
OPINI
Bukan Sekadar Tragedi Sepak Bola, Tetapi Tragedi Bangsa
Oleh Ummu Faiha Hasna
Kericuhan muncul di Stadion Kanjuruhan. Pasalnya, fokus perhatian dunia tertuju pada Indonesia sejak Sabtu, (1/10/2022) setelah terjadi tragedi stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur. Berulangnya kerusuhan dalam pertandingan sepak bola seolah menunjukkan pembiaran negara atas hal ini. Lalu, bagaimana Islam menanggapi hal ini?
Dikutip dari nasional.kompas.com (3 Oktober 2022), terjadi kerusuhan di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya pada Sabtu (1/10/2022) malam WIB. Peristiwa ini bukan sekadar tragedi sepak bola, tetapi tragedi bangsa.
Kronologi tragedi ini berawal dari pertandingan sepak bola klub Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang berakhir dengan kekalahan Arema FC dengan skor 2-3. Ini menjadi kemenangan pertama bagi Persebaya atas Arema FC di Kandang Singa Edan setelah 23 tahun. Kekalahan itu menyulut amarah supporter yang hadir di Stadion Kanjuruhan, Malang. Mereka berhamburan turun ke area lapangan. ( liputan6.com)
Saat itulah para supporter Arema FC disambut aparat keamanan dengan peringatan tembakan gas air mata. Mirisnya, gas air mata tersebut tidak hanya ditembakkan aparat ke arah penonton di lapangan, tetapi juga ke arah sejumlah penonton di tribun Stadion Kanjuruhan. Tembakan gas air mata inilah yang diduga kuat menjadi pemicu tewasnya ratusan orang pada tragedi ini. Hal ini kemudian memancing perdebatan seputar aturan resmi FIFA sebagai Federasi sepak bola internasional tentang penggunaan gas air mata di dalam stadion.
Merujuk kepada pasal 19 poin B dalam "FIFA Stadium Safety and Security Regulations", pemakaian gas air mata di dalam stadion untuk mengontrol massa adalah sesuatu yang dilarang. "No firearms or 'crowd control gas' shall be carried or used (senjata api atau 'gas pengendali massa' tidak boleh dibawa atau digunakan)," demikian bunyi aturan tersebut.(kompas.com, 3/10/2022)
Aturan FIFA tersebut menegaskan bahwa gas air mata yang dibawa oleh aparat saat pertandingan telah menyalahi prosedur, apalagi sampai ditembakkan di dalam stadion. Semestinya sejak awal kepolisian tidak membekali anggotanya dengan gas air mata. Penembakan gas air mata dengan alasan sudah sesuai prosedur pun tidak bisa diterima. Penanganan orang-orang yang berdemo tidak bisa disamakan dengan penanganan orang-orang yang menonton pertandingan dalam stadion. Artinya, sejak awal, sudah ada niat dari kepolisian untuk mengesampingkan aturan dari FIFA yang melarang penggunaan gas air mata dalam konteks melakukan keamanan dalam gelaran sepak bola.
Bisa jadi ini dilakukan atas ketidakpahaman aparat terhadap aturan FIFA atau kelalaian. Sampai saat ini belum ada konfirmasi dari aparat kepolisian terkait alasan membekali anggotanya dengan gas air mata dalam mengawal pertandingan sepak bola di stadion Kanjuruhan.
Kondisi ini sangat memprihatinkan. Kerusuhan dalam pertandingan sepak bola seolah menunjukkan tindakan represif aparat dalam menangani kerusuhan yang terjadi. Hal ini tampak pada penggunaan gas air mata yang sejatinya dilarang, tak hanya dalam pertandingan sepak bola.
Inilah wajah pemimpin dalam sistem sekuler. Penegasan rezim yang berkomitmen menegakkan HAM, malah dinodai perilaku represif aparatnya sendiri terhadap masyarakat. Dalih mereka untuk menjaga keamanan masyarakat. Alih-alih menjaga keamanan, mereka malah merebut hak hidup rakyat.
Dalam kehidupan sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan, rakyat hanya dikibuli. Hak rakyat hanyalah memilih. Selanjutnya yang mereka pilih melalui kekuasaannya berhak membuat kebijakan meskipun bertindak represif pada rakyatnya. Kebijakan yang mereka buat pun telah mencabut hak publik untuk hidup aman, tanpa merasa diteror dan diintimidasi, baik oleh sesama warga atau penguasa sendiri.
Lain halnya dengan sistem Islam. Kekuasaan dalam Islam adalah institusi yang menerapkan Islam secara praktis. Dengannya, Islam akan menjadi rahmat ke seluruh penjuru alam.
Sistem Pemerintahan Islam (Khil4f4h) akan menerapkan Syariat Islam. Salah satu fungsinya adalah menjaga jiwa manusia. Menurut Islam, jangankan membunuh, menimpakan bahaya dan kesusahan pada sesama saja diharamkan. Seperti sabda Rasulullah shalallahu 'alaihi Wasallam," Siapa saja yang membahayakan orang lain, Allah akan menimpakan bahaya kepada dirinya. Siapa saja menyusahkan (menyulitkan) orang lain, Allah akan menimpakan kesusahan (kesulitan) kepada dirinya." (HR. Al-Hakim).
Hadis ini berlaku umum, baik menimpakan bahaya kecil atau-kah besar, mengancam jiwa atau-kah tidak. Semua ini diharamkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Apalagi jika pelakunya adalah penguasa yang menimpakan kerusakan dan bahaya pada rakyatnya.
Penerapan aturan Islam inilah yang akan mewujudkan 'rahmatan lil 'alamin'. Islam dengan seperangkat aturan lengkapnya akan menjalankan mekanisme untuk mencegah penyimpangan penguasa. Aturan seperti ini tidak dimiliki sistem sekuler saat ini.
Mekanisme tersebut di antaranya:
Pertama, Khalifah dibaiat atas dasar kerelaan dan pilihan umat. Langkah ini adalah langkah awal dalam mencegah adanya penguasa zalim.
Kedua, negara wajib membangun kesadaran politik pada masyarakat. Lemahnya kesadaran politik masyarakat akan memperbesar potensi terjadinya penyimpangan pada diri penguasa.
Partai politik dalam Islam akan sibuk membina umat dan mengoreksi penguasa.
Ketiga, kaum muslimin wajib melakukan kontrol dan koreksi terhadap penguasa.
Keempat , adanya Mahkamah Mazhalim yang mengadili perkara perselisihan antara rakyat dan penguasa.
Inilah penjagaan Islam yang bertujuan agar rezim tidak bertindak sewenang-wenang , tidak menjadi diktator, dan represif terhadap rakyatnya
Tragedi bola ini tidak akan terjadi ketika fanatisme tidak menjadi acuan dan aparat bertindak tepat dalam mengatasi persoalan.
Mudah-mudahan peristiwa ini memberikan pelajaran agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi. Untuk para korban, mari kita doakan semoga amal salehnya diterima dan dosa-dosanya diampuni Allah.
_Wallahu a'lam bishawwab_.
Baca juga:

0 Comments: