Oleh. Emniswati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—“Ketika hati tak lagi peduli, maka dunia kehilangan cahaya kasih. Dan saat anak tak lagi mengenal bakti, maka nestapa pun jadi warisan generasi.”
Bulan Muharram 1447 H datang bukan hanya sebagai penanda pergantian tahun dalam kalender Hijriah, tapi juga sebagai panggilan ruhani—untuk memperbaharui jiwa, mengoreksi langkah, dan membasuh kembali nurani yang mungkin telah mengeras oleh gemuruh dunia. Tahun baru ini mengetuk pintu usia, tapi apakah hati kita juga ikut menjadi baru?
Di tengah momen hijrah yang seharusnya sarat makna, beredar sebuah video yang menyayat hati: dua orang anak dengan ringan menyerahkan ibu kandungnya ke panti jompo, disertai surat pernyataan agar tidak dihubungi ketika sang ibu wafat.
Astaghfirullah. Beginikah wujud zaman yang disebut akhir? Ketika ikatan darah tak lagi mengikat, dan kasih seorang ibu yang tak pernah berkurang, justru dibayar dengan penyingkiran yang dingin?
Di saat yang sama, di sisi lain dunia, di bumi Palestina, seorang ibu justru rela menyerahkan nyawanya untuk melindungi anak-anaknya dari serangan brutal dan penjajahan yang tak berperikemanusiaan. Tubuh-tubuh mereka yang lemah menjadi tameng, suara mereka yang lelah tetap menggema dalam doa.
Maka pertanyaannya: Bagaimana mungkin kita mengharap rida Ilahi, sementara kepada ibu sendiri kita tak mampu memberi rida? Bagaimana akan tumbuh peduli kepada saudara sesama muslim di Palestina, jika kepada ibu kandung saja hati telah mati rasa?
Rasulullah Ṣallallāhu ‘Alaihi Wasallam bersabda: “Rida Allah tergantung pada rida orang tua, dan murka Allah tergantung pada murka orang tua.” (HR. Tirmidzi)
Dan Allah Ta’ala berfirman dengan kelembutan yang menggugah:
“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua (ibu bapak), dengan penuh kasih sayang dan ucapkanlah: ‘Wahai Rabbku, sayangilah keduanya sebagaimana mereka telah mendidikku di waktu kecil." (QS. Al-Isra: 24)
Ketika ibu dipandang sebagai beban, dan kesetiaan pada orang tua dinilai kuno—maka tunggulah kehancuran akhlak. Sebab fondasi umat bukan dibangun di atas teknologi dan harta, tetapi di atas nilai: adab dan bakti.
Kini, mari kita tengok Gaza.
Anak-anak kehilangan ayah, ibu kehilangan rumah, dan banyak keluarga kehilangan tanah kelahiran. Tapi mereka tak pernah kehilangan iman. Tak putus dari sujud. Tak lelah dalam sabar.
Jika kita merasa "tak mampu berbuat apa-apa", setidaknya kita masih mampu berempati. Masih bisa berdoa. Masih bisa berbagi. Jangan sampai kedamaian yang kita nikmati hari ini membuat kita lupa bahwa saudara kita sedang menggenggam bara luka demi mempertahankan kehormatan Islam.
Rasulullah juga bersabda:
“Perumpamaan kaum mukminin dalam hal saling mencintai, menyayangi, dan mengasihi adalah seperti satu tubuh. Jika satu bagian sakit, maka seluruh tubuh turut merasakannya.” (HR. Muslim)
Jika satu bagian tubuh umat ini terluka—entah itu seorang ibu di rumah jompo, atau ibu-ibu di Palestina yang kehilangan segalanya—maka seluruh tubuh seharusnya turut berduka. Bukan diam. Bukan abai. Apalagi menertawakan.
Maka, awal tahun ini adalah undangan untuk kita semua.Bukan hanya mengganti kalender, tapi mengganti cara pandang.Bukan hanya merayakan tahun baru, tapi menyucikan niat dan menata hati.
Mari kita mulai tahun ini dengan tekad:
– Menjadi anak yang lebih berbakti kepada orang tua, selagi mereka masih ada.
– Menjadi muslim yang lebih peduli terhadap penderitaan saudara seiman.
– Menjadi hamba yang kembali pada cahaya iman dan nilai-nilai Islam.
Mari kita wujudkan kepedulian itu dalam langkah nyata:
– Dengan lebih sering menghubungi dan mengunjungi orang tua, walau hanya sekadar menyapa.
– Dengan menyisihkan sebagian rezeki untuk membantu rakyat Palestina dan sesama yang membutuhkan.
– Dengan mengajarkan anak-anak kita untuk mengenal bakti sejak dini, agar generasi ini tumbuh dengan hati yang hidup dan empati yang tulus.
“Jika tak mampu menjadi tangan yang mengangkat luka, jadilah hati yang mendoakan dan air mata yang jujur pada penderitaan sesama.”
Ya Allah ...,
Lembutkanlah hati kami.
Jangan biarkan kami sibuk pada ambisi hingga lupa pada ibu yang menanti.
Jangan biarkan kami tenggelam dalam rutinitas hingga tuli terhadap derita Palestina.
Bimbing kami untuk menjadi anak yang berbakti dan umat yang bersatu.
آمِيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ
Baca juga:

0 Comments: