Headlines
Loading...
Kritik atas Pernyataan Prabowo Soal Pengakuan Kemerdekaan Israel

Kritik atas Pernyataan Prabowo Soal Pengakuan Kemerdekaan Israel


Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)

SSCQMedia.ComPresiden Prabowo Subianto,  menyatakan Indonesia akan mempertimbangkan hubungan diplomatik dengan Israel,  jika Israel mengakui kemerdekaan Palestina. Pernyataan ini, disampaikan dalam konferensi pers bersama Presiden Prancis Emmanuel Macron di Istana Merdeka, Jakarta, dan telah memicu kontroversi. Meskipun harus diakui, bahwa Indonesia selama ini secara konsisten mendukung solusi dua negara untuk konflik Israel-Palestina. Namun, hubungan resmi dengan Israel sebelumnya selalu ditolak.

Para pengamat, seperti Teuku Rezasyah dari Universitas Padjadjaran, menganggap pernyataan Prabowo sebagai langkah hipotesis, mengingat sulitnya mewujudkan kemerdekaan Palestina dan potensi penolakan publik di Indonesia. Rezasyah menekankan risiko Indonesia terjebak dalam strategi Israel dan pentingnya mempertimbangkan pengalaman negara-negara Timur Tengah yang telah menjalin hubungan dengan Israel. Ia juga memperingatkan potensi penolakan publik, jika Indonesia terjebak dalam skenario yang menguntungkan Israel.

Sebaliknya, Agung Nurwijoyo dari Universitas Indonesia, menganggap wacana normalisasi dengan Israel kurang tepat saat ini, mengingatkan Palestina masih menghadapi agresi brutal Israel. Ia menekankan prioritas penghentian genosida di Palestina. Namun, Agung juga mengakui nilai moral dari pernyataan Prabowo yang mengajukan syarat mutlak untuk normalisasi, yaitu kemerdekaan Palestina. (cnnindonesia.com, 30/5/2025)

Meski sekilas pernyataan tersebut tampak sebagai upaya untuk mendorong Israel mengakui kemerdekaan Palestina, pendekatan yang mengandaikan, bahwa pengakuan kedaulatan Palestina oleh Israel akan secara otomatis mengakhiri penjajahan adalah pandangan yang terlalu naif dan mengabaikan realitas di lapangan. Prabowo tampak mengabaikan akar permasalahan konflik Israel-Palestina, yaitu penjajahan yang dilakukan Israel, hingga melahirkan serangkaian tindakan ilegal dan sistematis yang meliputi pendudukan tanah, pelanggaran hak asasi manusia, pemukiman ilegal, dan blokade ekonomi.

Dengan membuka peluang hubungan diplomatik, Indonesia secara tidak langsung memberikan pengakuan atas eksistensi negara Israel, yang dibangun di atas tanah yang diduduki. Hal ini dapat ditafsirkan,  sebagai bentuk dukungan terhadap status quo yang merugikan Palestina.

Selain itu, pernyataan Prabowo Subianto mengenai kesiapan mengakui kemerdekaan Israel jika Palestina juga merdeka,  bukan sekadar strategi diplomatik, melainkan jebakan narasi solusi dua negara yang selama ini dipromosikan oleh kekuatan Barat, khususnya Inggris dan Amerika Serikat. Analisis kritis terhadap pernyataan ini, penting untuk memahami implikasinya terhadap perjuangan Palestina dan posisi Indonesia di kancah internasional.

Pertama, pernyataan tersebut dapat dipandang sebagai pengkhianatan terhadap sejarah panjang perjuangan rakyat Palestina dan mengabaikan pengorbanan generasi demi generasi yang berjuang melawan penjajahan Zionis, mulai dari masa Khalifah Umar dan Sultan Salahuddin Al-Ayyubi l, hingga korban-korban tragedi Nakba, Intifada, dan syuhada Al-Aqsa. Ini bukan sekadar pengakuan kenegaraan, melainkan pengakuan atas penjajahan dan penindasan yang terus berlanjut.

Kedua, dalih bahwa pernyataan tersebut merupakan langkah diplomatik untuk menekan Israel agar mau mendengarkan suara dunia,  sangatlah naif dan tidak realistis. Faktanya, bahkan PBB dengan seluruh kekuatan dan pengaruhnya, belum mampu memaksa Israel untuk menghentikan pelanggaran HAM dan genosida terhadap rakyat Palestina.

Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, sepatutnya lebih berhati-hati agar tidak terjebak dalam jebakan diplomasi yang hanya akan menguntungkan Israel. Terlebih ingin membuka celah normalisasi hubungan dengan Israel, yang telah terbukti melakukan pembantaian terhadap warga sipil Gaza, akan menjadi preseden buruk dan mengkhianati prinsip-prinsip kemanusiaan dan keadilan.

Ketiga, meskipun semua pihak menginginkan genosida dihentikan dan kemerdekaan Palestina terwujud, bukan berarti harus melalui jalan pintas yang justru mengabaikan hak-hak dasar rakyat Palestina. Seperti solusi dua negara, yang artinya memaksa palestina membagi negeranya kepada penjajah, terlebih zionis Israel telah terbukti berkali-kali melanggar perjanjian dan menunjukkan sifat serakah yang melampaui batas kemanusiaan. Sehingga, mengharapkan itikad baik dari Israel adalah ilusi belaka. Sehingga, perlu dicari alternatif lain.


Selain itu, pernyataan tersebut kontradiksi dengan prinsip anti-penjajahan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945, yang secara tegas menolak penjajahan dalam segala bentuknya. Indonesia, sebagai negara yang pernah dijajah, seharusnya memiliki komitmen yang kuat untuk mendukung perjuangan pembebasan bangsa-bangsa yang tertindas. Menetapkan hubungan diplomatik dengan Israel tanpa memastikan diakhirinya penjajahan atas Palestina,  justru bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar negara Indonesia. Ini merupakan sebuah paradoks yang sulit dibenarkan.


Oleh karenanya, solusi hakiki dalam menyelesaikan penjajahan di Palestina hanyalah dengan mengusir penjajah. Di bawah naungan khilafah, yaitu sistem pemerintahan yang adil dan berdasarkan aturan Islam, yang akan menyatukan seluruh negeri muslim serta memobilisasi para tentara Muslim di seluruh dunia,  demi membebaskan Palestina maupun negeri negri muslim lainnya yang tertindas. Ini bukan hanya sekadar seruan ideologis, melainkan penekanan pada pentingnya perjuangan yang konsisten dan bermartabat, sejalan dengan perjuangan Rasulullah SAW.

Dengan demikian, pernyataan Prabowo menimbulkan kekhawatiran mendalam. Jalan pintas yang mengabaikan hak-hak dasar Palestina, seperti yang tersirat dalam pernyataan tersebut, tidak dapat diterima. 

Solusi sejati untuk pembebasan Palestina, terletak pada tegaknya keadilan dan penegakan hak-hak rakyat Palestina, yang hanya dapat terwujud melalui perjuangan totalitas  seperti jihad di bawah naungan Khilafah, sebuah sistem pemerintahan yang adil dan mampu melindungi umat Islam di seluruh dunia. Wallahu'alam bissawab.[US]

Baca juga:

0 Comments: