
Oleh. Dian Puspita Sari
(Aktivis Muslimah, Member AMK)
Dalam dunia modern saat ini, banyak olah raga yang diminati publik dunia untuk melatih ketangkasan dan kekuatan fisik. Kalau di Indonesia, sebut saja pencak silat, karate, atau sepak bola.
Untuk contoh terakhir, siapa sih manusia, khususnya kaum Adam, yang tidak suka bermain atau menonton sepak bola? Mayoritas, bahkan kaum hawa pun menyukainya. Maka, memainkan atau menontonnya sih sah-sah saja. Namun, apa jadinya jika sepak bola ini malah menjadi ajang maksiat (seperti diselingi aktivitas taruhan atau judi) bahkan berujung petaka kematian?
Bola Pembawa Petaka
Maksud hati untuk menonton permainan sepak bola yang menghibur, yang terjadi malah menonton bola pembawa petaka. Tragedi maut Kembali terjadi dalam pertandingan sepak bola antara Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan, Malang. Hingga tulisan ini dibuat, secara resmi terdata dari kepolisian, 125 orang dinyatakan meninggal. Namun, beredar kabar bahwa korban meninggal sudah tembus 219 Orang. (wartaekonomi.co.id, 3/10/2022)
Sebab kematian diduga karena tembakan gas air mata polisi yang menyebabkan korban sesak nafas dan badan terinjak-injak oleh sesama penonton.
Petaka bola seperti ini bukan kali pertama terjadi di dunia. Pada 24 Mei 1964, tragedi maut sepak bola juga pernah terjadi di Estadio Nacional Disaster, Lima, Peru. Tragedi tersebut telah merenggut nyawa terbanyak kedua, mencapai 328 jiwa. Tragedi bola yang merenggut nyawa terbanyak pertama diduduki oleh Rusia, pada 20 Oktober 1982, yang merenggut nyawa 340 jiwa dalam pertandingan Piala UEFA antara tim Spartak Moscow versus tim Belanda Haarlem di Stadion Luzniki, akibat
terlindas tangga.
Inna lillaahi wa Inna ilaihi Raji'uun.
Sesungguhnya, ada apa di balik pertandingan bola pembawa petaka?
Bola: Permainan Penuh Hiburan
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
وَّلَهْوٌ
ۗوَلَلدَّارُ الْاٰخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِيْنَ يَتَّقُوْنَۗ اَفَلَا تَعْقِلُوْنَ
"Dan kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan senda gurau. Sedangkan negeri akhirat itu, sungguh lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?" (QS. Al-An'am: 32)
Dalam nash Al Qur'an di atas, dunia ini dikatakan Allah hanya permainan dan senda gurau (la'ibun wa lahwun).
Di dalamnya banyak terjadi hiburan, baik permainan maupun senda gurau.
Terkait senda gurau (tawa canda),
قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، إِنَّكَ تُدَاعِبُنَا؟ قَالَ: نَعَمْ غَيْرَ إِنِّي لَا أَقُولُ إِلَّا حَقًّا
Para Sahabat berkata, “Wahai Rasûlullâh! Sesungguhnya engkau mencadai kami.” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Betul, akan tetapi saya tidak mengucapkan sesuatu kecuali yang benar."
(HR. At-Tirmidzi)
Jadi, Bercanda sih boleh-boleh saja ya tapi jangan sampai membuat manusia bermaksiat, seperti mengolok-olok rupa atau fisik, berdusta, menyinggung sara, dan lain sebagainya.
Begitu pun dengan permainan, seperti olah raga.
Rasulullah juga menyukai aktivitas permainan olah raga. Permainan (olah raga) ini bukan sekadar hiburan bagi Rasulullah tapi juga untuk mempersiapkan, melatih ketangkasan dan kekuatan fisik laki-laki. Di antaranya:
1. Lomba lari.
2. Gulat.
3. Memanah.
4. Berkuda.
5. Memainkan tombak.
Maka bermain dan menghibur diri dengan bercanda dan permainan olah raga boleh-boleh saja dilakukan. Asal harus selalu memerhatikan rambu-rambu agama yang ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Status Hukum Fiqih Sepak Bola
Status hukum sepak bola dalam tinjauan fikih Islam telah dirangkum dari kitab "Ahkam Kurrah al-Qodam fii al-Fiqh al-Islamiy" karya Musa bin Hamzah ‘Ali al-Usiriy. Beliau telah meringkas empat pendapat mengenai status hukum fikih sepak bola. Di antaranya:
Pertama, pendapat yang mengharamkan sepak bola secara mutlak. Alasan yang dikemukakan pihak yang berpendapat ini adalah karena sepak bola menimbulkan banyak 'mafsadat' (keburukan) seperti: melalaikan shalat, menyia-nyiakan waktu, sering menimbulkan ucapan keji seperti caci maki (celaan) dan terisingkapnya aurat. Alasan lain dari pengharamannya adalah karena menyerupai orang-orang asing (musuh-musuh Allah) dan melalaikan dari mengingat Allah.
Kedua, pendapat yang membolehkan sepak bola secara mutlak. Alasan pihak ini adalah kaidah “al-ashl fi al-asyya’ al ibahah, laa daliila ‘ala al-tahrim” yang berarti “Hukum asal sesuatu adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkan”. Alasan lain menurut mereka, syariat Islam mendorong umatnya untuk memberikan perhatian pada kesehatan badan, dengan cara memperbanyak latihan fisik (olahraga).
Ketiga, pendapat yang melarang dan mengharamkan sepak bola yang diorganisir. Pengorganisasian (pertandingan sepak bola yang dikelola oleh klub-klub bola) dapat menimbulkan kebencian, dendam dan permusuhan, seperti permusuhan antar supporter. Dalam kitab karya Musa ini juga disebutkan sejumlah kasus kematian supporter bola yang terjadi di beberapa negera. Keharamannya juga disebabkan adanya aktivitas judi berupa taruhan.
Pendapat keempat, dan pendapat inilah yang dikuatkan oleh penulis kitab. Beliau membolehkan permainan sepak bola beserta sejumlah syarat. Di antaranya:
Pertama, tidak menjadi sarana melalaikan kewajiban syariat seperti shalat fardu pada waktunya.
Kedua, permainan tidak mengandung perkara yang diharamkan seperti menyingkap aurat (paha termasuk aurat menurut pendapat yang kuat), ucapan-ucapan keji seperti caci maki yang dapat menimbulkan fitnah, adu domba dan permusuhan.
Beliau juga menegaskan bahwa jika alasan pihak yang mengharamkan adalah adanya dampak atau akibat buruk dari permainan sepak bola, maka yang harus dicegah adalah dampak atau akibat buruknya, bukan mengharamkan permainannya secara mutlak.
Terlepas dari kebolehan sepak bola secara mutlak jika merujuk pada hukum fikih pendapat kedua, fakta pertandingan sepak bola saat ini tampaknya memang kurang atau bahkan tidak memerhatikan kedua syarat di atas. Maka di sinilah pentingnya adanya revolusi pemahaman, khususnya sebagai seorang muslim.
Bahwa tujuan hidup kita adalah untuk beribadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Jangan sampai aktivitas permainan yang kita lakukan di dunia membuat kita lalai dari perkara akhirat kita. Termasuk melalaikan kita dari pelaksanaan kewajiban-kewajiban kita pada Allah.
Untuk mewujudkan revolusi pemahaman tersebut, dibutuhkan aktivitas dakwah jama'i (tidak sekadar individual), untuk memahamkan masyarakat.
Dengan adanya revolusi pemahaman yang sahih di tengah masyarakat, aktivitas permainan bola tetap boleh dan aman dilakukan tanpa menimbulkan kerusakan dan bahaya, berupa lenyapnya nyawa manusia.
Namun, hal ini mustahil diwujudkan selama negeri ini bahkan dunia masih berpegang teguh pada prinsip-prinsip Demokrasi sekuler yang menuhankan hawa nafsu dan kebebasan.
Wallahu a'lam bishawwab
Baca juga:

0 Comments: