
cerpen
Bila Ingat Kekasih Hati
Oleh: Ummu Faiha Hasna
SSCQMedia.Com- Dalam gelapnya malam, Taqiyya menatap langit yang jauh di sana lewat jendela kamarnya, ada hal yang dia pikirkan demi menemukan jati diri. Sedikit demi sedikit dia berusaha menerima keadaan hidupnya dengan cara menghilangkan keluh kesah dan belajar mensyukuri apa yang ada. Sehingga hasilnya bisa dia rasakan.
Saat mengantre mandi, dia gunakan untuk murajaah hadis nabi. Saat makan pun, sayur sawi berasa daging sapi. Lambat laun dia mulai mengerti, seharusnya dari dulu dia merenungi. Bahagia itu bukan terletak di saat segala keinginan terpenuhi. Namun, di saat diri mampu menerima keadaan dengan lapang hati. Karenanyalah segala keluh kesah sirna.
Dalam sepi sanubarinya bergejolak," Ada apa denganmu, wahai diri? Mengapa engkau selalu mengejar ambisi. Hingga lupa langkahmu mempunyai batas tepi?"
Serangan nafsu datang bertubi-tubi hingga membuatnya hilang arah tak bertepi. Dia berusaha keras untuk mencegah dan mengurangi. Namun, selalu saja tertundukkan diri.
"Qiyya ..., kamu kok belanjanya banyak banget?" tanya Alya.
"Alah ... biarin aja!" ucap Taqiyya.
Alya heran kenapa Taqiyya berbicara seperti itu. Alya merasa terbawa perasaan (baper). Ada hal yang dirasa tapi tidak bisa bicara, hanya bisa dipendam. Alya memang orang yang sangat perasa.
Taqiyya pun heran pada diri sendiri, mengapa nafsunya selalu menyertai dan sangat sulit rasanya untuk ditinggal lari. Buku bacaan selalu menemani dan setelah dia cari-cari, ternyata menyatu dalam diri. Satu pesan yang dibaca Taqiyya lewat sebuah buku telah membuatnya merasa malu. "Janganlah engkau menuruti nafsumu, dan kerjakanlah apa yang menurutmu baik. Cegahlah nafsu yang bertentangan dengan akalmu yaitu dengan keinginanmu.”
Dia sadar bahwa sesungguhnya nafsu itu adalah musuh yang dicintai.
"Qiyya ... anti dipanggil ke ruang kelas.''
"Oh, iya ..., iya."
"Ada apa, Kak Ali?" tanyanya kepada petugas pondok.
"Ini, ada telepon dari keluarga."
Taqiyya mengangkat teleponnya,
" Halo."
" Iya, ini Bibi. Papah kamu kecelakaan, kamu yang sabar, ya."
" Mamah ... Papaah!" Taqiyya menangis. Ia ingat pesan Umi dan Abinya, " Teteh Qiyya. Ingatlah, kamu di sana nggak boleh nakal, ya, Sayang. Qiyya harus patuh sama guru-guru yang mengajarmu di sana. Qiyya harus bisa banggakan mamah menjadi orang sukses yang berakhlak."
Taqiyya memulai gelapnya malam hari. Langkahnya pun selalu ingin berbalik arah dan berhenti. Namun, sedihnya ini tidak ada arti bila ia ingat kekasih hati (Baginda Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wasallam).
"Anak-anakku semuanya, persiapkan diri kalian, ya, karena insyaallah sebentar lagi kita akan mengadakan perlombaan bahasa Arab. Nah, perlombaan ini sebagai kegiatan akhir tahun ajaran. Dan kita akan mengambil dari perwakilan kelas terbaik. Maka, persiapkan wakil kelas terbaik kalian, ya!" tutur Ustaz Ahmad.
Taqiyya pun merasa tertarik ikut lomba, ia mengacungkan tangan, "Saya mau, Ustadzah!"
Sebagai ganti dari kesalahannya, dia ingin mempersembahkan waktu untuk Abi dan Umi. Sebenarnya, hal ini bertentangan dengan hal yang tidak dia sukai. Namun, dia berusaha keras untuk menentang nafsu diri. Taqiyya pun mulai mencoba dari hal yang kecil yang awalnya tidak dianggap sepele olehnya.
Tiba saatnya di perlombaan bahasa Arab, "Penampilan selanjutnya adalah ananda Taqiyya, kepada ananda dipersilahkan."
Ya'lam, anna Rasulullah SAW, sesungguhnya Rasulullah sangat mencintai kita. Beliau rela menyimpan satu doa mustajabnya sebagai syafa'at (pertolongan) untuk kita umatnya pada hari kiamat. Sebagaimaan disebutkan dalam hadis,
"Setiap Nabi mempunyai doa yang telah dikabulkan, sedang aku ingin menyimpan doaku sebagai syafaat untuk umatku di akhirat nanti, dan syafaat (pertolongan ) itu akan diperoleh oleh umatku yang meninggak tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun." (HR Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, Ahmad).
Maka, hendaknya, kita memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Saw. Dalam keseharian kita, sebagaimana Nabi pernah berkata "paling dekatnya manusia denganku nanti di hari kiamat yang paling bersolawat kepadaku." ( HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban)
Ingatlah wahai saudaraku, kelak seseorang akan dikumpulkan bersama orang yang dicintainya. Apabila kita mencintai Rasulullah dan orang-orang shalih, maka kita kelak di akhirat akan bersama mereka di surga. Begitu juga sebaliknya apabila kita mencintai orang - orang ingkar dan zalim, maka kelak kita diakhirat akan bersama mereka di neraka. Na'udzubillah. Maka, tanyakanlah kepada diri kita, siapa yang sedang kita cintai dalam hati kita saat ini? Semoga Allah memberikan kecintaan yang sesungguhnya kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam. Aamiin. Terima kasih atas perhatian kalian semuawasallamualaikum warahmatullahi wabarakatuh."
Perlombaan berakhir setelah peserta dari setiap perwakilan kelas menampilkan kemampuannya satu per satu. Pengumuman pemenang dilakukan oleh dewan juri, "Dan pemenangnya adalah ... ananda Taqiyya!"
Taqiyya mendapatkan piala sebagai hasil kerja kerasnya selama ini.
**
Proses demi proses Taqiyya lalui. Target demi targetnya pun telah dia penuhi. Berbondong-bondong orang datang memuji.
"Segala puji hanya bagi-Mu yaa, Rabb", gumamnya dalam hati.
"Selamat, ya, Taqiyya. Kamu memang keren. Top lah pokoknya," kata Shofiyah.
"Wah ... keren! Nggak nyangka aku sama anti," sambung Alya.
"Biasa aja, Kawan", tuturnya.
Dunia ini berisi pujian dan caci maki. Taqiyya sudah tak merasa heran juga tak peduli. Yang terpenting apa yang dilakukan dalam diri. "Semoga aku bukan termasuk penghianat hati," gumamnya.
Setelah kelulusan diumumkan, Taqiyya dan kawan-kawan meninggalkan pondok. Mereka mengadakan perpisahan untuk terakhir kalinya.
"Sukses selalu, Kawan. Jangan lupain ana, ya. Entar kita kembali lagi ke sini. Semoga sukses dunia akhirat," kata Qiyya.
"Aamiin. Sukses selalu, Qiyya, Sofi. Sampai jumpa!" Alya memeluk kedua sahabatnya. [ ]
Baca juga:

0 Comments: