OPINI
Tidak Memilih, Akankah Berpengaruh pada Tumbangnya Sistem?
Oleh. Rina Khusnia
SSCQmedia.Com- Dua hari sebelum pemilihan kepala daerah, ada pegawai yang datang ke rumah warga guna mengantarkan Surat Pemberitahuan Pemungutan Suara Kepada Pemilih (SPPSKP). Selain itu, dia juga menyertakan lembar tanda tangan penerima yang akan menjadi bukti bahwa surat itu sudah tersampaikan kepada yang bersangkutan.
Hal ini merupakan serangkaian acara sebelum Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) digelar. Nantinya, warga harus menghadiri Tempat Pemilihan Suara (TPS) yang sudah di sediakan oleh petugas.
Hilangnya Nyawa Saksi Paslon
Sebelum digelar pesta demokrasi, masing-masing tim sukses dan para pendukungnya berlomba-lomba mempromosikan pasangan calon (paslon) yang mereka dukung. Mulai dari acara pengajian, bagi-bagi sembako dan atau uang. Berbagai peristiwa tak mengenakkan pun sering terjadi seperti kericuhan hingga carok (perkelahian memakai senjata tajam seperti celurit) yang berujung hilangnya nyawa seseorang. Seperti yang dialami Jimmy Sugito Putra, asal Desa Ketapang Laok, Kecamatan Ketapang, Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Pendukung salah satu Paslon pilkada ini meninggal karena dikeroyok (kompas.com, 22/11/2024).
Di sisi lain, ada yang memilih untuk menjadi golongan putih (golput) dengan berbagai alasan. Ada yang sudah jengah dengan politik karena ujung-ujungnya tidak membawa perubahan pada nasib rakyat. Ada juga yang tidak mengerti kalau hari itu momen Pilkada. Sebagian lainnya tidak peduli atau masa bodoh. Dan golongan terakhir memilih untuk tidak memilih karena siapa pun pemimpinnya tidak akan membawa perubahan selama sistemnya kapitalis sekuler.
Apa pun pilihan sikap kita terkait Pilkada ini, hendaknya dikembalikan kepada jati diri kita sebagai seorang muslim. Niatkan segalanya ikhlas karena mengharap rida dari Allah. Selain itu, perbuatan yang dilakukan harus sesuai dengan perintah yang diturunkan Allah kepada rasul-Nya.
Sekarang kita lihat, apakah sistem yang di gunakan di negeri ini adalah sistem Islam yang sudah dicontohkan Rasul, para sahabat dan generasi sesudahnya dalam bingkai negara Khil4f4h atau belum? Tentu saja belum. Sadar atau tidak kita saat ini berada di negara yang menerapkan sistem kufur yakni sistem kapitalis demokrasi sekuler liberal.
Bagaimana tidak dikatakan kapitalis di negara ini? Buktinya, setelah pesta demokrasi usai, para pemodal yang telah mensponsori orang yang diusung untuk duduk di pemerintahan akan meminta imbalan kepada mereka untuk melegalkan keinginannya. Entah itu berupa kembalinya modal yang telah dikucurkan atau dengan cara meminta untuk memuluskan kebijakan-kebijakan yang bertabrakan dengan keinginan rakyat dan syariat Islam. Kita tentu kenal dengan istilah "tidak ada makan siang gratis".
Katanya negara kita adalah simbol negara demokrasi. Dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Nyatanya ini hanya diterapkan di TPS-TPS saja, tetapi kebijakan yang di diberlakukan berupa Undang-Undang Minerba, Undang-Undang Cipta Kerja, Undang-Undang Omnibus Law, dan lain-lain. Semuanya sarat dengan kepentingan asing, aseng dan asong. Sedangkan kepentingan rakyat terabaikan. Meski mereka menjerit tak akan didengar. Lalu, ke mana larinya demokrasi?
Apalagi, sistem sekuler yang jelas-jelas memisahkan agama dari negara. Itu artinya agama tidak boleh ikut campur terhadap kebijakan yang sudah bertentangan dan hanya akan memandang sisi manfaat yang didapat saja.
Begitu pun dengan liberal. Fenomena yang amat sangat kentara bisa kita lihat dalam kehidupan sehari-hari baik kehidupan anak-anak, remaja, dan dewasa, sudah tidak mengenal batasan mana yang boleh dan yang tidak. Negara pun memfasilitasi adanya tontonan amoral, mulai dari iklan-iklannya sampai situs-situs yang bebas diakses oleh siapa saja tanpa kontrol.
Pertanyaannya, apakah kalau tidak memilih kepala daerah bisa memengaruhi runtuhnya sistem bobrok ini padahal sistem ini mengakar dan mendunia? Jawabannya tentu saja bisa berpengaruh. Karena tidaklah Allah menciptakan makhluk tanpa ada maksudnya. Maka, sekecil apa pun upaya yang kita usahakan, niscaya Allah akan membalasnya, sekecil apapun perbuatan itu.
Ganti dengan Khil4f4h
Jadi, meski kita tidak memilih di sistem sekarang, bukan berarti kita golput yang tanpa alasan kosong dan tidak berbobot. Melainkan karena kita lebih memilih aturan yang diturunkan oleh Allah dalam sistem Khil4f4h yang akan menerapkan seluruh syariat-Nya di dalam kehidupan. Allah Swt. berfirman:
"Apakah hukum jahiliyah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik dari pada hukum Allah bagi kaum yang yakin? (TQS al-maidah [5]:50).
Ketidakhadiran kita apalagi untuk memilih pada Pilkada ini merupakan salah satu langkah untuk tidak melanggengkan sistem demokrasi kapitalis ini. Ibarat kata "mereka menjual kita tidak membeli". Kalau sudah tidak ada pembeli itu artinya akan gulung tikar, kan? Insyaallah akan diganti dengan jualan terbaik yakni syariah Islam kafah dalam institusi negara Khil4f4h. Wallahualam. []
Baca juga:

0 Comments: