Headlines
Loading...

Bismillahirrahmanirrahim.

Pada Jum'at, 17 Januari 2025, pukul: 19.30-21.00 WIB, hadir Mbak Vivi Nurwida memberikan materi dengan tema "Semangat Menulis Opini, Bonus Tayang". Mbak Vivi didampingi oleh Mbak Rochma Ummu Satirah tampil di hadapan member 
WAG Kontributor SSCQMedia.

Berikut ini adalah profil sang narasumber:

🧕🏻Vivi Nurwida. Lahir di Malang, 16 Mei 1991. Tumbuh dan tinggal di Kota Batu, Jawa Timur. Dikaruniai 4 orang putri (kini berumur 11, 9, 3 tahun dan yang keempat 14 bulan). Aktivitas sehari-hari sebagai ibu rumah tangga, penulis dan pengemban dakwah. 

📝Penulis memiliki buku solo opini hasil mengikuti challenge opini SSCQ. Buku itu diberi judul "Islam-The Best Solution".

Beberapa buku antologinya:
💞 Dekapan Cinta Para Bunda ( bersama komunitas  AMK)
💞 Tarian Pena  Penghantar Hijrah ( bersama Komunitas SSCQ)
💞 Surat Cinta untuk Nabiku jilid 1 ( bersama Komunitas SSCQ)
💞 SHAHABIYAH NABI
Mutiara Umat, Teladan bagi Ummahat ( bersama Komunitas SSCQ)

Untuk berkenalan lebih lanjut bisa WA 085604330291 atau berteman di FB dengan nama akun: Vivi Vinuwi.

Mba Vivi ini masih tergolong muda, anaknya empat (masih kecil-kecil), ada amanah di struktur, tetapi semua aktivitas ini tak menghalangi beliau untuk bisa aktif menulis opini sampai di bulan lalu, di Challenge Opini SSCQ beliau berhasil membuat 16 tulisan. Ini bermakna bahwa dalam dua hari beliau bisa membuat satu tulisan opini.

Mbak Vivi memberi tema sharing beliau, "Semangat Menulis Opini, Bonus Tayang"diakuinya adalah untuk  menyemangati diri sendiri yang mudah kendur semangatnya. Semoga dengan berbagi semangat dia berharap bisa lebih istikamah, dan semangat ini bisa menular dan membuat teman-teman lebih bersinar lagi.

Mengapa Harus Semangat dalam Menulis Opini?

1. Tulisan opini Islam yang kita kirim ke media massa, bisa mencerahkan banyak hati.
2. Tulisan opini kita bisa memberikan wawasan kepada orang lain, sebab di dalamnya kita menuliskan pandangan Islam terhadap suatu perkara.
3. Menulis opini bisa kita gunakan untuk healing. Ternyata, permasalahan umat begitu banyak. Dengan menulis opini kita tidak disibukan dengan urusan pribadi kita saja, namun kita juga sibuk memikirkan urusan umat.
4. Dengan menulis opini kita bisa mengcounter pendapat-pendapat kufur yang menyesatkan umat.
5. Dengan menulis opini kira bisa menunjukan sikap kita terhadap sebuah fakta. Misal, menulis opini tentang Palestina menunjukan sikap dan pembelaan kita terhadap penderitaan saudara-saudara kita di Palestina.
6. Menulis opini untuk menyebarkan kesempurnaan Islam secara luas.
7. dst 

Jadi, kita harus senantiasa semangat menulis opini dan pastinya mengirimkannya ke media. Tayang itu bonus, jika tulisan kita belum tayang, setidaknya tulisan kita sudah dibaca oleh redaktur. Jika tulisan kita dimuat, maka kesempatan tulisan kita dibaca oleh banyak orang semakin terbuka luas. Jadi, menulis opini ke media massa merupakan langkah strategis untuk menyebarkan opini Islam. 

Di tengah pemaparan materi, Mbak Vivi sempat melontarkan pertanyaan kepada peserta, "Kalau teman-teman di sini, apa yang membuat semangat untuk menulis opini?"

Mbak Noviya Dwi menjawab, "Selain dakwah, dengan menulis bisa menambah maklumat yang sebelumnya saya tidak tau. Karena dari saya mulai menulis, saya jadi tahu maklumat yang benar dan jika tidak disebarkan maklumat itu maka ilmu yang kita peroleh hanya akan berputar-putar di kepala. Untuk pemula seperti saya, tidak ada alasan untuk tidak mampu menulis, karena untuk menulis tidak dibutuhkan bakat."

"Tidak gatalkah tangan kita jika tidak menulis? Belum lagi, ketika kita tatabu' berita, banyak sekali kerusakan yang terjadi, karena Islam tidak diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Kita jangan sampai kalah semangat dengan orang-orang yang menghalangi dakwah Islam!" tandas Mbak Vivi.

Para musuh Islam saja semangat menulis opini yang menyesatkan umat. Masak kita sebagai penulis opini ideologis, yang mau memahamkan umat terkait indahnya Islam, kalah semangat dengan mereka. Jangan, ya, Dek, ya!

Menunaikan Komitmen adalah Hukum Syarak

Pepatah Melayu mengatakan:
"Kalau Nak Seribu Daya, Kalau Tak Nak Seribu Dalih"

Mungkin ada di antara kita, yang pernah kehilangan semangat untuk menulis opini (tunjuk diri sendiri) dengan berbagai alasan.

Mbak Vivi pun bercerita, "Ketika semangat itu membara, saya pernah ikut challenge menulis opini dari SSCQ 1 hari bisa 1 opini, tapi ketika semangat itu kendur, maka sebulan hanya 1-2 opini saja. Berbagai alasan saya munculkan, mulai dengan bertambahnya amanah dakwah dan amanah punya anak bayi lagi dengan jarak tidak sampai dua tahun dari kakaknya, dan sebagainya. Padahal, jika saya mau, sebenarnya saya bisa mengusahakan dengan berbagai cara. Banyaknya alasan yang saya lakukan, karena saya tidak mau melakukannya. Padahal, saya pernah menulis opini dalam keadaan tangan terpasang infus, sebelum masuk ke meja operasi. Saya ingin menjalankan komitmen saya yang kurang 1 untuk menyetorkan opini ke mahali. Saat itu saya takut, saya meninggal tapi belum menunaikan komitmen saya."

Komitmen kita adalah hukum syarak bagi kita. Komitmen kita adalah janji yang harus diusahakan untuk ditunaikan. Nyatanya, ketika kita mau, segala daya dan upaya akan kita lakukan. Sekarang, semangat itu ingin Mbak Vivi munculkan kembali kepada dirinya. Dan semoga teman-teman bisa mengambil pelajaran dan jauh lebih semangat setelah ini.

Kemauan dan Kemampuan

"Menurut teman-teman, apa yang lebih penting, kemauan atau kemampuan dalam menulis?" tanya Mbak Vivi ke forum.

Kita harus senantiasa memproduksi kemauan- kemauan kita. Dalam hal ini, kemauan itu adalah mendakwahkan Islam lewat tulisan.

Kemampuan menulis opini itu sangat penting dan bisa dipelajari. 
📝 Kalau kita mempunyai kemampuan, tapi tidak mempunyai kemauan, pasti kita tidak akan melakukannya.
📝 Sebaliknya, kalau kita memiliki kemauan, tapi tidak memiliki kemampuan, kita akan berusaha untuk melakukannya. Termasuk upgrade diri, karena menulis opini juga harus dibarengi dengan ilmu.

Jadi, yang harus kita punyai terlebih dahulu adalah kemauan disusul dengan kemampuan.

Tayang Itu Bonus

Ada sebuah kutipan yang sangat bagus terkait kepenulisan.

Satu peluru hanya bisa menembus satu kepala, tapi satu tulisan bisa menembus ribuan, bahkan jutaan kepala
-Sayyid Quthb-

Kutipan ini dapat diartikan bahwa tulisan memiliki kekuatan untuk memengaruhi banyak orang, sedangkan peluru hanya bisa menembus satu kepala.

Tiga tulisan Mbak Vivi ada yang bisa tembus 1.000++ viewsTentu ini bonus tambahan yang diberikan oleh Allah, selain tayang. Allah yang menggerakkan hati pembaca untuk membaca tulisan saya hingga tembus views yang belum pernah saya dapatkan sebelumnya. Ini adalah rezeki dari Allah, bukan untuk berbangga diri, tapi memberikan semangat untuk terus menulis opini. 

Semoga banyaknya views juga menandakan ada banyak hati yang tercerahkan, tergambar akan indahnya Islam, mau mencampakkan ideologi kapitalisme dan mau berjuang menegakkan sistem Islam.

Jadi, tetaplah semangat menulis opini. Kita produksi kemauan-kemauan kita, sambil terus belajar bagaimana menulis opini yang benar. Bismillah, menulis bonus tayang.

Ketika Ujian Menghampiri

Pada sesi diskusi, Mbak Rochma bertanya tentang bagaimana menjaga kemauan untuk menulis agar tetap ada, walau ujian dan cobaan datang menghampiri.

Mbak Vivi menjawab bahwa dia pun pernah terjebak dalam masalah pribadi. Tapi kemudian dia ingat sebuah tayangan dari seorang pengemban dakwah. Di sana ada tulisan, "Ketika saya sibuk memikirkan masalah saya, Allah semakin memperberat masalah saya. Tapi, ketika saya sibuk memikirkan permasalahan umat, Allah menyelesaikan masalah-masalah saya dari arah yang tidak saya duga."

Dia mencoba menerapkan itu, dan benar apa yang terjadi. Ketika kita ada masalah, bukan saatnya kita hanya berfokus pada masalah kita dan tidak lagi memikirkan permasalahan umat. Bahkan, ketika menulis opini dalam keadaan punya masalah pribadi, akhirnya dia sadar bahwa, "Masalahku ini kecil, masalah umat lebih besar" dan tahu mengapa permasalahan ini terjadi.

Bahkan, ketika Mbak Vivi hendak melahirkan anak keempat yang qodarullah harus sectio caesarsaat itu keluarganya sedang diuji masalah ekonomi. Kehamilannya divonis oleh dokter sebagai kehamilan dengan risiko tinggi. Riwayat SC 3x, kuret 1x dan HB rendah. Bayang-bayang kematian rasanya sangat dekat. 

Namun, komitmen menulisnya sangat kuat. Kala itu, target tulisan opininya masih kurang 1. Maka, bermodal kemauan dan tekad, dia menyelesaikannya sebelum masuk ruang operasi. Dia takut, jika tidak bisa menunaikan komitmen. Alhamdulillah, dengan kemudahan yang diberikan Allah, sambil menunggu waktu operasi tiba, dengan tangan terpasang infus, dia bisa menyelesaikan komitmen menulis.

Tips Membuat Judul dan Sub Judul yang Cepat dan Menarik

Di atas adalah pertanyaan dari Mbak Noviya Dwi karena dia merasa butuh waktu cukup lama ketika memikirkan judul dan sub judul yang tepat. 

"Saya biasanya memilih untuk membuat judul dan subjudul di akhir. Sehingga saya bisa menyesuaikan dengan isi tulisan yang saya buat," demikian jawaban dari Mbak Vivi.

Beberapa saat kemudian, Bunda Dewi Kusuma memberikan pertanyaan serupa, yaitu apakah membuat judul dulu atau menulis dulu?

Mbak Vivi menjawab, "Kalau saya biasanya buat judul dulu. Biasanya tulisan akan mengalir dengan judul yang dibuat. Tapi, kadang juga bingung mau buat judul apa? Sedangkan, isi tulisan sudah mengalir begitu saja. Maka, saya tuangkan isinya dulu, baru membuat judul. Jadi, fleksibel saja."

Waktu untuk Tatabu'

Ini menjawab pertanyaan dari Bunda Sri Ratna Puri. Bahwa ketika ada waktu kosong yang lumayan banyak, Mbak Vivi memanfaatkannya untuk bisa menulis lebih. Biasanya dengan tema yang berbeda. 

Kalau tatabu' biasanya ngikut TOR yang sudah ada. Namun, kalau buntu dengan tema yang sudah ada, tatabu' sendiri sesempatnya. Untuk hitungan waktu fia kurang bisa memperkirakan. Karena saya masih ada bayi dan batita biasanya tingkahnya suka tidak terduga. Menulis itu pun terputus-putus, tidak sekali duduk.

Jika Hanya Punya HP

Mbak Aisha Ummu Rasyid memberikan pertanyaan susulan di penghujung waktu, "Kalau terkendala alat, gimana menurut Mbak Vivi, misal gak punya laptop, dan kalau lama-lama lihat layar, mata jadi perih."

Mbak Noviya Dwi pun menimpali, "Izin memotivasi. Saya gak pakai laptop, saya selalu pakai ponsel kalau menulis. Mungkin bisa menjadi alternatif, di HP juga ada mode kenyamanan mata jadi lebih enak menurut saya."

Mbak Vivi Nurwida dan Bunda Dewi Kusuma menjawab senada, bahwa mereka pun memakai HP untuk aktivitas menulis. 

"Kalau lama lihat layar mata jadi perih, silakan membuat catatan di buku untuk pra menulis. Dan dicicil sesuai kesanggupan mata kita. Meski ada, saya malas buka laptop, karena nulisnya terjeda-jeda," tambah Mbak Vivi.

Tetap Semangat Menulis Opini Islam

Mari terus bersemangat dalam menulis opini Islam! Mari produksi terus kemauan-kemauan dalam diri kita untuk menulis opini.

Musuh-musuh Islam tidak tinggal diam. Para pembenci Islam terus bersemangat untuk menyesatkan umat. Maka, jangan sampai kita kalah semangatnya. Selama tulisan kita tidak melanggar hukum syarak, yuk gas pol!

Yang tidak kalah penting bagi kita sebagai penulis opini adalah semangat tatabu' fakta setiap hari, jangan sampai kita sebagai penulis opini justru tidak tatabu'.

Opini umum senantiasa berubah setiap menit, bahkan detik. Yuk, ambil bagian jadi yang menyuarakan indahnya Islam, lewat tulisan. Jadi, kita harus terus semangat menulis opini yang bisa memberi solusi atas  permasalahan umat yang sangat banyak. [My]


Editor: Maya Rohmah 
Desainer: Hanif Eka Meiana

Baca juga:

0 Comments: