Oleh. Eka Suryati
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Di setiap detik yang berjalan di bumi Palestina, derita dan air mata menjadi teman yang akrab. Jeritan kehilangan menggema di antara reruntuhan bangunan dan abu yang berterbangan. Mereka bukan sekadar korban dari penjajahan biasa, tetapi menjadi saksi atas genosida yang dilakukan secara terang-terangan oleh kekuatan zionis yang tidak mengenal batas kemanusiaan. Membunuh manusia lebih kejam dari hewan yang buas sekalipun.
Langit Palestina dipenuhi suara jeritan yang mengguncang jiwa: antara rasa takut dan harapan. Mereka hidup dalam kecemasan yang tetap, tak tahu lagi apa yang akan terjadi nanti. Tak tahu kapan maut akan menjemput, karena desing peluru dan dentuman bom siap beraksi. Namun, di tengah bayang-bayang kematian, mereka tetap menumbuhkan harapan. Harapan bahwa jika tubuh harus rebah tak bernyawa, semoga surga menjadi tempat kembali yang layak atas perjuangan yang tak pernah padam. Tubuh tak bernyawa mereka seakan tak berharga bagi dunia, namun langit menanti kedatangan mereka, sebagai syuhada yang syahid di jalan Allah. Surga telah mengosongkan tempatnya, karena kelak akan di huni mereka yang memiliki cahaya iman.
Hari-hari di Palestina tidak pernah berjalan seperti hari biasa. Debu dan ledakan menjadi latar rutin yang menggantikan langit biru dan nyanyian burung. Keadaan gelap gulita, suara deru rudal, serta tangisan anak-anak yang kehilangan keluarganya menjadi bagian dari keseharian. Kedamaian yang dulu pernah menghiasi tanah itu kini berubah menjadi harapan mahal yang entah kapan bisa kembali digenggam.
Namun, bukankah Palestina tidak sendiri? Bukankah mereka memiliki saudara seiman di seluruh penjuru dunia? Seharusnya ada tangan-tangan yang terulur untuk meringankan beban mereka. Tetapi realitas berkata lain. Palestina seperti dibiarkan berjuang sendiri, sementara umat Islam terkurung dalam sistem global yang membelenggu dan melemahkan gerak mereka. Dan sistem itu sungguh tak berpihak pada Palestina yang butuh solusi tuntas agar kemenangan menjadi asa yang mampu digenggam.
Berbagai batasan, baik secara politik, ekonomi, maupun militer, membungkam upaya nyata untuk membantu Palestina. Sekat-sekat kekuasaan dan kepentingan menutup mata terhadap derita yang sudah tak terbantahkan. Bahkan ketika dunia menyaksikan kekejaman yang terjadi secara langsung, hati dan tindakan seolah membeku.
Wahai umat Muhammad, bukankah Rasulullah telah mengajarkan bahwa setiap muslim adalah saudara bagi muslim lainnya? Maka saat saudaramu disakiti, apakah engkau akan diam? Sudah saatnya kita menggugah nurani, melampaui sekat-sekat politik dan nasionalisme sempit, lalu bergerak menolong Palestina dengan segenap kemampuan yang dimiliki.
Kiriman tentara mungkin belum bisa kita lakukan, tapi tenaga medis, makanan, selimut hangat, pakaian, dan donasi yang kita kirimkan bisa menjadi penguat bagi mereka. Tidak kalah penting, mari suarakan dukungan lewat tulisan, video, dan media sosial agar dunia yang bisu ikut bersuara. Jangan biarkan narasi penjajah mendominasi pemberitaan, sementara kebenaran dikubur dalam diam.
Dimanakah doa-doa terbaik kita untuk Palestina? Bukankah doa adalah senjata orang beriman? Panjatkanlah doa-doa panjang untuk keselamatan mereka, untuk kemenangan atas para penjajah, dan untuk kebebasan negeri yang telah terlalu lama dirampas. Doa-doa kita bukan hanya kata-kata kosong. Ia adalah pancaran kepedulian, bagian dari jihad yang dilakukan lewat lidah dan hati.
Tak perlu menunggu menjadi seorang ulama atau politisi untuk bisa membela Palestina. Cukup nyalakan empati dan rasa kemanusiaan. Bahkan bagi mereka yang tidak memeluk Islam, cukup dengan menghadirkan nurani, akan tampak betapa biadabnya zionis merobek-robek nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi.
Hari ini, kita tidak bisa lagi sekadar mengutuk dan bersedih. Kita harus bertindak. Menulis, menyuarakan, membantu dengan dana, mengedukasi generasi muda, menyumbang lewat lembaga terpercaya, atau bahkan sekadar menyebarkan informasi yang benar. Semua itu adalah bentuk pengawalan terhadap perjuangan Palestina.
Musuh Palestina tak pernah berhenti. Mereka terus mencari cara untuk menghancurkan, menyusup ke dalam pikiran umat Islam lewat propaganda dan tipu daya. Maka kita pun tidak boleh berhenti. Kita punya Allah, tempat kita bermohon dan bertawakal. Kita punya Al-Qur’an yang mengajarkan keberpihakan kepada yang tertindas. Kita punya sejarah yang menunjukkan bahwa kemenangan selalu berpihak pada kebenaran, selama ada kesungguhan dalam memperjuangkannya.
Palestina adalah simbol keteguhan dan perlawanan. Di sanalah kiblat pertama umat Islam pernah berdiri. Di sanalah bumi para nabi dibumikan. Menyerah bukan pilihan bagi mereka, dan seharusnya bukan pula pilihan bagi kita yang mengaku saudara seiman.
Kawal terus perjuangan ini. Jangan biarkan mereka berjuang sendiri. Doa kita adalah senjata, bantuan kita adalah pertolongan, dan suara kita adalah bagian dari perlawanan. Hingga hari kemenangan tiba, hingga bendera kebebasan dikibarkan di atas Al-Quds, jangan pernah berhenti mengawal Palestina merdeka.
Kotabumi, 16 Mei 2025
Baca juga:

0 Comments: