Headlines
Loading...
Post Ied Blues Melanda, Kita Bisa Apa?

Post Ied Blues Melanda, Kita Bisa Apa?

Oleh. VieDihardjo
(Ketua Komunitas Ibu Hebat) 

SSCQMedia.Com—“Aduh, aku hari ini berasa jet lag, bangun tidur bengong gak tahu harus apa." Seorang teman bercerita di hari pertama bekerja.

Perasaan semacam ini ternyata juga dialami oleh banyak orang setelah libur lebaran yang cukup lama, yaitu sekitar dua minggu bahkan lebih. Perasaan bahagia berkumpul bersama keluarga adalah momen yang tidak ingin diakhiri, dan ketika harus berakhir dan kembali kepada rutinitas, sebagian orang memerlukan penyesuaian kembali. Hal ini dan memicu berbagai macam perasaan dan emosi. Perasaan yang muncul biasanya sedih, kehilangan, cemas hingga stres. 

Perpindahan aktivitas yang ‘seolah’ merusak kebahagiaan ini biasanya hanya bersifat temporal. Bagi seorang muslim, kebahagiaan itu justru diawali saat menyambut datangnya bulan Ramadan. Bulan yang dianggap sebagai hadiah bagi umat Islam, bulan yang mulia karena Allah memberikan banyak kebaikan. Sebagaimana sabda Rasulullah,
"Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan." (HR. Ahmad). 

Kebahagiaan itu diwujudkan dengan berlomba-lomba menjalankan ibadah dan kebaikan di bulan ini. Misalnya, menjalankan salat sunnah lebih sering, target mengkhatamkan Al Qur’an dalam satu bulan, makin sering bersedekah, makin bersemangat menuntut ilmu, dan sebagainya. Berlanjut hingga lebaran, liburan dimanfaatkan untuk bersilaturahmi dengan sanak-saudara, bercengkrama dalam waktu yang relatif lama. 
Ketika Ramadan berlalu dan libur lebaran usai, apakah semua itu akan berlanjut? 

Semestinya setelah Ramadan dan Idulfitri semua kebiasaan yang baik bisa dilanjutkan. Sayangnya, banyak yang kembali ke kebiasaan lama. Padahal, melanjutkannya adalah perwujudan istikamah (konsisten). Alih-alih istikamah sebagian justru merasakan post Ied blues. Mengapa merasakan post Ied blues

Post Ied blues meski hanya sementara tetapi  bisa mengganggu aktivitas harian juga. Gangguan yang bisa terjadi adalah kembali dalam maksiat. Ketika Ramadan melakukan ketaatan dan berbagai kebaikan, tetapi setelah Ramadan dan Idulfitri, kembali melakukan maksiat dan lalai. Ini adalah senyata-nyatanya kerugian. Seorang ulama salaf mengatakan, 
Sungguh buruk suatu kaum yang hanya mengenal Allah hanya di bulan Ramadan (Latha’if Al-Ma’arif halaman 222).

Ketakwaan adalah buah dari Ramadan. Seorang muslim perlu meneruskan ketaatan dan kebaikan yang telah dilakukan saat ramadan hingga setelah libur lebaran sebagai bentuk istikamah. Sebagaimana Allah berfirman, 

إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ

Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa.” (QS. Al Hujurat ayat 13).

Menghindari Post Ied Blues 

Menjaga kebaikan yang dilakukan dan dibangun selama Ramadan dapat menjaga kualitas hidup lebih baik. Idulfitri bukan tanda berakhirnya ibadah justru ia adalah awal dari istikamah mewujudkan visi penciptaan manusia yaitu beribadah kepada Allah. Hal ini bisa dimulai dengan cara meluruskan niat  untuk menjaga dan meneruskan ibadah dan amal kebaikan yang dilakukan saat Ramadan hanya untuk meraih rida Allah, sebagaimana sabda Rasululullah,
"Seluruh amal perbuatan tergantung pada niat. Setiap orang memperoleh apa yang ia niatkan. Siapa saja yang hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya. Siapa saja yang hijrahnya karena dunia yang akan diperoleh atau wanita yang akan dinikahi maka hijrahnya hanya memperoleh apa yang ia niatkan." (Muttafaq 'Alaih). 

Niat akan selalu berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai. Tujuan  puasa Ramadan adalah menjadi hamba yang bertakwa, dengan indikator yang Allah sampaikan, 

الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَـــافِينَ عَنِ النَّــاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُـحْسِنِــينَ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) pada saat sarrâ’ (senang) dan pada saat dlarrâ’(susah), dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (QS Ali Imran: 134)

Tujuan ini seyogyanya tidak pada bulan Ramadan dan Idulfitri saja tetapi menjadi kebiasaan yang terus dilakukan sehari-hari, atau istikamah. Allah menyukai amal yang konsisten (istikamah), sebagaimana Allah berfirman, 

فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلَا تَطْغَوْا ۚ إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ 

"Maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah taubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan." (Qs.Hud ayat 112).  

 Al Qomah pernah bertanya pada Ummul Mukminin ’Aisyah mengenai amalan Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, ”Apakah beliau mengkhususkan hari-hari tertentu untuk beramal?” ’Aisyah menjawab,
Beliau tidak mengkhususkan waktu tertentu untuk beramal. Amalan beliau adalah amalan yang kontinu (ajeg)” (HR. Bukhari no. 1987 dan Muslim no. 783)

Agar menguatkan keistikamahan perlu berada dalam komunitas yang sejalan dengan tujuan yang ingin diraih.  Teman bergaul dan lingkungan islami akan mendorong seseorang untuk berada dalam ketaatan dan terus istikamah. Allah dan Rasul-Nya memerintahkan dan mencontohkan agar kita senantiasa dekat dan bergaul dengan orang-orang saleh. 

Jadi, cara untuk menghindarkan diri dari post Ied blues adalah dengan meluruskan niat, membuat visi (goal) yakni meraih rida Allah, konsisten (istikamah), dan memiliki komunitas taat. 

Wallahu’alam bisshowab. []

Baca juga:

0 Comments: