Headlines
Loading...
Kesenjangan Pendidikan Ciptakan Jurang Sosial yang Menganga

Kesenjangan Pendidikan Ciptakan Jurang Sosial yang Menganga


Oleh. Novi Ummu Mafa
(Kontributor SSCQMedia.Com)

SSCQMedia.Com—Pemerintah Indonesia telah menetapkan kebijakan Wajib Belajar 12 tahun sebagai bagian dari upaya pemerataan akses pendidikan hingga tingkat menengah atas (SMA/SMK). Di atas kertas, program Wajib Belajar ini tampak menjanjikan bahwa setiap anak bangsa dijamin haknya untuk mengenyam pendidikan hingga jenjang SMA secara gratis dan merata. Namun realitas di lapangan justru menampar logika kebijakan tersebut.

Banyak anak dari keluarga miskin masih terpaksa putus sekolah selepas SMP dikarenakan terhambat oleh biaya tersembunyi seperti biaya seragam, biaya buku pelajaran, iuran komite sekolah dll. Meskipun sekolah dinyatakan "gratis" melalui program pemerintah, keberadaan biaya-biaya tersembunyi ini tetap menjadi beban yang besar khususnya bagi keluarga miskin, sehingga program wajib belajar tidak berjalan efektif secara merata. Selain itu pula minimnya fasilitas yang tersedia dari pemerintah serta akses pendidikan yang tidak merata terutama di wilayah terpencil dan tertinggal. Wajib belajar 12 tahun pun akhirnya hanya menjadi jargon kosong dalam sistem yang lebih mementingkan efisiensi anggaran daripada pemenuhan hak rakyat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2024 mengungkap fakta mencengangkan bahwa rata-rata lama sekolah penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas hanya mencapai 9,22 tahun setara dengan jenjang kelas 9 atau tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Angka ini mencerminkan betapa pendidikan masih menjadi barang mewah bagi sebagian besar masyarakat. Ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Indonesia hanya mampu menyelesaikan pendidikan hingga tingkat menengah pertama. (beritasatu.com, 02-05-2025). Lebih jauh hal ini menandakan rendahnya akses dan keberlanjutan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi khususnya bagi kalangan ekonomi lemah yang terhambat oleh sistem pendidikan yang berpijak pada logika pasar.


Jurang Pendidikan Kian Menganga

Dalam logika kapitalisme akses terhadap pendidikan sangat bergantung pada kemampuan ekonomi. Maka di tengah angka kemiskinan yang tinggi harapan untuk memperoleh pendidikan layak bagi anak-anak kaum miskin pun nyaris mustahil terwujud.

Negara memang tampak hadir lewat berbagai program seperti Kartu Indonesia Pintar (KIP), sekolah gratis, dan bantuan lainnya. Namun realitasnya jauh panggang dari api. Program-program tersebut terbukti tidak menyentuh seluruh lapisan masyarakat. Hanya kalangan tertentu yang dapat menikmatinya itu pun dengan keterbatasan kuota dan syarat administratif yang sering kali dirasa menyulitkan. Keberadaan fasilitas pendidikan pun belum merata, terutama di wilayah terluar, tertinggal, dan terdepan (3T), di mana anak-anak harus menempuh puluhan kilometer hanya untuk sampai ke sekolah. Di sisi lain swastanisasi pendidikan makin menggila, menjadikan biaya pendidikan melambung tinggi. Ketimpangan akses dan kualitas semakin nyata sementara kurikulum pun terus disesuaikan dengan kebutuhan pasar yakni untuk mencetak generasi pekerja murah alih-alih manusia berkepribadian mulia.

Pendidikan kehilangan ruhnya sebagai alat pembentukan karakter dan peradaban. Negara justru berlindung di balik alasan efisiensi anggaran memperlihatkan bagaimana pendidikan dipandang bukan sebagai investasi jangka panjang, tapi beban fiskal yang harus ditekan.

Inilah wajah buram pendidikan dalam sistem demokrasi liberal yang dikendalikan kepentingan pasar. Pemerintah menjadi pelayan korporasi bukan pelayan rakyat. Negara berperan sebagai fasilitator kebijakan neoliberal di mana hak rakyat dikomersialisasi dan kebijakan publik diukur dari untung-rugi kas negara bukan maslahat umat. Tak heran jika kesenjangan pendidikan kian menganga menciptakan jurang tajam antara si kaya dan si miskin. Sungguh, sistem ini tidak layak dipertahankan. Kita sedang menyaksikan kehancuran generasi akibat sistem yang menuhankan materi dan menyingkirkan nilai-nilai ilahiah.


Sistem Islam Harapan Sejati

Namun, secercah harapan sejati masih menyala dalam cahaya Islam. Sebagai sistem hidup yang paripurna dan bersumber dari wahyu Ilahi Islam menawarkan solusi mendasar dan menyeluruh atas problematika pendidikan yang terjerat dalam belenggu kapitalisme. Dalam sistem Khilafah Islamiyah pendidikan bukanlah komoditas pasar yang diperjualbelikan melainkan hak asasi setiap warga negara tanpa diskriminasi status sosial maupun ekonomi. Negara, sebagai institusi pelayan umat wajib menyediakan pendidikan yang gratis, merata, dan berkualitas, dengan tujuan membentuk manusia yang berilmu, bertakwa, dan memiliki keterampilan yang bermanfaat bagi umat.

Pengelolaan pendidikan sepenuhnya berada di tangan negara, tanpa campur tangan korporasi atau kepentingan bisnis. Sumber pendanaannya berasal dari Baitulmal, khususnya dari pos fai’, kharaj, dan kepemilikan umum. Sehingga tidak ada ruang untuk dalih “efisiensi anggaran” yang selama ini digunakan untuk menutupi kegagalan negara dalam menjamin hak rakyat. Sebab dalam pandangan Islam mengurus urusan umat adalah sebuah amanah yang agung bukan ladang bisnis. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Imam adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)

Sudah saatnya umat Islam membuka mata terhadap kenyataan bahwa kesenjangan pendidikan yang terjadi hari ini bukanlah akibat kesalahan teknis atau kurangnya sumber daya, melainkan buah pahit dari sistem demokrasi kapitalisme yang menuhankan keuntungan dan mencampakkan kemaslahatan. Ini bukan sekadar kecelakaan kebijakan melainkan keniscayaan dari sistem yang rusak secara ideologis.

Maka, upaya memperbaiki keadaan tidak cukup dengan tambal sulam program bantuan atau revisi kebijakan sektoral. Diperlukan perubahan mendasar, mencampakkan sistem kufur demokrasi sekuler, dan menggantinya dengan sistem Islam yang adil, menyeluruh, dan rahmatan lil ‘alamin. Hanya Khilafah dalam naungan Daulah Islam yang mampu menjadikan pendidikan sebagai cahaya peradaban, bukan bara ketimpangan yang membakar masa depan generasi. Sebab Allah Swt. berfirman: "Allah telah menaikkan derajat orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat." (QS. Al-Mujadilah: 11).

Maka, hanya dengan sistem yang diturunkan oleh Allah Swt. zat Yang Maha Tahu kebutuhan manusia, pendidikan dapat kembali menjalankan fungsi sucinya yakni untuk membentuk generasi beradab bukan sekadar budak pasar. [Hz]

Baca juga:

0 Comments: