#KaburAjaDulu Viral, Bukti Kegagalan Kapitalisme
Oleh. Umi Hafizha
(Kontributor SSCQMedia.Com)
SSCQMedia.Com—Tagar #KaburAjaDulu, menjadi topik hangat yang ramai diperbincangkan oleh warganet melalui berbagai sosial media, seperti di X. Tagar itu berkaitan dengan kesempatan studi atau bekerja di luar negeri untuk pergi dari Indonesia (kompas.com, 5-2-2025).
Maraknya #KaburAjaDulu, membuktikan menguatnya kekecewaan yang begitu besar masyarakat, terhadap pemerintah Indonesia. Warganet menilai, pemerintah belum mampu memberikan pendidikan yang layak, kesempatan kerja dan jaminan kualitas hidup dibandingkan jaminan kesejahteraan di negeri lain. Munculnya fenomena ini, tentu tidak terlepas dari pengaruh digitalisasi, terutama sosial media yang menggambarkan tentang kehidupan negara lain lebih menjanjikan.
Selain itu, kualitas pendidikan yang rendah di dalam negeri, bertemu dengan banyaknya tawaran beasiswa ke luar negeri di negara maju, semakin memberikan peluang untuk "kabur". Begitu juga sulitnya mencari pekerjaan, bertemu dengan banyaknya tawaran kerja yang lebih menjanjikan di luar negeri, baik pekerja terampil maupun pekerja kasar dengan gaji yang lebih tinggi di negara maju, semakin menguatkan masyarakat untuk mencari kesejahteraan di luar negeri.
Munculnya tagar #KaburAjaDulu, berkaitan dengan fenomena brain drain, yaitu fenomena ketika orang pintar dan berbakat memilih untuk bekerja di luar negeri. Fenomena brain drain ini, sering kali terjadi di negara-negara berkembang dan menjadi isu krusial dalam konteks globalisasi atau liberalisasi ekonomi yang semakin menguat dan membuat kesenjangan antara negara maju juga berkembang semakin lebar, menciptakan ketidakadilan dalam akses terhadap sumber daya dan kesempatan.
Kondisi ini, sejatinya menggambarkan gagalnya kebijakan politik ekonomi dalam negeri untuk menjamin kehidupan yang sejahtera. Kegagalan ini, tidak lepas dari sistem yang digunakan penguasa untuk mengatur negara, yaitu sistem kapitalisme. Mereka membuat hingga melegalkan banyak kebijakan yang prokapitalis, seperti pendidikan yang menjadi sektor yang legal, diliberalisasi. Akhirnya, pendidikan menjadi barang yang sah dikomersialkan oleh swasta, dan yang bisa mengakses hanya orang-orang yang memiliki harta.
Sementara itu, masalah lapangan pekerjaan dalam sistem kapitalisme, perusahaan atau industri, menjadi pihak yang menyediakan lapangan pekerjaan yang tentu saja menggunakan prinsip untung rugi. Para pekerja dipandang sebagai faktor produksi yang sewaktu-waktu bisa terkena efesiensi, sehingga para pekerja tidak mendapatkan gaji yang layak dan penghasilan tetap dan rentan terkena PHK.
Dalam Islam, mewajibkan negara membangun kesejahteraan rakyat dan memenuhi kebutuhan asasi setiap warga negara per individu. Negara juga menjadi pihak yang bertanggung jawab menyediakan lapangan pekerjaan bagi laki-laki balig, mulai dari sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa dengan mengelola sumber daya alam yang begitu melimpah. Adanya jaminan lapangan pekerjaan, membuat masyarakat tidak akan "kabur" ke negara lain, hanya demi untuk mendapatkan kesempatan kerja yang lebih baik.
Dalam pendidikan, negara akan menjamin pendidikan yang layak dan berkualitas, karena pendidikan dipandang sebagai kebutuhan dasar publik yang wajib diberikan negara secara mutlak. Bahkan, gratis. Pendidikan dalam Islam, akan mencetak generasi yang memiliki kepribadian Islam dan peka terhadap problematika umat. Sehingga, orang pintar dan berbakat, menjadi garda terdepan yang siap membangun negara. Dan negara juga peduli dalam menjamin kesejahteraan generasi serta seluruh warga negaranya sehingga mereka tidak akan "kabur" ke luar negeri. Wallahualam bissawab. [US]
Baca juga:

0 Comments: