Headlines
Loading...
Oleh. Eka Suryati 

SSCQmedia.Com- Alhamdulillah sekali rasanya, masih diberi kesempatan menikmati hidup di dunia ini. Hidup harus disikapi dengan rasa syukur, karena rasa syukur akan membuat hidup indah dan penuh arti. Kebahagiaan hanya bisa dinikmati oleh orang-orang yang pandai bersyukur. Banyak sekali ayat-ayat dalam Al-Qur'an yang mengingatkan kita akan pentingnya rasa syukur, diantaranya adalah Surat Al Baqarah Ayat 152: 

فَاذْكُرُوْنِيْٓ اَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْا لِيْ وَلَا تَكْفُرُوْنِ

Artinya: "Maka, ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."

Sebagai ungkapan rasa syukurku, karena sampai hari ini aku telah diizinkan oleh Allah untuk bergabung di komunitas SSCQ.  Di mana pesertanya, adalah para sahabat dari berbagai daerah yang ingin istikamah dalam membaca Al-Qur'an. Di SSCQ, bukan hanya sekadar membaca Al-Qur'an, tapi kita diharuskan membaca arti (terjemahan) juga, dengan harapan kita akan lebih memahami isi kandungan dari Al-Qur'an itu sendiri.

Dari hari ke hari, rasa suka membaca Al-Qur'an akan dirasakan ketika kita sudah tergabung di kelas utama SSCQ. Yaitu, kelas atau challenge ODOJ Plus-plus. Eh, ngomong-ngomong tentang plus-plusnya ODOJ, diriku justru terlebih dahulu menikmati fasilitas plus-plusnya lo. Apa itu plus-plusnya? Salah satunya  adalah kelas literasi. Ada dua kelas literasi. Yaitu, literasi umum dan literasi khusus. Kalau mau tahu bedanya antara kelas literasi umum dan khusus, ya harus bergabung dulu di SSCQ. Nanti, akan dapat merasakan sendiri perbedaan dan sensasinya. Wih ada sensasinya? Iya dong, seru aja pokoknya.

Di kelas literasi ini, kalau meminjam istilah kawan-kawan, maka kita dipaksa untuk terus menulis. Menulis, mau tidak mau harus dan akan menjadi kebiasaan. Kita menjadi istikamah dalam hal menulis. Kalau bertanya mengapa bisa begitu, lagi-lagi aku mengajak para sahabat di luar sana, untuk bergabung agar mengetahui mengapa di SSCQ. Khususnya di kelas literasi, kita bisa istikamah menulis, yang insyaallah akan menjadi habits.

Dalam dunia literasi, khususnya literasi menulis, maka kita akan dikenalkan dengan berbagai macam jenis tulisan. Kita bagi dalam dua jenis tulisan dulu secara umum. Yaitu, karya fiksi dan non fiksi. Kalau karya fiksi itu, bersifat imajinatif, khayalan dari penulisnya. Namun, tidak semua karya fiksi 100% berupa khayalan atau imajinasi, ada juga yang ceritanya diangkat dari kisah nyata (true story) yang di-fiksikan. Bagian fiksinya, bisa dari sisi tokoh dalam cerita atau latar kejadiannya.

Kalau karya non fiksi itu, tulisannya bersifar objektif dan berdasarkan fakta. Di antara karya non fiksi yang sering digunakan untuk menyampaikan pesan atau sarana dakwah, adalah karya opini.

Karya opini digunakan, karena penulis bisa mengangkat berita aktual atau yang lagi viral menjadi tema tulisannya. Penulis akan menyajikan fakta. Dari fakta yang ada, akan dianalisa sebagai sebuah permasalahan yang akan dicarikan solusinya. 

Kalau ditanya, apakah jenis tulisan yang akan kupilih untuk menulis? Jawabnya, karya fiksi boleh, karya non fiksi juga, oke. Kok bisa seperti itu? Karena, aku ingin menulis sebagai cara untuk menebarkan kebaikan. Aku ingin menulis dalam rangka mencari rida Allah.

Jadi, menulis itu menjadi bagian dariku untuk berdakwah. Oleh sebab itulah, diriku tak ingin membatasi jenis tulisan yang akan kupilih. Fiksi maupun non fiksi (opini) akan kucoba. Agar jangkauan tulisanku, menjadi luas. Kalau jangkauannya luas, bisa dibaca dari berbagai kalangan, jadi aku berharap bisa bermanfaat juga bagi banyak orang.

Kalau karya opini untuk dakwah, tentu saja tak perlu diragukan lagi. Banyak penulis melakukannya dan sangat efektif dalam menyebarkan kebaikan atau juga untuk melawan opini-opini sesat yang ingin merusak akidah Islam. Namun, karya fiksi untuk dakwah, menyebarkan kebaikan, apakah bisa? Jawabnya, bisa kok. 

Tapi, tentu saja memang kita harus berhati-hati dalam memilih karya fiksi. Jangan sampai kita berimajinasi tentang hal-hal yang tabu, tidak baik dan mengandung kemungkaran. Banyak lo, karya fiksi yang dibuat pada akhirnya mengubah pola pandang, sehingga terjadi perubahan dalam masyarakat.

Pada saat Buya Hamka dan para sastrawan angkatan lama, ingin mengubah adat istiadat lama yang tidak sesuai dengan ajaran agama, mereka menggunakan karya satra roman untuk melakukan kritik sosial mereka. 

Pada era modern ini, banyak karya fiksi yang digunakan untuk menyebarkan kebaikan. Contohnya Bunda Lilik Yani  dan Miya Nelliya Al Farisi, dua penulis yang karyanya sudah banyak sekali baik fiksi maupun non fiksi. Miya adalah seorang novelis yang islami. Karya-karya fiksinya, baik novel dan cerpen banyak yang mengambil tema-tema yang pada akhirnya menyadarkan pembacanya untuk berada di jalan hidup yang sesuai dengan ajaran Islam. Bunda Lilik S Yani, ternyata novel dan cerpennya sudah banyak, dan semua bertema islami.

Aku pernah baca karya-karya fiksi bunda, duh bagus dan indah sekali ternyata. Bunda Lilik, Miya dan para cikgu lainnya memang sangat menginspirasi. Karya fiksi dan opini mereka, mereka persembahkan bagi kepentingan Islam, menjadi jalan dakwah mereka dalam mencari rida Allah. Dari mereka, aku belajar untuk tidak membatasi diri dalam menulis.
Menulis fiksi oke, opini pun yes dong. Jadikan tulisanmu bagi dakwah Islam yang indah. [US]

Kotabumi, 1 Desember 2024

Baca juga:

0 Comments: