Headlines
Loading...
Omong Kosong Kapitalisme Tuntaskan Kemiskinan

Omong Kosong Kapitalisme Tuntaskan Kemiskinan

Oleh. Wulan Syahidah
(Kontributor SSCQMedia.Com)


SSCQMedia.Com—Jumlah kemiskinan yang tinggi pada tingkat dunia, terlihat dari kesenjangan sosial yang begitu jauh antara si miskin dan si kaya. Setiap tahun, negara berupaya mengurangi jumlah kemiskinan, tapi pada faktanya kemiskinan terus bertambah dan dipelihara. Hal ini terlihat dari tempat tinggal, pendidikan, kesehatan dan yang lainnya. Rasanya, mustahil mewujudkan kehidupan si miskin dan si kaya berbaur bersama. Maka dari itu, persoalan kemiskinan dalam demokrasi kapitalis, justru dilestarikan secara sistemik.

Bank Dunia melaporkan dalam Macro Poverty Outlook edisi April 2025, telah menetapkan penduduk Indonesia yang memiliki pengeluaran kurang dari USD 6,85 atau sekitar Rp113.777 per hari (kurs Rp16.606) tergolong kelompok miskin. Hasilnya  menunjukkan 60% penduduk Indonesia, termasuk dalam kategori miskin. Dengan klasifikasi ambang kemiskinan baru yang lebih tinggi, penduduk miskin secara statistik meningkat dari sebelumnya. (Liputan6.com, 30-4-2025)

Hal tersebut membuat jumlah orang miskin RI, lebih banyak dari versi BPS. Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan adanya perbedaan standar garis kemiskinan yang digunakan untuk tujuan yang berbeda. Dari versi BPS, angka kemiskinan berada di 8,57% atau sekitar 24,06 juta jiwa September 2024. (tirto.id, 2-5-2025).

Perbedaan mencolok antara standar kemiskinan nasional dan global, menjadi sorotan penting dalam upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini, disebabkan standar pengukurannya yang berbeda. Seseorang dapat dikategorikan tidak miskin menurut standar nasional, namun masih tergolong miskin ekstrem menurut standar global. Kondisi ini menunjukkan, bahwa pengukuran kemiskinan tidak dapat hanya mengandalkan standar nasional semata, tetapi juga harus mempertimbangkan realitas global, agar data yang dihasilkan benar-benar akurat dan mencerminkan situasi di lapangan.

Perbedaan standar kemiskinan ini, tidak terlepas dari dampak penerapan sistem kapitalisme dalam tata kelola ekonomi dan sosial. Kapitalisme menetapkan standar kemiskinan yang rendah, agar negara seakan-akan mencapai keberhasilan dalam mengurangi kemiskinan. Manipulasi angka ini, tidak hanya menyesatkan, tetapi juga berfungsi untuk menarik investasi asing dengan menunjukkan statistik ekonomi yang tampak positif. Namun  kenyataannya, keberhasilan semu tersebut, tidak berbanding lurus dengan kesejahteraan rakyat. Kapitalisme terbukti gagal memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakat miskin.

Sebagai alternatif, sistem ekonomi Islam menawarkan solusi yang komprehensif dalam mengentaskan kemiskinan. Islam memandang, bahwa pemenuhan kebutuhan pokok setiap individu, merupakan tanggung jawab negara. Bukan diserahkan sepenuhnya kepada mekanisme pasar atau korporasi. Negara berperan aktif dalam memastikan setiap warga negara mendapatkan akses terhadap kebutuhan dasar seperti pangan, sandang, papan, pendidikan, dan kesehatan. Dengan demikian, Sistem ekonomi Islam   tidak hanya berfokus pada pertumbuhan ekonomi, tetapi juga menjamin distribusi kekayaan yang adil sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalisir.

Sebagaimana sabda dari Rasulullah saw.: "Imam (khalifah) adalah pemelihara dan ia bertanggung jawab terhadap rakyatnya." (HR. Bukhari dan Muslim). [US]

Baca juga:

0 Comments: