Eksploitasi Tenaga Kerja, Cermin Kebobrokan Kapitalisme
Oleh. Novi Ummu Mafa
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak dasar yang melekat pada setiap individu sejak lahir tanpa terkecuali. Namun, dalam realitas kehidupan, pelanggaran HAM kerap terjadi di berbagai belahan dunia, termasuk di negeri ini.
Kekerasan, eksploitasi, ketidakadilan, hingga perampasan hak hidup yang layak menjadi potret buram bagaimana manusia sering kali diperlakukan semena-mena. Pelanggaran ini bukan sekadar pelanggaran hukum, melainkan pengkhianatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan yang paling mendasar.
Dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) kembali mengemuka. Kali ini menimpa para pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Hal ini kembali membuka luka lama, tentang kasus ketidakadilan. Mereka mengadukan pengalaman pahit berupa kekerasan dan eksploitasi sejak kecil, termasuk dipisahkan dari orang tua, tidak diberi identitas, dipaksa makan kotoran hewan, dipukul, dirantai, tidak mendapatkan pendidikan, hingga tidak memperoleh perawatan saat mengalami kecelakaan kerja (kompas.com, 16-04-2025).
Kasus ini telah dilaporkan ke Komnas HAM sejak 1997, bahkan sudah tiga kali diajukan, yakni pada tahun 1997, 2004, dan 2024. Namun, hingga kini belum ada penyelesaian yang tuntas (detiknews.com, 22-04-2025).
Ketidakadilan Sosial yang Dilegalkan
Kasus eksploitasi ini, mengungkapkan dengan jelas, betapa rusaknya hubungan antara majikan dan pekerja dalam sistem kapitalisme sekuler. Dalam sistem ini, manusia direduksi menjadi sekadar alat produksi. Nilainya diukur berdasarkan sejauh mana kemampuannya dalam menghasilkan keuntungan materi. Relasi yang semestinya dibangun atas dasar penghormatan terhadap martabat manusia, malah berubah menjadi hubungan yang eksploitatif dan tidak berperikemanusiaan.
Kapitalisme memberi ruang legal bagi eksploitasi manusia oleh manusia lainnya. Prinsip kebebasan kepemilikan tanpa batas, memungkinkan para pemilik modal memperlakukan pekerja seperti komoditas. Kebutuhan ekonomi yang mendesak membuat para pekerja terpaksa menerima kondisi kerja yang tidak manusiawi, sementara sistem ini sendiri tidak memberikan perlindungan yang layak terhadap hak-hak dasar mereka. Hukum dan regulasi yang ada kerap kali hanya menjadi formalitas tanpa implementasi yang sungguh-sungguh.
Dalam bayang-bayang kapitalisme, ketidakadilan sosial tidak hanya terjadi, tetapi dilegalkan. Para pemilik modal yang memiliki kekuasaan ekonomi besar mampu membeli pengaruh politik, mengendalikan kebijakan negara, dan mengabaikan tuntutan keadilan bagi rakyat kecil. Negara yang seharusnya menjadi pelindung rakyat, justru sering kali berpihak kepada mereka yang memiliki kekayaan dan kekuasaan. Alih-alih menegakkan keadilan, negara berfungsi sebagai penjaga kepentingan korporasi.
Fenomena ini memperlihatkan kegagalan struktural kapitalisme sekuler dalam menciptakan masyarakat yang adil dan beradab. Selama paradigma materialisme dan sekularisme mendominasi, manusia akan terus dinilai berdasarkan produktivitasnya, bukan martabatnya sebagai makhluk yang mulia. Eksploitasi akan terus berulang dan ketimpangan akan semakin melebar, menenggelamkan nilai-nilai kemanusiaan dalam kubangan kerakusan kapital.
Islam Solusi Hakiki
Di tengah kerusakan hubungan antar manusia yang ditimbulkan oleh kapitalisme sekuler, Islam melalui institusi Khilafah, memberikan solusi tuntas dan menyeluruh. Dalam pandangan Islam, hubungan antar individu, khususnya sesama mukmin diibaratkan seperti satu tubuh. Ketika satu bagian tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakan deritanya.
Prinsip ini menjadikan negara Khilafah, bertanggung jawab penuh sebagai ra’in (pengurus) atas seluruh kebutuhan rakyatnya, termasuk dalam menyelesaikan berbagai bentuk kezaliman, seperti eksploitasi terhadap pemain sirkus OCI.
Eksploitasi manusia, sebagaimana terjadi dalam kasus ini, dalam pandangan syariat merupakan bentuk nyata perbudakan terhadap orang merdeka. Hal ini termasuk sebuah kezaliman besar yang secara tegas diharamkan dalam Islam. Sejak awal, syariat mendorong pembebasan budak dan menegaskan penghormatan terhadap martabat setiap manusia.
Khilafah Melindungi Hak Pekerja
Dalam sistem Khilafah, hubungan kerja diatur melalui akad ijarah (kontrak kerja) yang berlandaskan prinsip suka sama suka, tanpa paksaan, apalagi penindasan. Upah ditentukan secara adil berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak. Jika terjadi sengketa dalam hubungan kerja, negara wajib turun tangan untuk menetapkan keadilan dan melindungi hak-hak pekerja tanpa diskriminasi.
Lebih dari itu, Khilafah akan memastikan terpenuhinya kebutuhan dasar rakyat seperti sandang, pangan, dan papan dengan membuka peluang kerja seluas-luasnya bagi semua warga negara. Sementara kebutuhan publik seperti pendidikan, layanan kesehatan, dan transportasi disediakan secara gratis, tanpa memandang status sosial. Dengan jaminan ini, rakyat tidak perlu menjual tenaganya secara terpaksa atau tunduk pada eksploitasi hanya demi memenuhi kebutuhan hidup.
Sistem Islam di bawah naungan Khilafah, tidak sekadar mengobati gejala ketidakadilan, tetapi mencabut akar persoalan eksploitasi manusia secara struktural dan permanen. Dengan membangun sistem sosial, ekonomi, dan politik yang berlandaskan akidah Islam, Khilafah menjaga kehormatan, keadilan, dan kesejahteraan seluruh rakyat. Ini adalah bukti nyata, bahwa hanya dengan penerapan Islam secara kafah (menyeluruh), ketidakadilan yang lahir dari sistem buatan manusia dapat benar-benar dihapuskan. [US]
Baca juga:

0 Comments: