MBG 'Belum Matang' Dimasak, Mampukah Mendongkrak Kualitas Generasi?
Oleh. Rahmawati Ayu Kartini
(Pemerhati Sosial)
SSCQMedia.Com—Kasus keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) masih terus bermunculan. Kali ini menimpa puluhan siswa TK dan SMP serta guru-guru di Bina Insani Bogor, Jawa Barat. Mereka mengalami gejala mual, muntah, pusing, demam hingga diare setelah menyantap MBG. Untungnya, mereka segera mendapatkan perawatan medis.
Walikota Bogor, Dedie A Rachim, akhirnya turun tangan. Dedie memerintahkan dapur SPPG Bina Insani Bogor yang menangani 13 sekolah untuk waspada dan berhati-hati dalam menjaga kualitas makanan bagi para siswa. Meliputi bahan, pengolahan, dan perawatan, apakah betul-betul aman, bersih, dan higienis. (liputan6.com, 7/5/2025)
Mendongkrak kualitas generasi?
MBG merupakan program unggulan pemerintahan Prabowo-Gibran dengan tujuan membangun SDM berkualitas, mampu bersaing secara global, serta mencukupi kebutuhan gizi anak. Program ini berusaha menjangkau tiga juta penerima manfaat di bulan Januari 2025.
MBG dianggap sebagai lompatan dalam mengejar ketertinggalan Indonesia di bidang pendidikan. Ketertinggalan pendidikan Indonesia dari negara lain dalam berhitung dan literasi menurut PISA (peringkat 66 dari 81 negara), berusaha diatasi dengan pemberian gizi untuk anak-anak Indonesia. Dengan perut kenyang dan gizi yang baik, diharapkan anak dapat menerima pelajaran lebih baik di sekolah. Diharapkan program unggulan ini mampu mendongkrak kualitas pendidikan dan mewujudkan generasi emas 2045.
Sayangnya, niat baik tanpa prosedur dan teknis yang jelas, justru akan menambah tumpukan masalah baru bagi. Meningkatnya kasus keracunan, mitra penyedia makanan dan pegawai BGN yang belum dibayar, makanan yang tidak memenuhi standar gizi, dll, mestinya menjadi evaluasi dan perbaikan MBG kedepannya. Apakah perlu dilanjutkan atau tidak. Karena MBG sendiri juga butuh suntikan dana yang begitu besar, sementara negara ini juga dalam kondisi perekonomian yang belum stabil. PHK massal, sulitnya lapangan kerja, daya beli masyarakat yang terus menurun, mestinya menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengambil kebijakan.
Di tengah ruwetnya perjalanan MBG, Presiden Prabowo justru mengatakan MBG telah berhasil walaupun banyak terjadi kasus keracunan. Karena jumlah yang keracunan jauh lebih kecil daripada mereka yang selamat. "Jadi, bisa dikatakan yang keracunan atau perutnya tidak enak sejumlah 200 orang. Itu 200 dari 3 koma sekian juta, kalau tidak salah adalah 0,005. Berarti keberhasilannya adalah 99,99 persen," ujarnya.
Bertolak belakang dengan pendapat Prabowo, pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah menilai program MBG belum punya pengawasan sempurna. “Ini program yang terburu-buru dan cenderung dipaksakan, tapi memang animo masyarakat tinggi terhadap MBG,” ujar Trubus. Hal ini menunjukkan pengelolaan MBG yang 'belum matang'.
Sementara pengamat kebijakan publik lainnya Media Wahyudi Iskandar mengkritik klaim keberhasilan Prabowo, bahwa MBG bukan sekedar urusan makanan basi, tapi ini urusan nyawa manusia yang tidak bisa distatistikkan. Tidak bisa dibilang hanya sebagian kecil dari keseluruhan.
Menurutnya, klaim keberhasilan MBG dari Prabowo tersebut tidak berdasar pada evaluasi yang bersifat ilmiah dan empiris. Sangat ironis karena ucapan itu keluar dari presiden.
Selain itu, dampaknya harus dilihat dari sisi gizi, motivasi belajar anak, dll. Jika hal itu belum bisa dibuktikan, belum bisa program MBG ini dikatakan sukses. Pemerintah mestinya mengakui dan memperbaiki, tidak buru-buru mengatakan sukses. (kompas.com, 6/5/2025)
Akar Masalah MBG
MBG yang 'belum matang' dimasak, kenyataannya menghasilkan berlapis-lapis masalah. Alih-alih menyehatkan dan meningkatkan semangat belajar generasi, MBG ibarat bom waktu jika akar masalahnya tidak dicabut.
Ruwetnya masalah MBG berakar dari diterapkan sistem kapitalisme sekuler di negeri ini. Akibatnya semuanya diukur dengan uang. Kebijakan populis MBG dibuat sebagai janji pemilu yang tidak transparan, rawan resiko akuntabilitas karena sangat sulit untuk bisa mengakses nara sumber kunci program MBG. Jika untuk keperluan jurnalistik saja begitu sulit, apalagi jika nanti ada dugaan penyalahgunaan disana.
Padahal korupsi terkait pengadaan adalah modus korupsi paling umum di Indonesia. Apalagi dengan keterlibatan TNI justru mempertebal kekhawatiran akan impunitas dari potensi penyelewengan di masa depan. (Kompas, 19/1/2025)
Selama segala sesuatu diukur dengan materi, tujuan mulia MBG untuk mendongkrak kualitas pendidikan generasi, akan jauh panggang dari api. Karena banyak yang berkepentingan dengan proyek besar ini.
Generasi Emas Tercipta dari Sistem Berkualitas
Untuk mendongkrak kualitas generasi, tentu harus dilakukan secara integral. Tidak bisa hanya memberikan MBG saja. Karena banyak faktor lain yang mempengaruhi.
Negara harus memberikan pendidikan kepada warganya dengan pondasi keimanan. Hal ini sangat penting. Dengan iman dan takwa akan mewujudkan generasi yang produktif dan memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Karena niat mereka belajar adalah untuk ibadah mendapatkan surga. Sebab belajar bagi mereka adalah perintah Allah, serta dorongan untuk menjadi orang yang bermanfaat. Jadi bukan sekadar rajin belajar agar kelak bisa bekerja dengan gaji tinggi.
Selain itu, negara juga harus melakukan berbagai kebijakan yang mendukung terciptanya pendidikan yang bermutu tinggi. Yakni dengan memberikan kemudahan bagi warganya untuk mengakses pendidikan sebaik-baiknya, sehingga dapat bersaing secara global. Tentu ini membutuhkan dana besar. Jika aset-aset yang ada di negara ini bisa dioptimalkan tanpa korupsi, sebenarnya negara ini sangat mampu mendanai pendidikan secara gratis. Bahkan hingga tingkat perguruan tinggi. Karena negara ini dikaruniai kekayaan alam yang begitu besar, masih belum aset negara lainnya. Namun ironisnya, kebanyakan dikuasai swasta dan asing, tidak ditangani secara mandiri.
Masalah makan bergizi untuk kesehatan anak, sebenarnya jika lapangan pekerjaan mudah didapatkan di negeri ini, para ayah akan bisa menafkahi keluarga dengan kebutuhan pokok yang layak. Tidak banyak menganggur, bahkan mencari pekerjaan sampai ke luar negeri. Namun sayang, fenomena lapar kerja terjadi di negeri ini. Akhirnya anak-anak terbengkalai dan tidak mendapatkan gizi yang baik.
Jadi, tidak cukup andalkan program MBG yang banyak menimbulkan masalah. Itu pun tidak semua anak Indonesia yang mendapatkan. Banyak hal yang harus dievaluasi.
Karena itu, sistem kapitalisme yang merusak ini harus dicabut hingga akar-akarnya dan diganti dengan sistem berkualitas tinggi dari Allah Swt. (syariat Islam). Allah adalah pencipta manusia, sehingga hanya Dia yang tahu apa yang terbaik untuk manusia. Hanya Allah saja yang bisa ciptakan sistem sempurna dan mampu menjawab persoalan kehidupan manusia.
Semua persoalan di atas telah terjawab dengan sistem Islam. Terbukti dalam sejarah, Islam pernah menjadi mercusuar dunia, di mana bangsa-bangsa lain berkiblat kepadanya. Hal ini karena iman dan takwa yang menjadi pondasi pendidikan, bukan materi.
Pendidikan dalam sistem Islam menghasilkan manusia-manusia yang berkualitas tinggi. Mereka banyak menghasilkan ilmu pengetahuan yang sangat bermanfaat bagi peradaban manusia, bahkan hingga saat ini.
Selain itu, motivasi belajar generasi Islam saat itu sangat tinggi dengan dukungan kuat negara dalam pembiayaan. Sekolah berkualitas mudah diakses, begitu pula makanan bergizi. Gaji guru saat itu sangat tinggi. Karena guru adalah sumber ilmu yang begitu dihormati dan dihargai. Wajarlah jika saat itu tercipta generasi unggul dan mumpuni.
Jika ingin meraih kualitas pendidikan tinggi, mau tidak mau kita harus kembali menerapkan hukum Allah ini. Karena keberkahan dari langit akan Allah turunkan disebabkan ketaatan kepada Allah. Sementara hidup yang sempit (penuh masalah) akan didapatkan karena berpaling dari aturan Allah. Sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an:
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya." (Al A'raf: 96)
"Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta." (Thaha: 124)
Wallahu a'lam bishowab. []
Baca juga:

0 Comments: