dia menyadari kesalahannya yang membiarkan peristiwa itu terjadi begitu saja.
"Kamu juga jadi cowok jangan lemah. Lawan kalo temenmu kurang ajar." Rupanya Fatih yang menjadi korban pun kena semprot juga. Bening mengetukkan penggarisnya dua kali ke meja Fatih.
"Ada Pak Hendro, hei." Sinta memberi kode semua temannya untuk duduk saat melihat Pak Hendro menuju kelasnya.
"Maaf, Bapak telat . Tadi ada tamu," ucap Pak Hendro.
Kelas menjadi tenang dan serius pada pelajaran. Sejenak mereka melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Mereka larut dan membaur mengikuti arahan guru hingga jam pelajaran terakhir selesai.
Sebelum pulang, seperti biasa mereka melakukan salat Zuhur berjamaah. Sekolah ini terdapat masjid yang lumayan besar. Tidak heran jika seluruh murid dan guru yang beragam Islam bisa salat berjamaah di masjid tersebut.
"Ning, kejadian yang tadi apa kamu enggak takut?" tanya Alifa ketika selesai salat. Mereka duduk di bibir teras samping masjid sambil memakai sepatu.
"Emang mau terjadi apa sama aku?," sebuah pertanyaan yang dijawab dengan pertanyaan balik.
"Aku khawatir aja, sih," tukas Alifa.
"Kalo menurutku, ya. Teguran kamu tadi tuh frontal banget, Ning,"
"Biarin aja biar dia kapok," tak terlihat kekhawatiran sedikitpun di wajah Bening.
"Meski itu perbuatan yang harus dihentikan, tetapi ada cara yang lebih baik untuk menegurnya. Harapannya si pelaku berhenti karena sadar perbuatannya salah. Bukan sadar karena ancaman," jelas Alifa.
"Ah, si Kampret macam itu, mana mungkin bisa sadar dengan teguran lembut," bantah Bening.
"Jika Allah berkehendak, ya, pasti bisa. Allah yang Maha membolak-balikkan hati manusia," ucapan Alifa disambut reaksi datar Bening.
Dua remaja itu berjalan menuju tempat parkir setelah mengambil tas terlebih dahulu di ruang kelasnya. Tempat parkir dipadati murid-murid yang bangga bisa diterima di sekolah favorit itu.
Bagaimana tidak, mereka bersekolah di SMP Negeri yang terkenal bermutu, berkualitas dan banyak menyabet berbagai prestasi selama bertahun-tahun.
Bermacam-macam merk sepeda keluar dari pintu gerbang sekolah. Pak satpam dengan setia membantu anak-anak menyeberang ke arah Timur.
Sekolah ini berada di tempat yang begitu strategis dengan pertigaan besar berada di depan sekolah lurus dengan stasiun kereta api. Sebelah kanan seberang jalan, terdapat lapangan sepak bola.
Sebelah kirinya ramai berjajar kedai-kedai kekinian yang menyediakan berbagai macam makanan dan minuman. Terdapat juga dua gedung SMP lain dan satu gedung SMA yang tidak jauh dari situ.
"Dah, hati-hati," suara Bening dan Alifa hampir terucap bersamaan saat mereka berpisah di depan gerbang. Bening ke arah Timur sedangkan Alifa ke arah Barat, dia tidak perlu menyeberang jalan.
"Aaah," jerit Bening. Sepedanya terjatuh keluar dari bibir jalan. Roda belakangnya terasa ada yang mendorong, membuatnya hilang keseimbangan dan terjatuh.
Saat berusaha bangun, dia melihat sesuatu laksana cahaya yang bersinar begitu terang.
Bersambung...
Cilacap, 4 Oktober 2022
Baca juga:

0 Comments: