Oleh. Indri Wulan Pertiwi
(Aktivis Muslimah Semarang)
SSCQMedia.Com—Situasi di Palestina makin mencekam. Serangan brutal terhadap warga sipil di Gaza, pelanggaran HAM yang sistematis, dan pendudukan tanah Palestina terus berlanjut, memicu gelombang berbagai aksi solidaritas global. Dalam situasi ini menyeruak kabar bahwa Inggris tengah berunding dengan Perancis dan Arab Saudi tentang keputusan untuk mengakui negara Palestina dalam konferensi PBB bulan Juni 2025. Meskipun, langkah ini dianggap kabar baik oleh sebagian pihak, yang jadi pertanyaan apakah pengakuan semata cukup untuk mengakhiri penindasan dan mencapai perdamaian yang hakiki?
Kendati pada bulan April lalu, Pemerintah Inggris telah mengumumkan bantuan sejumlah 101 juta pound sterling atau sekitar Rp2,2 triliun untuk program kemanusiaan dan dukungan bagi Palestina. Namun, Menteri Luar Negeri Inggris, David Lammy, menyatakan bahwa Inggris mengejar pengakuan sebagai bagian dari upaya mencapai penyelesaian dua negara terhadap krisis Israel-Palestina, (viva.co.id/1/5/2025).
Dukungan yang diberikan oleh negara-negara Barat kepada Palestina sering kali dilapisi dengan retorika kemanusiaan dan bantuan infrastruktur. Namun, di balik tirai ini, tersirat motif pragmatis yang bertujuan untuk melindungi kepentingan politik dan ekonomi mereka. Karena pada kenyataannya, meskipun mengutuk pendudukan Israel secara terang-terangan, negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat, secara konsisten mendukung Israel. Membuat bantuan yang mereka berikan kepada Palestina terlihat tidak tulus, dan tak lebih seperti polesan kosmetik untuk menjaga citra mereka di dunia Arab.
Adanya ketergantungan ekonomi Barat terhadap negara-negara Arab, baik di bidang investasi maupun energi kian memperjelas motif mereka. Contohnya di industri sepak bola, para pengusaha Arab berinvestasi miliaran dolar untuk klub-klub sepak bola seperti Manchester City dan Paris Saint-Germain. Hal ini mengindikasikan bahwa negara-negara Barat tidak akan dengan mudah mengorbankan hubungan ekonomi yang menguntungkan serta melibatkan investasi besar dan aliran dana signifikan, dan mendukung Palestina sepenuh hati.
Deklarasi Balfour dan Sejarah Kelam
Selain itu kita umat muslim tak boleh melupakan sejarah, khususnya peran krusial Inggris dan Perancis dalam memfasilitasi migrasi Zion*s ke Palestina. Deklarasi Balfour tahun 1917, yang dikirimkan oleh menteri luar negeri Inggris kepada Lord Rothschild, mendukung pembentukan tanah air nasional bagi kaum Yahudi di Palestina. Janji ini dibuat menjelang kekalahan Kekhalifahan Utsmaniyah dalam Perang Dunia Pertama, yang diperburuk oleh pengkhianatan sebagian orang Arab dan Turki. Yang menjadi titik awal dari perampasan Palestina dan pengusiran serta pembantaian penduduknya.
Kritik Terhadap Solusi Dua Negara
Mengingat sejarah kelam tersebut, pengakuan Barat atas Palestina kini hadir sebagai sebuah ironi. Terlebih lagi, dengan terus diusungnya solusi dua negara yang menurut mereka demi mencapai perdamaian. Namun, dalam kenyataannya mereka telah mengabaikan akar masalah, yang sejatinya berasal dari pendudukan dan perampasan tanah Palestina oleh entitas Yahudi. Yang artinya solusi tersebut hanya sebuah strategi untuk menegakkan dan memperkuat dominasi pendudukan Zion*s Yahudi.
Bahkan Robert F. Kennedy Jr., kandidat presiden AS tahun 2024, pernah mengungkapkan dalam sebuah wawancara bahwa, "Israel adalah benteng bagi kita, seperti memiliki kapal induk di Timur Tengah. Israel adalah sekutu lama kita. Jika Israel jatuh, Rusia, Tiongkok, dan negara-negara BRICS+ akan menguasai 90% pasokan minyak dunia, yang akan mengancam keamanan nasional AS.", (alquds.com/10/11/2023).
Hal ini menunjukkan bahwa entitas Zion*s dianggap sebagai penjaga setia bagi kepentingan kolonialisme AS di wilayah muslim. Oleh karena itu, setiap solusi yang didorong oleh AS maupun sekutunya kemungkinan besar hanya untuk mendukung kepentingan mereka sendiri dan Zion*s, tanpa memberikan manfaat nyata bagi umat Muslim Palestina.
Solusi Khil4fah
Sehingga bisa dikatakan bahwa permasalahan Palestina bukan sekadar konflik teritorial semata, tetapi juga merupakan manifestasi dari ketidakadilan global dan penindasan terhadap kaum muslimin. Derasnya gelombang aksi solidaritas yang tengah melanda dunia, hingga menyerukan dukungan militer (jihad) dan tegaknya Khil4fah, menunjukkan bahwa pendekatan yang selama ini dilakukan Barat maupun sekutunya, termasuk pengakuan negara Palestina, belum mampu menjawab tuntutan keadilan hakiki.
Terlebih, krisis Gaza yang telah berlangsung bertahun-tahun telah membuka mata banyak orang, termasuk di kalangan Barat, tentang pentingnya Khil4fah sebagai solusi sistemik dan abadi bagi permasalahan umat Islam. Upaya-upaya Barat sebelumnya untuk menghalangi tegaknya Khil4fah tampak semakin sia-sia di hadapan kesadaran yang tumbuh di tengah umat Islam. Kondisi ini seakan menjadi pertanda kemunduran peradaban Barat dan menandai kemunculan era baru di bawah naungan Khil4fah.
Meskipun tegaknya Khil4fah merupakan keniscayaan, perjuangan untuk mewujudkannya membutuhkan langkah-langkah yang terstruktur dan strategis. Para dai dan aktivis Muslim memiliki tanggung jawab besar untuk menggencarkan dakwah yang efektif dan menyeluruh, menjangkau semua lapisan masyarakat. Dakwah ini bukan sekadar seruan ideologis, tetapi harus didukung pemahaman mendalam tentang pentingnya Khil4fah dalam mengakhiri penindasan dan mewujudkan keadilan bagi seluruh umat Islam.
Metode Rasulullah menjadi contoh ideal. Dakwah berbasis akidah, yang membangun kesadaran spiritual dan pemahaman mendalam tentang ajaran Islam, merupakan kunci utama untuk mendapatkan dukungan luas dari umat. Yang pada akhirnya, akan mendorong perubahan sistemik yang dibutuhkan untuk mewujudkan Khil4fah sebuah sistem pemerintahan yang akan menjadi perisai bagi umat khususnya kaum tertindas serta menjalankan keadilan secara konsisten.
Oleh karena itu, meski pengakuan Barat, Palestina dianggap langkah penting oleh sebagian pihak, kita tidak boleh terjebak dalam pendekatan yang bersifat simbolis. Kita harus berjuang untuk solusi yang lebih menyeluruh dan mendasar yaitu tegaknya Khil4fah sebagai satu-satunya solusi jangka panjang untuk mengakhiri penderitaan di Palestina dan memastikan keadilan bagi seluruh umat. Pengakuan negara tanpa disertai keadilan yang hakiki hanyalah solusi tipu-tipu, sementara solusi utama terletak pada pemulihan hak-hak dan martabat umat Islam yang telah dirundung penjajahan selama bertahun-tahun.
Wallahu’alam. [MA]
Baca juga:

0 Comments: