Oleh: Wilda Nusva Lilasari, S.M
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Lihat kebunku, begitu sempurna. Sederhana itu yang kupunya. Setiap hari kusiram sendiri.
Begitulah sepenggal lirik lagu anak-anak yang sederhana tetapi penuh makna. Indahnya tinggal di Indonesia dengan sumber daya alam melimpah, termasuk air yang menjadi sumber kehidupan. Namun, realitas hari ini tidak seindah lagu tersebut. Memiliki kebun dengan irigasi memadai kini sulit terealisasi.
Air telah menjadi sumber daya yang diperjualbelikan, tidak hanya di kota besar, tetapi juga di daerah. Banyak mata air dikuasai perusahaan air minum yang menggunakan sumur bor atau akuifer secara masif. Dampaknya, lingkungan sekitar mengalami kerusakan ekologis: tanah amblas, mata air mengering, dan muka air tanah menurun. Akibat paling parah, akses air bersih tidak merata di masyarakat. Inilah yang disebut kapitalisasi air. (Kementerian PUPR, 4 November 2024)
Kapitalisasi Air dan Krisis yang Mengancam
Kapitalisasi air terjadi ketika air dijadikan komoditas untuk meraup keuntungan. Sekilas, bisnis ini tampak menjanjikan karena memanfaatkan sumber daya alam yang seolah tak terbatas. Namun, bagaimana nasib masyarakat jika semakin banyak perusahaan mengeksploitasi air tanah untuk bisnis tanpa batas waktu?
Air adalah sumber kehidupan. Jika perusahaan besar terus-menerus menyedot air, nasib masyarakat akan terancam, mungkin bukan tahun ini, tetapi 10 hingga 30 tahun mendatang.
Lemahnya tata kelola sumber daya air di Indonesia menjadi faktor utama. Dewan Sumber Daya Air Nasional (DSDAN) dan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air di bawah Kementerian PUPR belum mampu menghentikan praktik kapitalisasi ini.
Masalah ini juga tidak lepas dari sistem ekonomi kapitalistik. Ketika banyak orang hidup dalam tekanan ekonomi, kurang modal, dan minim pengetahuan, orientasi mereka pun bergeser: mencari keuntungan pribadi tanpa memperhatikan kemaslahatan bersama. Akibatnya, bisnis yang merugikan masyarakat tetap berjalan selama memberikan keuntungan besar bagi pihak tertentu.
Islam dan Konsep Kepemilikan Umum
Dalam sistem kapitalisme, keuntungan menjadi tujuan utama tanpa memperhatikan cara mendapatkannya. Sebaliknya, Islam memiliki konsep pengelolaan harta yang adil dan berpihak pada kemaslahatan umat. Islam membagi kepemilikan menjadi tiga: milik individu, milik umum, dan milik negara. Air termasuk ke dalam milik umum.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw. dalam hadis riwayat Ibnu Majah:
"Kaum muslimin berserikat dalam tiga hal: air, rumput, dan api."
(HR. Ibnu Majah)
Hadis ini menegaskan bahwa air adalah sumber daya alam yang harus dapat diakses oleh semua manusia. Air tidak boleh dipagari, dikomersialkan, atau dimonopoli untuk keuntungan pribadi. Karena sifatnya sebagai milik umum, maka air tidak boleh dimiliki oleh perseorangan maupun perusahaan.
Negara sebagai Pengelola Sumber Daya Air
Negara memiliki peran penting dalam mengelola sumber daya air agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat secara adil dan merata. Dalam sistem pemerintahan Islam, pengelolaan air dilakukan secara amanah dan transparan, dengan regulasi yang ketat untuk mencegah eksploitasi.
Sistem Islam juga membuka banyak lapangan pekerjaan melalui pengelolaan sumber daya alam lainnya. Pemerintahan Islam bersifat mandiri (independen) dan tidak bergantung pada negara asing. Fokusnya bukan pada konsumsi, melainkan pada produksi dan distribusi.
Hasil pengelolaan sumber daya alam akan dimasukkan ke dalam Baitul Mal untuk kepentingan rakyat: menggaji guru, menyediakan pendidikan gratis, layanan kesehatan, dan fasilitas umum. Tujuannya agar kekayaan tidak hanya berputar di kalangan orang kaya.
Sebagaimana firman Allah Swt. dalam QS al-Hasyr [59]: 7:
“Apa saja (harta rampasan) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya dari penduduk negeri-negeri itu, maka adalah untuk Allah, Rasul, kerabat Rasul, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan; supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.”
Dalam sistem Islam, negara menciptakan banyak lapangan kerja dan menjamin kesejahteraan rakyat, mulai dari pendidikan, kesehatan, hingga kebutuhan pokok. Tidak ada ruang bagi praktik kapitalisasi air, sebab semua bekerja dalam sistem yang menjamin keadilan distribusi.
Penutup
Begitu mudahnya menata kehidupan jika syariat Allah diterapkan secara menyeluruh. Menata sumber daya air agar merata bagi semua hanya dapat terwujud melalui penerapan sistem Islam secara kafah, di bawah naungan Khilafah Islamiah.
Wallahualam bissawab. []
Baca juga:
0 Comments: