Kisah Inspiratif
Tiada yang Sebanding Nilainya untuk Membalas Jasamu, Ibu
Oleh. Muflihah S Leha
SSCQMedia.Com- Bulan Desember meriah dengan peringatan Hari Ibu. Banyak tulisan-tulisan, gambar, video dan foto-foto yang melintas di berandaku. Ada seorang anak yang memberikan hadiah-hadiah kepada ibunya, ada yang hanya mengucapkan selamat untuk ibunya, ada pula yang memberikan bingkisan makanan atau yang semisalnya. Semua mereka persembahkan untuk ibu tercinta.
Saat aku melihatnya, bibir serasa kelu tak mampu berucap. Sungguh diri ini, ingin sekali mewujudkan keinginan ibu tercinta, sebelum ibu mengucapkannya. Apa yang tersirat di hati ibu, tanpa ibu meminta, ingin aku mewujudkannya. Ya Rabb, mudahkanlah aku untuk membahagiakannya.
Hati makin resah, ketika tak ada yang bisa kuberikan pada wanita yang telah membuatku ada di dunia, wanita tangguh yang telah berjuang sendiri membesarkan anak-anaknya, wanita yang tak meminta balasan jasa dari semua pengorbanannya.
Ibu tak pernah mengeluh apa pun kelakuan kami, ia tetap mensyukuri. Tak mudah marah, selalu sabar membimbing dan mengarahkan kami putra-putrinya. Saat aku terjatuh, ia selalu ada. Ia akan selalu ada, untuk memberikan kami asa. Meski jauh di mata, ia akan selalu ada dan dekat dengan hati.
Aku selalu teringat masa-masa saat kami saling berkirim surat. Saat kubaca suratnya, aku segera melayangkan surat balasan. Kutuliskan apa pun yang aku keluhkan. Dia pun membalasnya. Indahnya menunggu waktu itu, menunggu surat balasan dan indahnya perjumpaan dengannya. Kenangan yang tak pernah bisa kulupa, tumpukan suratnya masih tersimpan rapi dan perangkonya pun kujadikan koleksi.
Oh ibu, betapa cepatnya waktu. Kini semuanya telah berlalu. Dan aku telah menjadi seorang ibu. Aku harus mendidik anak-anakku, agar tak terpapar rusaknya zaman.
Maafkan aku, Ibu. Anakmu yang sering merepotkan, sering mengiris hatimu, melukai perasaanmu, membuatmu resah, bahkan tanpa sengaja membuatmu menangis lara. Ibu, maafkan aku yang belum bisa membahagiakanmu. Namun, cintamu pada anakmu terus bersemi.
Dan ketika aku menjadi seorang ibu, baru kurasakan betapa sulitnya hari-hari yang telah engkau lalui. Perjuanganmu dalam mendidik dan membesarkan kami penuh onak dan duri. Hanya kepada Allah-lah engkau gantungkan semua harapanmu.
Ya Rabb, kasihanilah ibuku yang telah mengorbankan segalanya untuk diriku.
Ya Allah, bahagiakanlah ibuku di dunia ini dan di akhirat nanti.
Saat ini kami sudah hidup bersama. Semenjak pandemi, ibu sudah kembali dari perantauan. Bertahun-tahun ia berjuang di tanah metropolitan. Ia telah menghabiskan masa di mana tenaganya masih dibutuhkan oleh orang. Bekerja sebagai ART, sampai di usianya yang semakin senja.
Bersyukur ia telah kembali. Kini, ibu sudah bersama kami. Ibu tak mampu lagi bekerja. Setiap hari, kami makan bersama dengan lauk apa adanya. Apa pun masakan yang kuolah, ibu terima. Kudahulukan ibu, sebelum anak-anakku.
Ibu, maafkan aku. Aku belum mampu memberimu hadiah di hari yang mereka namai dengan hari ibu. Aku belum mampu ikut merayakannya. Meskipun bagiku, setiap hari adalah hari ibu.
Kalau ada rezeki, aku hanya ingin berbagi denganmu. Kalau engkau sakit, hatiku ikut merasakannya. Namun, terkadang jika engkau menginginkan sesuatu, ibu tak memberitahu, di situlah hatiku meronta. Ya Allah, ya Rabb maafkan aku yang belum bisa mengabulkan keinginannya. Kabulkan permintaannya, ya Rabb.
Ibu, sungguh tak ada yang sebanding nilainya untuk membalas semua jasa-jasamu. Engkau telah merawat kami, membesarkan kami. Engkau adalah wanita yang paling mulia, namun aku belum bisa memuliakanmu.
Maafkan anakmu yang belum bisa seperti apa yang engkau inginkan. Terkadang masih suka mengiris perasaan. Tanpa disengaja membuatmu meneteskan air mata.
Ibu, pendengaranmu yang sudah berkurang, penglihatanmu yang mulai buram. Sungguh, anugerah yang indah, aku masih bisa menatapmu, bercengkerama denganmu dan melewati hari-hari bersamamu.
Hari ini jarimu sedang sakit. Ya. Di saat banyak yang mengucapkan hari ibu, engkau sedang sakit. Suaramu terdengar ketika mau muntah tak kunjung keluar. Sekujur badanmu kedinginan.
Dengan cepat suamiku berlari membeli minyak kayu putih. Kuoleskan ke seluruh tubuhmu. Kugantikan baju yang basah karena tersiram air wudhu. Kubaringkan badanmu, kuselimuti tubuhmu.
Kuajak ibu untuk shalat, meski dengan berbaring. Paginya kuminta engkau untuk beristirahat. Namun, tiba-tiba aku terkejut dengan kehadiranmu. Kau menunjukan jarimu yang berlumuran darah. Seketika aku menghentikan makanku.
Segera kuambil obat untuk mengobati lukanya. Kuolesi minyak but-but dan bertanya, "Kenapa jarinya? Kok, berdarah?"
"Terkena pisau saat mengambil daun talas," jawab ibuku, tatapannya kosong. Entah apa yang dipikirkannya.
"Sudah ya, gak usah ngapa-ngapain. Istirahat saja." pintaku.
Ya Allah, sungguh sulit meraih surga-Mu. Di bawah kakinya ada surga. Alangkah rugi, ketika seorang ibu yang masih ada, namun surga tak bisa diraihnya. Jika kita ingin hidup bahagia, maka bahagiakanlah ibu.
Ibu, tangisanmu adalah restu untukku. Engkau telah memberikanku banyak sekali pelajaran, dalam mendidik kesabaran. Ibu, restumu yang teramat kuharapkan. Semoga setiap hari-hariku bisa membuatmu tersenyum.
"Orang yang berbakti kepada orangtuanya, maka Allah akan memanjangkan umurnya dan memperluas rezekinya (HR. Ahmad)
"Barang siapa yang menyenangkan hati ibunya, maka Allah akan menyenangkan hatinya" (HR. Ibnu Majah)
Ya Allah, berikanlah aku kesabaran dalam menjaganya, memahaminya, dan menuruti apa perintahnya. Ya Allah, sehatkanlah ibu. Kasihanilah ia dan ampunilah ia dengan ampunan yang luas. Dan masukkanlah kami ke dalam surga-Mu. Surga yang seluas langit dan bumi.
Ibu, tidak ada yang sebanding nilainya untuk membalas jasamu. Hanya doa yang mampu kupanjatkan semoga surga abadi menjadi tempat kembalimu. Amin. []
Purwokerto 24 Desember 2024
Baca juga:

0 Comments: