Headlines
Loading...
Harapan di Balik Usulan Perda Kawasan Strategis Jabar

Harapan di Balik Usulan Perda Kawasan Strategis Jabar

Oleh: Ummu Fahhala
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, MQ Iswara, mengusulkan pembentukan Peraturan Daerah (Perda) khusus kawasan strategis di Jawa Barat. Langkah ini diambil untuk menata ulang tata ruang dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup di tengah laju pembangunan yang masif.

“Jika laju alih fungsi lahan tidak dikendalikan, Jawa Barat akan menghadapi tantangan serius, yaitu menurunnya produksi pangan lokal, meningkatnya tekanan terhadap pasokan air dan resapan air, serta kerusakan ekosistem,” ujar Iswara, Jumat (10/10/2025), sebagaimana dikutip dari jabar.idntimes.com.

Kekhawatiran serupa juga disampaikan oleh detik.com (10/10/2025), yang menyoroti bahwa alih fungsi lahan di Jabar sudah pada tingkat yang mengkhawatirkan. Di balik geliat pembangunan, alam kian kehilangan keseimbangannya.

Usulan Perda kawasan strategis sejatinya menunjukkan niat baik untuk menata kembali arah pembangunan. Namun, kebijakan semacam ini hanya bersifat parsial, tidak cukup kuat untuk menghentikan laju perusakan alam.

Aktivis Muslimah Ummu Nashir N.S. menilai, solusi persoalan lingkungan tidak bisa hanya bersifat parsial, tetapi harus dilakukan secara sistemis (muslimahnews.net, 14/7/2024).

Menurutnya, hanya sistem yang kondusif dan berpijak pada nilai ilahiah yang mampu menegakkan keadilan ekologis. “Sistem yang menjadikan ketundukan pada aturan Allah sebagai standar, bukan materi atau keuntungan duniawi. Sistem ini adalah sistem Islam,” tegasnya.

Ketika Alam Dijadikan Komoditas

Perda kawasan strategis memang dibutuhkan. Namun, tanpa perubahan paradigma, regulasi itu akan berakhir sebagai dokumen tanpa nyawa. Laju alih fungsi lahan tetap berjalan, sementara kerusakan terus meluas.

Selama kapitalisme sekuler masih menjadi fondasi pembangunan, orientasi kebijakan akan selalu berpusat pada keuntungan materi, bukan keberlanjutan alam. Inilah akar masalah yang jarang disinggung.

Ummu Nashir menegaskan, “Sebenarnya ada masalah yang lebih besar yang luput dari perhatian, yaitu industrialisasi dan pembangunan wilayah yang tidak memperhatikan aspek lingkungan. Ini semua merupakan dampak dari kebijakan kapitalistik yang ditetapkan oleh penguasa sejak lama.”

Kerusakan alam hari ini bukan hanya karena rakyat lalai menjaga lingkungan, melainkan karena sistem kehidupan yang salah—yakni sistem yang menghalalkan eksploitasi demi pertumbuhan ekonomi. Siapa pun yang bermodal besar bebas menguasai lahan, sementara rakyat kecil menanggung akibatnya.

Dalam sistem sekuler kapitalisme, produksi dan investasi menjadi ukuran keberhasilan pembangunan. Sektor industri digenjot tanpa memperhitungkan daya dukung alam. Analisis dampak lingkungan (AMDAL) hanya menjadi formalitas, sementara hutan dan lahan produktif terus menyusut.

“Kerusakan lingkungan yang terjadi hari ini karena kerakusan para pemilik modal dan abainya penguasa dalam menjalankan amanahnya,” kata Ummu Nashir. Ia menegaskan, semua ini terjadi karena diterapkannya sistem kapitalisme sekuler di negeri ini.

Krisis ini bukan hanya soal tata ruang, tetapi juga krisis ideologi dan kepemimpinan. Pembangunan yang tidak berpijak pada nilai-nilai moral akan selalu mengorbankan alam demi angka pertumbuhan ekonomi.

Solusi Islam:l

Islam menawarkan konsep tata ruang yang berpijak pada amanah dan keadilan. Dalam Islam, alam bukan komoditas, melainkan amanah dari Allah Swt. yang wajib dijaga. Negara bertugas memastikan keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian lingkungan.

Rasulullah saw. bersabda:

“Imam (pemimpin) adalah pengurus rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang dipimpinnya.”
(HR. al-Bukhari dan Muslim)

Konsep ini menegaskan bahwa pengelolaan lingkungan adalah tanggung jawab negara. Dalam sistem Islam, sumber daya alam (SDA), termasuk lahan, air, dan hutan, adalah kepemilikan umum yang tidak boleh dikuasai swasta. Negara wajib mengelolanya demi kemaslahatan rakyat.

Negara juga berkewajiban melakukan rehabilitasi hutan, pengaturan tata ruang yang berkeadilan, serta edukasi masyarakat agar menjaga alam sebagaimana perintah Rasulullah saw.

Dalam sejarah peradaban Islam, para khalifah mencontohkan bagaimana pembangunan berjalan seiring dengan kelestarian alam. Khalifah Umar bin Khaththab, misalnya, menetapkan kawasan hima (konservasi) untuk melindungi hutan dan sumber air.

Ketika sistem Islam memimpin dunia, tata ruang dibangun dengan prinsip rahmatan lil ‘alamin. Pembangunan tidak hanya berorientasi pada ekonomi, tetapi juga ruhiah, yakni kesadaran bahwa manusia adalah khalifah di bumi.

Allah Swt. berfirman:

“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
(QS. Ar-Rum: 41)

Ayat ini menegaskan bahwa kerusakan alam adalah akibat dari penyimpangan manusia terhadap hukum Allah. Maka, kembalinya manusia kepada hukum-Nya adalah satu-satunya jalan menyelamatkan bumi.

Penutup

Perda kawasan strategis di Jawa Barat patut diapresiasi, tetapi tidak cukup hanya berhenti pada tataran regulasi. Diperlukan perubahan paradigma dalam memandang alam, bukan sebagai sumber keuntungan, melainkan sebagai amanah yang harus dijaga.

Selama sistem kapitalisme sekuler tetap menjadi dasar, lahan akan terus dikomersialisasi dan ekosistem terus terkoyak. Hanya sistem yang berlandaskan pada ketundukan kepada Allah-lah yang akan menuntun manusia menata ruang dengan benar.

Kini saatnya membangun tata ruang yang tidak hanya menyejahterakan, tetapi juga menyelamatkan bumi dan generasi.

[Hz]

Baca juga:

0 Comments: