Headlines
Loading...
Mengatasi Pengangguran: Kapitalisme vs Islam

Mengatasi Pengangguran: Kapitalisme vs Islam

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)


SSCQMedia.Com—Di tengah badai krisis ekonomi global, ketimpangan ekonomi semakin tajam, dan jumlah pengangguran terus meningkat. Indonesia pun merasakan dampaknya dengan sangat nyata. Data Bank Dunia baru-baru ini menggambarkan situasi ekonomi Indonesia yang suram, bagai kapal yang oleng diterjang badai kemiskinan, siap mengancam keselamatan seluruh rakyatnya. Kondisi memprihatinkan ini diperkuat oleh data IMF yang menunjukkan angka pengangguran mencapai 5,2% dari total penduduk 279.96 juta jiwa, menjadi angka tertinggi di antara enam negara ASEAN. (Kompas.com/30/4/2025)

Akar masalah pengangguran di Indonesia, terletak pada struktur ekonomi kapitalis yang fokus utamanya pada profit maksimal, serta memiliki kelemahan struktural yang menyebabkan peningkatan pengangguran. Kesenjangan ekonomi, globalisasi, otomatisasi, siklus ekonomi yang tidak stabil, dan peran negara yang terbatas, semuanya berkontribusi pada permasalahan ini.

Kapitalisme Gagal

Sistem ekonomi kapitalis,  telah menciptakan dampak negatif yang memperparah pengangguran. Mengapa demikian? Karena kesenjangan ekonomi yang semakin melebar, merupakan salah satu faktor utama yang menciptakan hambatan akses bagi masyarakat kurang mampu terhadap pendidikan dan pelatihan berkualitas. Tanpa akses yang memadai terhadap pendidikan dan pelatihan, individu-individu ini kesulitan untuk mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan dalam pasar kerja. Hal ini mengakibatkan mereka terjebak dalam siklus kemiskinan dan pengangguran.


Selain itu, persaingan global yang ketat dalam sistem pasar bebas, memaksa perusahaan untuk menekan biaya produksi. Salah satu konsekuensinya adalah pengurangan jumlah karyawan, yang seringkali berujung pada PHK massal.  Dampak ini terasa lebih berat di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dengan daya saing industri yang rendah.  Perpindahan industri ke negara-negara dengan upah buruh lebih murah, semakin memperparah situasi, meninggalkan banyak pekerja tanpa pekerjaan, dan masa depan yang tidak pasti.

Selanjutnya, siklus ekonomi yang fluktuatif antara masa pertumbuhan dan resesi, juga menciptakan ketidakstabilan lapangan kerja. Meskipun pertumbuhan ekonomi terjadi, tidak selalu berbanding lurus dengan peningkatan lapangan kerja. Pertumbuhan ekonomi yang tidak merata, seringkali hanya menguntungkan segelintir orang, sementara mayoritas masyarakat tetap berjuang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Di sisi lain, resesi menambah peningkatan angka pengangguran secara drastis.

Yang terakhir, kapitalisme telah memberikan peran negara sebatas regulator, yang melayani para pengusaha, sehingga banyak melahirkan kebijakan yang tidak berpihak pada pekerja. Contohnya, fleksibilitas kerja yang berlebihan, memudahkan kebijakan PHK dan mengurangi tanggung jawab perusahaan.

Oleh karena itu, untuk mengatasi masalah pengangguran, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan berkelanjutan, memperhatikan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh, bukan hanya mengejar keuntungan. Reformasi kebijakan ekonomi yang pro-rakyat, menjadi kunci untuk menciptakan sistem ekonomi yang lebih adil dan inklusif.

Solusi Berbasis Ekonomi Islam

Menghadapi realitas ini, prinsip-prinsip ekonomi Islam menawarkan sebuah paradigma yang berbeda yang berakar pada nilai-nilai spiritual dan etika yang kuat. Sehingga, dalam kegiatan ekonomi sekalipun, bukan sekadar mengejar profit, tetapi juga merupakan ibadah dalam menggapai rida Allah.

Dalam sistem ekonomi Islam, peran negara (Khilafah) jauh lebih signifikan daripada sekadar regulator. Sebab, Khilafah berperan sebagai penjamin kesejahteraan rakyat, dengan mengelola sumber daya alam, memastikan distribusi kekayaan yang adil hingga menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini diwujudkan melalui beberapa pilar utama, yaitu:

Pertama, pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan merupakan prinsip fundamental dalam ekonomi Islam.  Ajaran Islam mengatur kepemilikan sumber daya alam sebagai milik umum (kepemilikan umum), yang tidak boleh diprivatisasi, melainkan wajib dikelola oleh negara dan hasilnya dialokasikan untuk membiayai kebutuhan dasar masyarakat, pembangunan infrastruktur, dan program-program penciptaan lapangan kerja.  Hal ini memastikan, bahwa sumber daya alam menjadi aset untuk mensejahterakan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elite.

Kedua, distribusi kekayaan yang adil. Mekanisme zakat, infak, dan sedekah, sebagai pilar penting dalam ekonomi Islam, berperan krusial dalam mengurangi kesenjangan ekonomi. Zakat, misalnya, menjadi instrumen redistribusi kekayaan yang sistematis dan terstruktur, menjamin akses masyarakat miskin pada pendidikan dan pelatihan. Hal ini menciptakan siklus yang positif, memutus rantai kemiskinan, dan membuka kesempatan bagi mereka untuk berkontribusi dalam perekonomian.

Ketiga, sistem ekonomi Islam memprioritaskan sektor produksi riil yang membutuhkan lebih banyak tenaga kerja, sehingga dapat menciptakan peluang kerja yang lebih banyak bagi masyarakat. Hal ini, dapat membantu mengurangi tingkat pengangguran dan memberikan kesempatan ekonomi yang lebih luas bagi individu dalam masyarakat.

Dengan demikian, penerapan prinsip-prinsip ekonomi Islam, khususnya dalam sistem Khilafah, berpotensi menciptakan kesejahteraan umat melalui pengelolaan sumber daya dan kesempatan kerja yang lebih adil dan merata. Sehingga, menjadi satu-satunya solusi yang lebih efektif dalam mengatasi krisis pengangguran. Wallahu a'lam bisshawab. [US]

Baca juga:

0 Comments: