Headlines
Loading...
Oleh: Muflihah s.Leha

Ditengah keasyikan bermain game, sinyal menghilang tanpa permisi, sontak membuat mereka geram. 

"Aduh," teriak Epan.

Dika mendengus kesal, seketika jemari berpindah.
Beralih membuka akun FBnya, mata Dika melotot, ketika menjumpai tulisan m*f*a salawat.

"M*f*a salawat... apaan ya," gumamnya dalam hati
Dika mengernyitkan kening sembari membukanya.

Ketika membuka dan mencari tahu ternyata grup salawatan.

M*fia salawat adalah komunitas anak-anak jalanan, remaja yang suka nongkrong, preman, dan lainnya yang diarahkan untuk bersalawat.

"Wah bagus ini komunitas," 

Karena remaja Karpuc adalah pecinta salawat mereka mengikuti komunitas itu.

Ramainya tersiar kabar dan lapangan Babakan sedang di dekor, panggung besar berdiri di tengah lapangan. menghebohkan warga, pasalnya m*fia salawat yang sedang mereka ikuti ternyata akan mengguncang desanya.
Aldan yang sudah mengetahui tentang itu hanya terdiam.
Karena mereka sudah sepakat untuk bertemu di tempat itu bersama Agung.

***

Malam yang begitu indah, rembulan bersinar dengan sempurna, bintang-bintang bercahaya mengelilingi bulan, menghiasi langit, angin malam yang dingin menyempurnakan alam yang begitu indahnya. Dika mondar-mandir hatinya gusar.

"Dik," terdengar Aldan memanggil dari depan rumahnya.

"Pakai sarung batik, baju hitam ya, seragam akhirussanah tahun lalu,"

"Lah... Aku sudah pakai ini, ya wis aku ganti dulu," jawab Dika sembari bergegas.

Aldan memanggil Rama dan Epan yang sudah menunggunya, setelah semua bersiap, mereka kompak pergi bersama.

Setiba di lapangan, mereka tertegun dengan lautan manusia.
Dengan rapi semua orang duduk di tanah yang luas itu.

Mereka bersalawat bersama-sama, dipimpin oleh Gus Ali gondrong dari Semarang. Ribuan preman menyaksikan dengan teratur, ketika ada yang bergoyang untuk berjoged. Banser langsung menangkap dan mengangkat ke panggung.

Tibalah puncak mahalullail, semua jamaah berdiri, renungan malam yang membuat tangisan pecah membanjiri lapangan. 
Ketika sedang menangis, Aldan menatap Dika yang sedang menyeka air matanya.
Epan tak sengaja meliriknya, melihat Aldan, Epan cekikikan tak kuasa menahan tawa, mendengar suara Epan Rama ikut tertawa. Aldan baru tersadar, mereka saling bertatapan dan saling melempar senyuman, seketika tangisan mereka buyar ketika saling bertatapan.

***

Hari Minggu yang melelahkan, kurangnya tidur membuat mereka tidur sampai siang.
Saat tersadar Dika teringat untuk hari esok, hukuman yang sedang ia jalankan.

"Duh aku belum hafal," keluh Dika yang malas menghafalkan.

"Ah, paling Epan sama Rama juga belum hafal," bisiknya dalam hati. Agar hatinya tenang.

***

Tibalah hari Senin, rasa gelisah menyelimuti hatinya. 
Dika duduk di bangku sembari menghafalkan ayat yang terlupa, namun waktu yang belum tepat ia tak bisa konsentrasi.

"Pan Lu dah hapal belum?" tanya Dika.

"Belum Dik," jawab Epan membuat Dika bernapas lega.

"Lu Ram," 

"Sama, gue belum hapal," 

"Duh besok adalah jam pelajarannya Bu Alfi, piye iki," keluh Epan.

"Ah tenang saja masih ada waktu," sahut Dika meyakinkan.

Saat mereka sedang membuka buku, suara riuh
terdengar dari halaman sekolah, banyak siswa-siswi yang keluar dari kelas menyaksikan sesuatu, seolah ada pertunjukan yang menakjubkan.

Rasa penasaran memaksa Dika dan Epan untuk ikut menyaksikan.

"Apaan sih," rasa penasaran memaksa Dika mengangkat badannya dan berlari.
Saat keluar sepasang netra melotot tajam, tangannya mengusap mata meyakinkan, kepalanya bergoyang dengan cepat.

"What, mas Aldan ..." gumam Dika.

"Yuk, kita ke sana," ajak Epan lebih dekat.

"Gak salah itu Aldan," Dika mendekati Aldan.

Ketika semakin dekat, ternyata benar Aldan dan teman-temannya sedang di hukum, mereka di suruh merokok.
Satu bungkus rokok disodorkan oleh gurunya, dan disaksikan oleh teman-teman yang lain.

"Isap Dan," ucap Dika menggoda.

Ketika yang lain maju mundur untuk mengambil rokok, Aldan dengan berani menyulut dan mengisap rokok itu.
Suara Dika dan temannya membuat Aldan tertantang dan diikuti oleh teman-teman yang lainnya.

"Kesempatan, he he,"

Aldan cengar-cengir sambil nyuncep puntung rokok yang masih panjang.
Dan menyulutkannya lagi.

"Lu kenapa dihukum," tanya Epan berbisik.

"Gue ketahuan merokok di rel kereta kemarin, saat jam istirahat,"

Epan membulatkan mulutnya 
Sembari mengelus dada.
"Untung aku gak ketahuan, kalau kita ketahuan dobel-dobel hukuman kita" cetus Epan.

***

Sepulang sekolah Dika menghafalkan ayat yang terlupa.
Rasa suntuk dan jenuh memaksanya keluar rumah dan bermain.
Dika keluar menuju tempat nongkrong bersama.

"Lah pada kemana gak ada makhluk," bisiknya dalam hati.
Di lapangan pun tak terdengar suara.
Dika kembali pulang.
Langkahnya berhenti ketika sebuah motor yang tiba-tiba terhenti di depannya.

"Mas Aldan... ikut lah,"
tanpa permisi Dika langsung menghempaskan badannya di atas jok Vega.
Aldan langsung menarik gasnya dan berlalu.

Butuh waktu 30 menit untuk sampai ke sebuah lapangan besar di Jawa Tengah, tempat mereka nongkrong-nongkrong.
Aldan duduk di pinggir lapangan, Dika mengikuti dan duduk di sebelahnya.

Angin kencang membelai rambut cepaknya, ada rasa damai ketika nongkrong sambil melihat lalu-lalang kendaran. Di sebelah lapangan.

Tampak dari kejauhan gedung sekolah yang terletak di belakang lapangan, banyak cewek-cewek cantik keluar dari sekolahan melewati pinggir lapangan, membuat mata asyik memandang.

Di sela lamunannya, pandangan mereka tiba-tiba dihentikan oleh cewek-cewek cantik yang biasa ia perhatikan, sedang berjalan.

"Cewek Dan," cetus Dika.

Aldan tersenyum, hatinya gusar, ada rasa ingin mendekat, namun rasa malu menyelimuti batinnya.
Cewek-cewek itu makin caper.
Membuat Aldan tak kuasa tertarik.

"Gimana ya caranya, yuk kita dekatin," pinta Aldan.

"Coba Lu berani gak," ucap Dika sembari cengengesan.

Merasa tertantang Aldan maju memberanikan diri.

"Hey cewek, boleh kenalan," ucap Aldan dengan lembut sembari melemparkan senyum manisnya.

Menatap cowok kalem, dengan postur tubuh yang tinggi, hitam dan manis, cewek itu menyambut dengan senang.

"Namaku Aldan," 

"Aku Melly," jawab salah satu dari mereka sembari melemparkan senyum cantiknya, matanya melirik kearah Dika.
Dika melemparkan senyuman dan melambaikan tangan.

"Namaku Isna," jawab cewek di sebelahnya.

"Boleh minta nomer WA-nya," pinta Aldan.

Melly memberikan nomer HPnya.

"Terimakasih," ucap Aldan sembari meninggalkan mereka.

"Sama-sama," jawab mereka dengan kompak.

"Gimana," tanya Dika.

"Aku sudah punya nomernya,"

"Yuk pulang," ajak Aldan.

Dika mengikutinya, merekapun meninggalkan lapangan dengan hati gembira.

Baru saja gas ditarik, tampak Epan dan Rama menghampiri.

"Mau kemana, saya baru nyampe ni," keluh Epan.

"Hish yuk turun lagi," jawab Dika dan mengajak Aldan turun lagi.

"Lu turun aja gue mau pulang," cetus Aldan.

"Ish... ya ikutlah, sama siapa nanti aku pulang," timpal Dika melambaikan tangan.

"Da..," 
Aldan menarik gasnya sejurus kemudian mereka berlalu.

**
Setelah mendapatkan nomernya Melly, Aldan langsung chatting. Seringnya balas-membalas chat, mereka menjadi akrab, di medsos.
Dika yang terbayang wajah Melly ingin juga meminta nomernya.
Ia bergegas menemui Aldan dan meminta nomer.

"Mas Aldan berapa nomernya Melly, aku minta,"  tanya Dika sembari mengambil ponsel Aldan dan menyalin sendiri nomernya.

"Awas loh, kamu deketin Melly," cetus Aldan mengancam.

Dika terdiam
Ada rasa kecewa dalam benak Dika, sejujurnya hatinya telah memendam rasa, seringnya melihat senyum manis gadis itu membuat Dika terpesona, namun Aldan lebih dulu berkenalan karena tantangannya, hatinya bergumam melihat kejantanan Aldan yang terlanjur diremehkannya. Dia suka sama Melly, namun mengalah karena kesalahannya. 

Bersambung

Baca juga:

0 Comments: