Headlines
Loading...
Menuju Pendidikan Berkualitas:  Belajar dari Sistem Pendidikan Islam

Menuju Pendidikan Berkualitas: Belajar dari Sistem Pendidikan Islam

Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)


SSCQMedia.Com—Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) tahun ini ditandai dengan peluncuran berbagai program pemerintah, termasuk bantuan dana transfer langsung (cash transfer) sebesar Rp300.000 per bulan bagi guru honorer non-ASN yang belum tersertifikasi (kompas.com/4/5/2025). Program yang diumumkan Presiden Prabowo Subianto pada 2 Mei 2025, tampaknya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan guru dan memperbaiki citra pemerintah.

Namun, langkah ini, seperti banyak kebijakan populis lainnya, hanya menawarkan solusi tambal sulam, bukan solusi menyeluruh terhadap permasalahan kompleks seperti fasilitas dan infrastruktur yang buruk, biaya sekolah tinggi, dan upah guru rendah, khususnya guru honorer,  tetap menjadi tantangan besar.  Keterbatasan anggaran pendidikan diperparah oleh korupsi yang merajalela,  menyebabkan dana yang seharusnya digunakan untuk peningkatan kualitas pendidikan justru diselewengkan.

Kondisi ini, merupakan konsekuensi dari sistem ekonomi kapitalis yang diterapkan. Dalam negara ini, menjadikan peran negara sangat minim termasuk dalam pendidikan. Sebaliknya, negara cenderung mengandalkan sektor swasta, yang berorientasi pada profit, bukan pada kualitas dan pemerataan pendidikan. Akibatnya, sarana dan prasarana pendidikan yang disediakan pun terbatas, sesuai dengan anggaran yang tersedia. Selain itu, sistem ekonomi kapitalis juga kerap membuat negara kesulitan menyediakan anggaran yang cukup hingga seringkali bergantung pada utang untuk membiayai pembangunan, termasuk di sektor pendidikan.

Oleh karena itu, program pemberian tunjangan langsung (cash transfer) kepada guru honorer, meskipun memiliki dampak positif jangka pendek,  hanya merupakan solusi populis yang bersifat sementara.  Program ini gagal mengatasi akar permasalahan mendalam yang menghambat kemajuan pendidikan di Indonesia. Untuk mengatasi permasalahan ini secara tuntas, diperlukan perubahan sistemik yang lebih mendasar.


Islam dan Tanggung Jawab Negara terhadap Pendidikan

Islam menawarkan solusi yang lebih komprehensif dalam hal pendidikan.
Islam menempatkan pendidikan sebagai kewajiban negara, termasuk menjamin kesejahteraan guru. Negara dalam Islam (Khilafah) bertanggung jawab penuh atas kurikulum, akreditasi, metode pengajaran, dan memberikan gaji yang layak dan memadai bagi para guru. Meski demikian Islam juga memahami bahwa lembaga pendidikan membutuhkan dana untuk operasional, gaji guru, dan perawatan. Untuk itu, sistem keuangan Khilafah yang terstruktur dan adil, seperti Baitulmal, berperan penting. Dana yang terkumpul pada Baitulmal didapatkan dari sumber yang syari, misalnya kepemilikan umum, zakat, harta rampasan perang, dan lain sebagainya, yang kemudian dialokasikan untuk berbagai kebutuhan negara, termasuk pendidikan.


Pendidikan Gratis dan Berkualitas: Sebuah Kenyataan

Lebih lanjut,  tujuan pendidikan Islam adalah membentuk kepribadian muslim yang kuat (syakhsiyyah Islamiyyah) dan memberikan pengetahuan praktis untuk kehidupan. Metode pengajaran dirancang untuk mencapai tujuan ini. Kurikulum, materi, dan metode pengajaran selalu selaras dengan ajaran Islam. Proses belajar-mengajar memisahkan siswa laki-laki dan perempuan, serta menghindari diskriminasi berdasarkan latar belakang apa pun.

Di samping pembangunan gedung sekolah dan kampus,  disediakan pula perpustakaan, laboratorium, dan fasilitas penunjang ilmu pengetahuan lainnya.  Fasilitas ini tidak hanya untuk penelitian di bidang agama seperti fikih, ushul fikih, hadis, dan tafsir, tetapi juga mencakup sains dan teknologi seperti kedokteran, teknik, dan kimia.  Tujuannya adalah untuk melahirkan mujtahid, penemu, dan inovator di tengah masyarakat. Ini membuktikan bahwa pendidikan gratis dan berkualitas bukanlah mimpi, tetapi dapat terwujud dengan sistem pemerintahan yang baik dan berfokus pada keadilan serta kesejahteraan rakyat.


Kesejahteraan Guru dalam Sistem Khilafah

Selain itu Khilafah juga menjamin kesejahteraan guru. Sehingga guru menerima gaji dan fasilitas memadai, termasuk perumahan dan transportasi, seperti yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab (sekitar Rp 57 juta/bulan dengan kurs emas saat ini) dan Shalahuddin al-Ayyubi (Rp 42-153 juta/bulan). Dalam sistem Khilafah, tidak ada perbedaan antara guru honorer dan PNS; semua guru terjamin kesejahteraannya, memungkinkan mereka fokus mendidik tanpa perlu mencari penghasilan tambahan. Sistem ini diyakini mampu menyelesaikan problematika pendidikan secara menyeluruh.

Sejarah juga mencatat keberhasilan sistem ini dalam menghasilkan pendidikan berkualitas tinggi yang diberikan secara cuma-cuma kepada seluruh warga negara. Kota Cordoba di Spanyol pada masa kejayaan Islam, misalnya, merupakan pusat pendidikan terkemuka yang melahirkan banyak ulama dan ilmuwan ternama di berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir Al-Quran, fiqh, kedokteran, kimia, astronomi, matematika, geografi, dan sejarah. Semua ini dicapai di tengah sistem pendidikan yang sepenuhnya gratis.

Oleh karenanya, kunci untuk menyelesaikan permasalahan pendidikan di Indonesia dengan Khilafah. Khilafah adalah sistem yang ideal, adil, dan berkelanjutan, bersandar pada hukum syariah yang akan membawa rahmat ke seluruh alam. []

Baca juga:

0 Comments: