Headlines
Loading...
Oleh. Rini Sulistiawati 
(Pemerhati Sosial Kemasyarakatan)

Dari 'Abdullah bin 'Amr, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Seseorang cukup dikatakan berdosa jika ia melalaikan orang yang ia wajib beri nafkah.” (HR. Abu Daud, no. 1692. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadis ini hasan)

Namun, kini masalahnya adalah orang yang sudah bekerja saja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) mencatat hampir 53.000 tenaga kerja menjadi korban PHK di Indonesia sepanjang Januari hingga September 2024.

Dilansir dari data Kemenaker, tercatat ada tambahan 6.753 korban PHK. Jika digabungkan sejak Januari, total pekerja yang terkena PHK mencapai 52.933 orang. Kasus PHK terbanyak terjadi di Provinsi Jawa Tengah dengan total 14.767 kasus, disusul oleh Banten dengan 9.114 kasus, dan DKI Jakarta dengan 7.469 kasus. Berdasarkan sektor, kasus PHK paling banyak terjadi di sektor pengolahan, mencapai 24.013 kasus. Kemudian, sektor jasa menyusul dengan 12.853 kasus, diikuti oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan dengan 3.997 kasus. (Kontan.co.id, 29/9/2024). 

Menurut laporan dari Kompas.com pada 2 September 2024, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan bahwa banyak perusahaan telah melakukan PHK baru-baru ini. Sementara itu, Kemenaker terus melakukan upaya mitigasi terkait peningkatan kasus PHK akhir-akhir ini.

Sebagai contoh, Jakarta yang berada di posisi kedua setelah Jawa Tengah, mencatat sekitar 7.400 pekerja terkena PHK pada Agustus 2024. Di Jawa Tengah, sektor manufaktur, tekstil, dan industri pengolahan menjadi yang paling terdampak PHK. Sementara di Jakarta, sektor jasa mengalami PHK terbesar, dan di Banten, kasus PHK paling banyak terjadi di industri petrokimia.

Gelombang PHK besar-besaran yang terjadi di Indonesia pada Agustus hingga September 2024 disebabkan oleh beberapa faktor utama, di antaranya penurunan permintaan global, tekanan biaya produksi, transformasi digital dan automasi, penyesuaian pasar tenaga kerja pasca-pandemi, krisis ekonomi dan kebijakan moneter, serta persaingan global dan regional. Kombinasi dari faktor-faktor ini membuat banyak perusahaan, khususnya di sektor industri pengolahan, jasa, dan manufaktur, terpaksa melakukan PHK dalam skala besar untuk bertahan dalam situasi yang sulit.


Solusi Islam Atasi Gelombang PHK

Dalam sistem Islam, untuk mengatasi gelombang PHK besar-besaran seperti yang terjadi di Indonesia, pendekatannya bersifat holistik dan didasarkan pada prinsip keadilan, kesejahteraan sosial, serta tanggung jawab bersama antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat. Beberapa langkah yang bisa diterapkan dalam kerangka ekonomi Islam meliputi:

Pertama, peran negara sebagai pelindung ekonomi. Dalam Islam, negara (Khalifah) memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan kesejahteraan rakyatnya. Negara wajib mengelola sumber daya alam yang strategis, seperti minyak, gas, dan tambang, yang hasilnya digunakan untuk kebutuhan publik. Negara juga berperan aktif dalam mengawasi pelaku ekonomi, mencegah monopoli dan eksploitasi, serta menghindari krisis besar yang memicu PHK massal. Dalam hal ini, negara bisa memberikan insentif bagi perusahaan untuk mempertahankan pekerja, bukan malah mempermudah PHK.

Kedua, zakat dan sistem distribusi kekayaan. Sistem Islam menekankan distribusi kekayaan yang merata melalui instrumen zakat, sedekah, wakaf, dan infaq. Dalam situasi PHK, zakat dapat digunakan untuk membantu pekerja yang terkena dampak. Misalnya, zakat produktif bisa diberikan untuk membantu mereka memulai usaha baru atau meningkatkan keterampilan. Zakat juga berfungsi untuk mengurangi ketimpangan ekonomi sehingga tidak ada penumpukan kekayaan pada segelintir individu atau perusahaan.

Ketiga, kemitraan antara pengusaha dan pekerja (mudharabah dan musyarakah). Dalam ekonomi Islam, konsep kerja sama antara pengusaha dan pekerja bisa dilakukan melalui mekanisme mudharabah dan musyarakah. Ini adalah sistem di mana pekerja dan pengusaha berbagi hasil atau kerugian secara adil berdasarkan kesepakatan. Hal ini mendorong hubungan yang lebih sehat dan kolaboratif, di mana keduanya memiliki tanggung jawab yang lebih seimbang terhadap perusahaan. Dengan pendekatan ini, pengusaha tidak serta-merta bisa melakukan PHK sepihak.

Keempat, pengelolaan SDA dan barang publik. 
Sistem Islam menegaskan bahwa SDA yang vital harus dikelola oleh negara demi kesejahteraan rakyat, bukan diserahkan pada perusahaan swasta atau asing yang berpotensi mengeksploitasi dan menyebabkan ketidakstabilan ekonomi. Dengan pengelolaan yang adil, negara dapat memastikan bahwa kekayaan dari sumber daya ini digunakan untuk menciptakan lapangan kerja dan membangun ekonomi yang kuat.

Kelima, menghindari riba dan krisis keuangan.
Sistem Islam melarang riba (bunga) yang menjadi salah satu penyebab ketidakstabilan ekonomi dalam sistem kapitalis. Dengan tidak adanya riba, inflasi dan ketergantungan pada utang bisa diminimalisir, sehingga perusahaan tidak tertekan oleh beban finansial yang tinggi. Ini akan mengurangi risiko perusahaan melakukan PHK besar-besaran sebagai akibat dari krisis keuangan atau tekanan utang.

Keenam, tanggung jawab sosial perusahaan.
Dalam Islam, perusahaan tidak hanya bertanggung jawab kepada pemegang saham, tetapi juga kepada pekerja dan masyarakat luas. Prinsip maslahah (kemaslahatan umum) mendorong perusahaan untuk mempertahankan pekerja selama mungkin dan berkontribusi pada kesejahteraan mereka. Pengusaha Muslim diharapkan menerapkan etika kerja yang sesuai dengan syariat, yang berarti tidak melakukan PHK kecuali dalam kondisi yang sangat mendesak, dan tetap memberikan kompensasi yang adil.

Ketujuh, pelatihan dan peningkatan keterampilan. Islam mendorong pelatihan dan pendidikan berkelanjutan untuk meningkatkan keterampilan pekerja. Negara dan perusahaan bisa bekerja sama untuk memberikan program pelatihan bagi pekerja yang terkena PHK agar mereka memiliki kemampuan yang relevan dengan kebutuhan pasar kerja. Ini selaras dengan prinsip Islam yang mendorong pengembangan SDM secara berkelanjutan.

Kedelapan, sistem pasar yang adil. Dalam Islam, pasar harus dijaga agar beroperasi dengan adil, tanpa monopoli atau ketidakadilan yang merugikan satu pihak. Sistem ekonomi Islam dengan prinsip hisbah (pengawasan pasar) memastikan keseimbangan dan keadilan dalam perdagangan dan tenaga kerja.

Dalam Islam, mengatasi gelombang PHK besar-besaran bukan hanya tentang solusi sementara, tetapi tentang membangun sistem ekonomi yang berkelanjutan, adil, dan seimbang. Pendekatan Islam mengedepankan distribusi kekayaan yang adil, tanggung jawab sosial, serta peran negara dan perusahaan untuk menjaga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Dengan demikian, krisis PHK bisa diminimalisir, dan ketahanan ekonomi rakyat bisa diperkuat. 

Wallahualam bissawab. []

Baca juga:

0 Comments: